Kabar Tanah Suci
Bahu-Membahu Menyelamatkan Jamaah
Seluruh tim dokter dan perawat bekerja bahu membahu kompak ikhtiar menyelamatkan nyawa pasien.
ALI YUSUF dari Madinah, Arab Saudi
Tepat pukul 20.00 WAS, Sabtu (11/6), ruang IGD Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah terlihat ramai dengan tenaga medis yang sedang melakukan resusitasi terhadap jamaah kritis. Proses upaya penyelamatan nyawa salah satu jamaah asal embarkasi SUB 04 Lamongan, saya saksikan sendiri setelah shalat Maghrib.
Pasien masuk pukul 19.21 WAS diantar TKH kloter dalam keadaan sesak berat. Hasil anamnesis atau wawancara terhadap suaminya dan TKH, jamaah sudah sesak sejak beberapa jam sebelum tiba di KKHI. “Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien ini didiagnosis pneumonia atau infeksi paru,” kata dokter jaga KKHI Madinah, Delvan Irwandi saat dijumpai Republika di ruang jaga IGD KKHI Madinah, Ahad (12/6).
Dokter spesialis paru itu menuturkan, saat ditangani, pasien sudah terlihat sesak disertai batuk berdahak kental, demam sejak dua hari dengan riwayat pengobatan infeksi paru kronis di daerah asalnya. Berdasarkan hasil penelusuran, jamaah ini mengalami perburukan kondisi akibat kelelahan setelah melaksanakan aktivitas ziarah.
Delvan menceritakan, ketika itu dirinya hendak shalat maghrib ke masjid di area sekitar KKHI dan tiba-tiba telepon genggamnya berdering. “Dok, ada pasien sesak berat dengan riwayat TBC Paru,” ujar Delvan menirukan pesan yang disampaikan dokter jaga IGD Restiana Arifuddin.
Dokter spesialis paru itu menuturkan, saat ditangani, pasien sudah terlihat sesak disertai batuk berdahak kental, demam sejak dua hari dengan riwayat pengobatan infeksi paru kronis di daerah asalnya.
Setelah mendapat informasi tersebut, Delvan bergegas menuju IGD dan menjumpai pasien yang sudah dalam keadaan sesak berat, lemah dan mulai mengalami penurunan kesadaran. Delvan langsung menginstruksikan ners Yuslin dan ners Hasnaeni memasang alat monitor pasien, meminta dokter Dina Arifuddin mengaktifkan code blue agar mempersiapkan penanganan gawat darurat terpadu.
“Code blue merupakan kode panggilan untuk kasus emergency di lingkungan rumah sakit,” ujar Delvan.
Beberapa detik setelahnya, diperoleh data hasil pemeriksaan pasien, yang mana kadar saturasi oksigen menurun drastis di kisaran angka 78 persen, tekanan darah turun 76/48 mmHg, denyut nadi tidak beraturan dengan kecepatan 180-220 kali/menit, dan frekuensi napas 40 kali/menit. Hasil rekaman jantung menunjukkan adanya gangguan irama jantung yang berat. Dalam istilah medis dikenal sebagai atrial fibrilasi.
“Kondisi ini menunjukkan tingkat kegawatan pasien berada dalam fase mengancam nyawa,” kata Miratul dokter spesialis penyakit dalam, yang ikut berbincang dengan Republika di KKIH Madinah.
Selang beberapa saat, tim code blue datang membantu melakukan tindakan penanganan lanjutan. Tim tersebut terdiri atas dokter spesialis anestesi, spesialis jantung, spesialis paru, spesialis emergensi, spesialis rehab medik, spesialis penyakit dalam, spesialis bedah, spesialis saraf, spesialis jiwa, dokter umum, perawat IGD, dan penunjang medis.
“Setelah kita melihat hasil pemeriksaan tanda vital dan klinis pasien, kami membagi tugas sesuai dengan keahlian masing-masing, mulai dari penanganan airway, breathing, dan circulation,” kata dr Harpandi Rahim, spesialis anestesi.
Selang beberapa saat, tim code blue datang membantu melakukan tindakan penanganan lanjutan.
Dokter Azis Syharif, spesialis anestesi lainnya mengatakan, tim anestesi bertanggung jawab mengamankan jalan napas dan memastikan akses intravena yang memadai untuk resusitasi cairan dan menjamin akses obat-obatan emergency.
“Jadi pasien ini kami temukan sudah dalam kondisi syok berat, dengan pembuluh darah tepi yang hampir tidak teraba, sehingga kami putuskan untuk memasang akses intravena di daerah leher dan paha, kemudian kami berikan bantuan oksigen dengan menggunakan bag valve mask karena pasien mengarah ke ancaman gagal napas,” kata Azis.
Tindakan bagging pemberian oksigen dilakukan secara bergantian oleh dokter anestesi dengan tim dokter lain seperti dr Meilya, spesialis emergency medicine dan dr Lutfi.
Bersamaan dengan itu, dilakukan pula tindakan kejut jantung oleh dr Fajar dan dr Muhaimin yang merupakan spesialis jantung dan pembuluh darah. Dokter-dokter tersebut ikut terlibat karena pasien tersebut mengalami gangguan irama jantung yang disertai gangguan hemodinamik, sehingga jalan satu-satunya harus dilakukan kejut jantung (DC Shock).
Namun, sebelum dilakukan tindakan tersebut, keduanya mengatakan perlu terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan USG jantung untuk melihat ada tidaknya pembekuan darah di dalam ruang jantung, sekaligus menilai fungsi jantung.
Hasilnya, tidak terdapat bekuan darah di dalam jantung. Sehingga, kata dr Muhaimin, tindakan tersebut bisa dilakukan. Namun, pasien ini memiliki fungsi jantung yang rendah (ejeksi fraksi 15 persen) dengan pembesaran (dilatasi) semua ruang jantung.
Di samping itu, terlihat pula seluruh tim dokter dan perawat bekerja secara bersama-sama, bahu membahu kompak ikhtiar menyelamatkan nyawa pasien.
Di samping itu, terlihat pula seluruh tim dokter dan perawat bekerja secara bersama-sama, bahu membahu kompak ikhtiar menyelamatkan nyawa pasien. Ners Faizuna dan ners Susilawati menyiapkan alat-alat, obat-obatan emergency, memeriksa gula darah dan memasang kateter urine. Dokter Rifky melakukan pencatatan status vital pasien, dokter Hartina menyiapkan berkas persetujuan tindakan, dan dokter Farida menenangkan suami pasien.
Suaminya terlihat pasrah, hanya bisa memohon kesembuhan istrinya yang sedang dalam keadaan gawat. Matanya yang berkaca-kaca, tertuju kepada pujaan hatinya yang lemah tak berdaya. Dia berharap tim dokter berhasil menyelamatkan nyawa istrinya.
Kemudian, dokter Farida menyodorkan surat persetujuan tindakan untuk ditandatangani sang suami sambil menenangkannya. “Bapak sabar, berdoa, kami sedang berusaha melakukan yang terbaik,” kata Farida sambil mengusap punggung suami pasien. Saya yang berada di sampingnya membantu mengaminkan doa sang suami yang melafazkan al-Fatihah.
Dokter Muhaimin mengatakan, setelah semua tindakan dan obat-obatan diberikan, tim melakukan observasi ketat di IGD selama satu jam. Hal itu dilakukan untuk menilai penanganan yang telah diberikan, apakah pasien memberikan respons baik atau tidak.
“Jika tidak memberikan respons yang baik, kemungkinan pasien kami rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap,” kata dr Muhaimin.
Alhamdulillah, satu jam setelah semua obat diberikan, pasien mulai sadar, tanda vital mulai stabil.
Alhamdulillah, satu jam setelah semua obat diberikan, pasien mulai sadar, tanda vital mulai stabil. Dokter Andi Yanti spesialis paru kemudian mengecek kesadaran pasien dan memberikan dukungan moril dengan mengusap kepala pasien sambil menenangkannya.
Kondisi tegang dan hiruk pikuk pun berangsur-angsur berkurang, atas usaha dan doa semua pihak, pasien memberikan respons yang baik, dan menunjukkan perbaikan klinis serta tanda vital yang stabil.
Observasi pun dilanjutkan selama enam jam di IGD sebelum akhirnya pasien dipindahkan di ruang ICU. Kabar terakhir, sebelum berita ini diturunkan, pasien telah sadar penuh, sudah minta makan-minum dan kini berada di ruang perawatan biasa.
“Alhamdulillah dengan izin Allah SWT ikhtiar teman-teman pasien berhasil diselamatkan,” kata dr Enny Nuryanti, Kepala KKHI Madinah. Di sinilah saya melihat bagaimana kerja sama yang dibangun oleh tim medis dan perawat KKHI Madinah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Antisipasi Ancaman Krisis Pangan Global
Diversifikasi ke pangan lokal menjadi salah satu solusi ancaman krisis pangan bagi Indonesia.
SELENGKAPNYAJamaah Haji Bergerak ke Makkah
Sebanyak 753 jamaah haji RI gelombang satu mulai diberangkatkan ke Makkah.
SELENGKAPNYABerburu Raudhah
Jika tidak diatur, agak ngeri membayangkan padatnya Raudhah pada musim haji ini.
SELENGKAPNYA