Hikmah
Beribadah Haji yang Mabrur
Mendapatkan kesempatan untuk ibadah haji adalah hal yang patut disyukuri.
Oleh SIGIT INDRIJONO
OLEH SIGIT INDRIJONO
Saat ini untuk beribadah haji harus menunggu dalam daftar antrean yang cukup panjang. Setelah melakukan pendaftaran, beberapa tahun kemudian baru bisa berangkat untuk beribadah haji. Mendapatkan kesempatan untuk ibadah haji adalah hal yang patut disyukuri.
"Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam" (QS Ali Imran [3]: 97). Ayat di atas adalah peringatan bagi yang telah istitaah, yakni memiliki kemampuan secara syariat untuk berhaji, tetapi masih belum berniat dan berencana untuk melaksanakannya.
Allah SWT berfirman, "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah SWT" (QS al-Baqarah [2]: 196).
Ayat tersebut, selain berisi perintah kepada kita untuk berhaji secara ikhlas karena Allah SWT, juga perintah untuk menyempurnakannya. Untuk itu, diperlukan pemahaman manasik haji, yaitu tata cara ibadah haji sesuai syariat.
Ada dua kriteria amal yang harus diperhatikan agar diterima Allah SWT, dalam hal ini ibadah haji. Pertama, amal dilakukan dengan ikhlas, semata mengharap ridha-Nya. Kedua, amal dilakukan dengan benar sesuai tuntunan syariat. Dua hal di atas bersifat mutlak, maka harus dipenuhi semuanya.
Ibadah haji harus dilakukan secara ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT dan untuk ber-taqarrub kepada-Nya. Tidak dicampuri oleh motivasi yang lain, seperti mendapatkan sanjungan dari orang, mencari popularitas, berbangga diri, atau sekadar ikutan karena tetangga, rekan kerja, dan kerabat telah berhaji.
Selain harus memahami dengan baik dan benar tata cara pelaksanaan ibadah haji sesuai tuntunan syariat, tentu lebih baik lagi jika bisa mengerti makna yang terkandung dalam pelaksanaan ibadah haji.
Berbagai macam makna simbolis, seperti pakaian ihram, thawaf mengelilingi Ka'bah, sa'i antara Bukit Safa dan Marwah, wukuf di Padang Arafah atau melempar jumrah, harus dipelajari dan dimengerti. Dengan demikian, ibadah haji dapat dilakukan dengan penuh penghayatan secara mendalam, bukan sekadar gerak fisik ritual tanpa makna.
Di samping perbekalan materi dan kesiapan secara fisik, bekal terbaik untuk berhaji adalah takwa, seperti yang diterangkan pada ayat di atas. Ayat di atas juga berisikan larangan selama berhaji, yaitu berkata jorok, berbuat maksiat, dan bertengkar.
Rasulullah SAW bersabda, “Dan haji mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR Bukhari Muslim).
Imam Nawawi dalam Syahr Shahih Muslim menerangkan bahwa haji mabrur adalah ibadah haji seseorang yang diterima oleh Allah SWT sehingga ada perubahan diri menuju yang lebih baik dan tidak melakukan berbagai maksiat setelah kembali dari ibadah haji.
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Epidemi Rokok
Pandemi Covid-19 kini mungkin menjelang usai. Namun epidemi rokok entah kapan akan berakhir.
SELENGKAPNYASiapa yang Bertanggung Jawab Membiayai Walimah?
Para ulama ahli fikih dan hadis mengatakan bahwa tanggung jawab walimah ada pada laki-laki.
SELENGKAPNYA