Nasional
Dirjen Dikti: Rektor ITK Langgar Aturan
Budi Santoso membantah tulisannya memuat hinaan SARA dan diskriminatif terhadap Islam.
JAKARTA--Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi akan mengevaluasi dan menghentikan penugasan Rektor Institut Teknologi Kalimantan Prof Budi Santoso Purwokartiko dari penugasannya sebagai reviewer program Dikti maupun LPDP. Ini menyusul tulisannya di media sosial yang memuat dugaan rasisme tersebut.
"LPDP dan Dikti akan mengevaluasi dan men-suspend penugasannya sebagai reviewer," ujar Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi Kemendikbudristek Prof Nizam, saat dikonfirmasi, Rabu (4/5).
Prof Nizam menyebut, Prof Budi melalui tulisan tangannya tersebut telah melanggar kode etik dan pakta integritas sebagai reviewer. Karena itu, Kemendikbud akan mengambil langkah tegas terkait dugaan pelanggaran.
Ia juga menegaskan, Kemendikbud tidak akan lagi memberi kepercayaan bagi reviewer yang tidak bisa menjaga kode etik dan pakta integritas. "Reviewer yang tidak dapat menjaga kode etik dan pakta integritas tidak lagi kita beri kepercayaan untuk me-review," katanya.
Dari 14, ada 2 tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind.PROF BUDI SANTOSO PURWOKARTIKO
Sebelumnya, Budi Santoso dalam tulisannya menyebutkan ia sedang menguji mahasiswa yang ikut beasiswa LPDP. Dalam tulisan itu ada kalimat yang dinilai rasisme karena menyebut pakaian penutup kepala ala manusia gurun yang mengarah kepada jilbab.
Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sekaligus peneliti hukum pendidikan, Prof Cecep Darmawan mendorong Kemendikbud Ristek melakukan investigasi terhadap unggahan rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwokartiko. Tulisan di media sosialnya itu diduga berunsur suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"Kemendikbud segera membentuk tim investigasi untuk menyelidikinya dan jika terbukti segera kenakan sanksi sesuai aturan termasuk pertimbangan pencopotan jabatan rektornya," kata Cecep kepada Republika, Rabu (4/5).
Cecep menyesalkan ujaran rasis yang dilontarkan rektor ITK yang seharusnya menjadi teladan dengan menjaga ucapan serta integritasnya. Dia mendorong Budi Santosa meminta maaf kepada umat Islam.
Dia juga meminta rektor ITK segera bertanggung jawab atas tindakannya dengan menjalani proses hukum. Untuk itu, aparat penegak hukum pun harus proaktif mengusut dugaan SARA dalam unggahan di media sosial Budi Santosa.
Menurutnya, rektor ITK dapat disangkakan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Rektor ITK juga dapat disangkakan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Sementara itu, menurut Cecep, untuk kondusivitas kampus, rektor ITK harus dinonaktifkan sementara. Penonaktifan sementara ini dilakukan selama pemeriksaan dari Kemendikbud dan aparat penegak hukum.
Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih juga mendesak Mendikbud untuk segera mengambil tindakan tegas. "Sebaiknya Mendikbud mengambil langkah strategis karena ini sudah masuk ke ranah hukum," kata Fikri, Rabu.
Menurutnya, sebagai seorang rektor, tindakan yang dilakukan Budi dinilai mengejutkan dan sangat sembrono. Politikus PKS itu memandang unggahan status tersebut layak dinilai provokatif, rasis bahkan melecehkan norma agama.
Fikri menilai dengan adanya kasus ini, Budi juga terbukti tidak objektif dalam menjalankan tugasnya sebagai reviewer LPDP. Hal ini karena dinilai punya penilaian di luar parameter keilmuan yang dibutuhkan untuk lolosnya seorang kandidat penerima beasiswa.
"Bila Pak Budi Santoso Purwokartiko ini mau mengevaluasi hasil rekrutmen untuk perbaikan LPDP tentu juga harus memakai acuan data sebelumnya bisa menggunakan sampel dengan seri waktu," ujar dia.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD juga mengkritik soal kata-kata agamis dan kerudung yang dikaitkan dengan manusia gurun. "Memuji-muji sebagai mahasiswa/mahasiswi hebat hanya karena mereka tidak memakai kata-kata agamis, ‘Insyaallah, qadarallah, syiar’ sebagaimana ditulis oleh Rektor ITK itu juga tidak bijaksana," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, sejak 1990-an banyak profesor-profesor di kampus besar, seperti UI, ITB, UGM, IPB, yang tadinya tidak mengenakan jilbab menjadi berjilbab. "Ibu Dirut Pertama dan Kepala Badan POM juga berjilbab. Mereka juga pandai-pandai, tapi toleran, meramu keislaman dan keindonesiaan dalam nasionalisme yang ramah," ujar dia.
Menurut dia, pakaian yang Islami itu merupakan niat menutup aurat dan sopan. Model pakaiannya pun bisa beragam dan tak harus pakai cadar atau gamis. "Model pakaian adalah produk budaya. Maka itu, menuduh orang pakai penutup kepala, seperti jilbab ala Indonesia, Melayu, Jawa, dan lain-lain sebagai manusia gurun adalah salah besar," kata Mahfud menegaskan.
Pakaian yg Islami itu adl niat menutup aurat dan sopan; modelnya bisa beragam dan tak hrs pakai cadar atau gamis. Model pakaian adl produk budaya. Maka itu menuduh orang pakai penutup kepala spt jilbab ala Indonesia, Melayu, Jawa, dll sbg manusia gurun adl salah besar. — Mahfud MD (mohmahfudmd) May 1, 2022
Siap Hadapi
Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Balikpapan Budi Santoso Purwokartiko menjawab kritik publik atas tulisannya yang dipandang mengandung SARA dan Islamophobia saat mewawancarai calon penerima beasiswa LPDP. Budi Santoso mengatakan dirinya siap menghadapi konsekuensi atas tulisan yang ia unggah di akun media sosial Facebook tersebut.
Setelah dikonfirmasi wartawan, Budi Santoso Purwokartiko membenarkan tulisan status tersebut memang ia buat. Ia pun mengakui siap menerima konsekuensi atas tulisannya yang viral di media sosial.
"Ya (respons) itu, konsekuensi dari bahasa tulisan saya ya. Bisa jadi persepsinya akan berbeda-beda. Banyak yang men-screenshot kemudian dikasih pengantar seakan-akan saya tidak adil, diskriminatif," kata Budi ketika dikonfirmasi pada akhir pekan lalu.
Ia menjelaskan, apa yang ditulisnya tidak bermaksud menyinggung umat Islam. Karena itu, ia menyayangkan banyak pihak yang dengan sengaja menafsirkan berbeda penjelasan atas tulisannya dan menjadi salah paham.
Secara pribadi, ia mengeklaim, tidak pernah melihat pribadi seseorang berdasarkan pakaian, apakah ia berkerudung atau tidak, menjadi paling taat atau tidak. Karena itu, ia membantah tulisannya itu memuat hinaan SARA atau diskriminatif terhadap Islam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Arus Balik Bakauheni-Merak Krusial
Jalur tol Semarang-Jakarta dan penyeberangan Bakauheni-Merak menjadi dua titik krusial pada arus balik.
SELENGKAPNYAWaspada Hepatitis Misterius tanpa Kepanikan
WHO kantor Amerika menyatakan, sudah ada lebih dari 200 kasus hepatitis dari 20 negara di dunia.
SELENGKAPNYAPerang Energi Intai Eropa
Hungaria, Bulgaria, Slovakia, dan Ceska mengaku belum siap memberlakukan embargo atas Rusia.
SELENGKAPNYA