Kabar Utama
Waspada Hepatitis Misterius tanpa Kepanikan
WHO kantor Amerika menyatakan, sudah ada lebih dari 200 kasus hepatitis dari 20 negara di dunia.
JAKARTA -- Masyarakat diimbau waspada setelah tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN dr Ciptomangunkusumo (RSCM), Jakarta, meninggal dunia dengan dugaan penyakit hepatitis misterius. Meski belum diketahui secara pasti penyebab meninggal dunia, kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan tanpa harus disertai kepanikan.
Mantan direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, mengatakan, masyarakat tidak perlu panik dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus hepatitis akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika, dan Asia, termasuk Indonesia. Menurut dia, bila memang ada kasus penyakit apa pun di dunia yang tidak seperti biasa, akan dimasukkan dalam Disease Outbreak News (DONs) atau yang biasa disebut KLB.
“Sehingga ini (status KLB) merupakan prosedur rutin di WHO untuk menyajikan informasi ke dunia tentang kejadian kesehatan masyarakat yang penting, atau yang berpotensi menjadi hal yang penting,” kata Tjandra dalam keterangannya, Rabu (4/5).
Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai KLB oleh Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO), jumlah laporan terus bertambah. Hingga Rabu (4/5), tercatat lebih dari 200 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.
Kemenkes telah meningkatkan kewaspadaan dalam dua pekan terakhir setelah WHO menyatakan KLB pada kasus hepatitis akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika, dan Asia, dan belum diketahui penyebabnya sejak 15 April 2022.
Saat ini, Tjandra menambahkan, WHO kantor Amerika menyatakan, sudah ada lebih dari 200 kasus dari 20 negara di dunia. Sepanjang April 2022, ada 10 penyakit Disease Outbreak News WHO, yaitu hepatitis ini dengan laporan pertama 15 April di Inggris dan Irlandia, serta 23 April di berbagai negara.
Lalu juga ada ebola di Kongo, Japanese encephalitis di Australia, Salmoneum thypimurium di berbagai negara, kolera di Malawi, malaria di Somalia, demam kuning di Uganda, VDPV (vaccine derived polio virus) tipe 3 di Israel, dan MERS CoV di Arab Saudi. Dengan demikian, ada banyak yang masuk dalam DONs, bukan hanya hepatitis.
Artinya, kata Tjandra, penempatan penyakit tertentu di dalam DONs bertujuan agar dunia mengetahui informasi awal dan menjadi perhatian bersama. Belum tentu berarti akan menjadi wabah luas di dunia atau tidak. “Kita jelas perlu waspada, tetapi tidak perlu juga menjadi panik tidak beralasan,” ujar Tjandra.
Di sisi lain, negara juga perlu mengambil langkah antisipasi yang diperlukan, dan masyarakat melakukan langkah kewaspadaan untuk keluarga. Tentunya, juga dengan terus ikuti bukti-bukti ilmiah yang akan tersedia dalam hari-hari mendatang ini.
Kementerian Kesehatan meningkatkan kewaspadaan setelah tiga pasien anak yang dirawat di RSCM Jakarta meninggal dunia dengan dugaan akibat penyakit hepatitis akut. Kemenkes meminta masyarakat meningkatkan personal hygiene untuk mencegah kasus hepatitis misterius ini meluas.
“Ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat,” ujar Juru Bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi.
Dia mengatakan, gejala yang ditemukan pada pasien-pasien ini adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang, dan penurunan kesadaran. Terkait penyebab penyakit ini, Nadia memastikan tidak sama dengan virus hepatitis A, B, C, D, dan E yang sebelumnya beredar. Namun, pihaknya memastikan hepatitis akut ini adalah kelompok adenovirus dan gejalanya kuning karena menginfeksi jaringan hati.
Nadia menjelaskan, Kemenkes belum tahu penyebab hepatitis akut ini atau informasi lainnya. Oleh karena itu, saat ini Kemenkes sedang berupaya untuk melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap.
Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut. Selama masa investigasi, Kemenkes mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tetap tenang.
“Lakukan tindakan pencegahan dengan melakukan personal hygiene, seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit, serta tetap melaksanakan protokol kesehatan (prokes),” kata Nadia.
Menurut dia, upaya ini penting dilakukan karena belum diketahui secara pasti penyebabnya. Apalagi, Nadia mengingatkan, vaksin untuk melawan penyakit ini belum tersedia.
Pihaknya meminta jika anak-anak memiliki gejala kuning, sakit perut, muntah-muntah, dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang, penurunan kesadaran agar segera memeriksakan anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Nina Susana Dewi, mengatakan, sesuai dengan surat edaran (SE) dari Kemenkes terkait kewaspadaan kasus hepatitis tersebut, pihaknya melakukan berbagai kewaspadaan.
"Kami menyampaikan SE tersebut ke Kadinkes kab/kota juga ke Rumah Sakit (RS) se-Jabar serta komunikasi melalui WA grupnya agar dilakukan pemantauan dan kordinasi termasuk dengan KKP," ujar Nina, Rabu (4/5).
Nina mengatakan, sampai saat ini belum ada kasus hepatitis yang terlaporkan di Jabar.
Tak terkait vaksin Covid-19
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban membantah adanya korelasi penyakit hepatitis akut dengan vaksinasi Covid-19. Faktanya, justru banyak dari anak-anak yang terinfeksi penyakit misterius ini belum menerima vaksin Covid-19.
“Hipotesis ini (anak terkena hepatitis terkait dengan vaksin Covid-19) tidak didukung data karena sebagian besar anak-anak yang terkena hepatitis misterius ini justru belum menerima vaksinasi Covid-19,” kata Zubairi, Rabu (4/5).
Zubairi mengatakan, hepatitis ini masih misterius karena hingga kini tercatat 228 kasus dugaan hepatitis akut pada anak dari 20 negara. Kemudian, menurut dia, 50 kasus tambahan sedang diselidiki.
“Tersangka utama sementara ini diduga Adenovirus 41 (CDC). Hasil positif didapat dengan tes darah keseluruhan, bukan hanya dengan plasma,” ujar Zubairi.
Diduga, kata dia, Adenovirus 41 sebelumnya tak pernah merusak liver, kecuali kekebalan tubuhnya buruk. Namun, hepatitis akut ini menyerang anak-anak, notabene yang imunitasnya bagus. Di Indonesia, tercatat tiga anak yang meninggal dunia akibat penyakit ini.
Penyebab hepatitis akut ini masih diselidiki para pakar, baik pakar kesehatan global maupun Indonesia. “Para ahli sedang menyelidiki, termasuk di Indonesia. Sebagian ketemu Adenovirus 41, sebagian ketemu SARS-CoV2, sebagian kombinasi dua virus itu, dan masih mungkin dipicu penyebab lain,” kata dokter spesialis penyakit dalam ini.
Dalam literatur disampaikan bahwa Adenovirus adalah virus umum yang menyebabkan berbagai penyakit, seperti pilek, demam, sakit tenggorokan, bronkitis, pneumonia, dan diare. Adenovirus 41 belum pernah terkait dengan hepatitis dan patogen umum ini biasanya bisa sembuh sendiri.
Namun, lanjut Zubairi, kasus hepatitis misterius ini menjadi amat serius karena beberapa anak meninggal. Bahkan di Inggris, 10 dari 145 pasien dengan hepatitis akut ini memerlukan transplantasi hati.
Zubairi melanjutkan, berdasarkan data WHO, rentang usia pasien yang diidentifikasi sejauh ini antara bayi berusia satu bulan hingga remaja berusia 16 tahun. Untuk gejalanya, sebagian besar anak-anak ini mengalami masalah gastrointestinal terlebih dahulu, diikuti penyakit kuning.
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Adib Khumaidi, meminta agar seluruh organisasi profesi medis di bawah IDI, seluruh dokter dan tenaga kesehatan yang bertugas di berbagai jenis fasilitas kesehatan tingkat pertama, yakni puskesmas, posyandu, klinik praktik mandiri, serta dokter praktik perorangan juga mewaspadai setiap gejala hepatitis pada anak dan dewasa.
Pemeriksaan patogen (biologis ataupun kimiawi) perlu dilakukan lebih lanjut untuk memastikan hepatitis misterius ini.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Piprim Basarah Yanuarso juga meminta agar seluruh dokter anak dan residen dokter anak juga turut mengawasi apabila muncul gejala hepatitis misterius.
Ia mengimbau orang tua agar mendeteksi secara dini jika menemukan anak-anak dengan gejala-gejala, seperti kuning, mual atau muntah, diare, nyeri perut, penurunan kesadaran atau kejang, lesu, dan demam tinggi. “Segera periksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat,” ujar dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Umayyah binti Qais Pelopor Juru Rawat Perempuan
Rasulullah memberi apresiasi khusus atas dedikasinya di dunia perawatan.
SELENGKAPNYAAsma’ Binti Yazid Jubir Muslimah Zaman Rasulullah
Keberanian dan kecerdasan Asma’ binti Yazid ini jarang ditemui pada masa Nabi.
SELENGKAPNYAArus Balik Bakauheni-Merak Krusial
Jalur tol Semarang-Jakarta dan penyeberangan Bakauheni-Merak menjadi dua titik krusial pada arus balik.
SELENGKAPNYA