Pembeli mencoba pengalaman belanja ke kandang dengan menggunakan teknologi Virtual Reality di kawasan pasar kurban Merr Surabaya, Jawa Timur, Kamis (15/7/2021). | ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Opini

Metaverse untuk Pertanian

Metaverse merupakan alternatif bagi peningkatan produktivitas hasil pertanian.

JUSUF IRIANTO; Guru Besar Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga, Pengurus MUI Jawa Timur

 

Sejak dikenalkan pada 2021 oleh pendiri Facebook, istilah metaverse sangat populer khususnya di dunia usaha. Pengusaha internasional dan nasional berlomba untuk memanfaatkan ceruk pasar dalam metaverse dengan berinvestasi dalam jumlah besar.

Metaverse dinilai berpotensi memberi profit berlimpah juga menciptakan perubahan dunia kerja. Dalam How the Metaverse Could Change Work, yang diterbitkan Harvard Business Review edisi April 2022, Mark Purdy menyatakan, format tempat kerja kini berbeda dibanding pada masa lalu.

Interkoneksi sosial, mobilitas, dan kolaborasi menjelma dalam dunia kerja virtual didukung teknologi digital. Metaverse membentuk tempat kerja lebih fleksibel, produktif, dan nyaman. Namun, pemanfaatan metaverse untuk pertanian agaknya luput dari perhatian.

 

 
Banyak kalangan merisaukan ancaman terhadap pertanian, sementara kebutuhan pangan manusia kian bertambah. 
 
 

 

Nanti, ada istilah “tanam di dunia maya, panen di dunia nyata”. Melalui metaverse, bukan tak mungkin istilah tersebut terwujud nyata. Sektor pertanian menghadapi masalah besar, yaitu perubahan iklim berakibat penurunan produktivitas.

Masalah tambah parah mengingat luas lahan berkurang akibat konversi dan pemanasan global.

Banyak kalangan merisaukan ancaman terhadap pertanian, sementara kebutuhan pangan manusia kian bertambah. Metaverse merupakan alternatif bagi peningkatan produktivitas hasil pertanian, sekaligus mengurangi kerisauan masyarakat.

Metaverse galibnya versi virtual kehidupan nyata manusia, juga perwujudan visi manusia saling berbagi kepentingan guna menciptakan pengalaman lebih atraktif.

Dengan jagat digital, semua serba mungkin diwujudkan. Karena itu, semua pemangku kepentingan di sektor pertanian bisa berinisiatif memanfaatkan metaverse sebagai wacana, guna memulai tahapan baru membangun pertanian supercanggih.

 

 
Dengan jagat digital, semua serba mungkin diwujudkan. 
 
 

 

Bertani virtual, tetapi menghasilkan pangan atau produk pertanian lain akan lebih produktif. Dalam menjalankan kegiatannya, seorang petani dengan identitas sebagai avatar mengerjakan lahan pertanian secara virtual.

Avatar merupakan figur virtual representasi pengguna metaverse. Sebagai avatar, petani bisa mengolah lahan, bercocok tanam dengan tanaman atau komoditas sesuai keinginan, pemupukan, merawat, dan melindungi tanaman dari hama, hingga memanen hasilnya.

Semua dapat dilakukan sebagaimana dalam dunia nyata. Dengan mengenakan augmented reality (AR) yang mewakili realitas virtual, pengguna tenggelam dalam perannya sebagai avatar bekerja di pertanian.

Pengguna dapat pula mempelajari karakter petani modern yang sukses merujuk praktik terbaik berasal dari avatar atau pengguna lain. Selain AR, avatar pertanian dapat menggunakan kecerdasan buatan sebagai salah satu unsur utama dalam metaverse.

AI berfungsi mendukung proses produksi pada masa tanam dan memanen hasil berupa produk pertanian lebih efektif.

 

 
AI berfungsi mendukung proses produksi pada masa tanam dan memanen hasil berupa produk pertanian lebih efektif.
 
 

 

Secara konseptual, AI wujud karya manusia di bidang ilmu komputer untuk memecahkan masalah kognitif terkait kecerdasan manusia. Kecerdasan manusia non-artifisial itu diperoleh dari pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengenalan pola tertentu.

AI mengolahnya untuk mendukung proses bertani dengan tingkat ketepatan atau presisi maksimal. AI sengaja dirancang membantu petani memenuhi berbagai bentuk kebutuhan untuk mencapai keberhasilan dalam bercocok tanam.

Melalui AI, petani memperoleh penyuluhan atau bimbingan pertanian secara tepat, sebagaimana dilakukan seorang penyuluh di dunia nyata. Dalam metaverse, seorang penyuluh adalah avatar pula.

Materi penyuluhan dapat berisi rekomendasi jenis tanaman terbaik, waktu dan cara penanaman efektif, pengelolaan irigasi, nutrisi untuk tanaman, perawatan, rotasi jenis tanaman berbeda, penanganan dan pengendalian hama dan penyakit, serta waktu memanen secara tepat.

 

 
Melalui AI, petani memperoleh penyuluhan atau bimbingan pertanian secara tepat, sebagaimana dilakukan seorang penyuluh di dunia nyata. 
 
 

Semua materi penyuluhan dijamin baik dan benar sesuai kebutuhan karena data atau informasi diproses secara mekanis melalui AI. AI tak sekadar menyajikan data atau informasi, juga alternatif dan keputusan terbaik bagi petani dalam menjalankan usaha pascapanen.

Ada kalanya petani kesulitan memasarkan hasil pertanian. Melalui metaverse, pemasaran dapat memanfaatkan marketplace sehingga cepat laku dan tak merugi.

Dengan memanfaatkan metaverse, petani bisa menyusun rencana pertemuan dengan pembeli atau bahkan investor untuk menanamkan modalnya. Isu penguatan modal pun memperoleh solusi efektif melalui metaverse.

Namun, di balik iming-iming manfaat tersebut, ada sejumlah potensi kejahatan dalam metaverse oleh pihak tak bertanggung jawab. Pemerintah harus mengantisipasi potensi kejahatan itu melalui kebijakan protektif bagi setiap warganya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Lagi-Lagi, Dana Haji

Harus ada keberanian mengkaji ulang pola pengelolaan dana haji, khususnya pola subsidi.

SELENGKAPNYA

Normalisasi Fiskal

Normalisasi kebijakan moneter yang sudah diinisiasi BI tampaknya mulai menular ke ranah fiskal.

SELENGKAPNYA

Berbincang Soal TKI Hingga Tari Kuda Kepang

Banyak perkara yang tak perlu timbul, tapi timbul karena kurang informasi dan kurang pemahaman.

SELENGKAPNYA