Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tausiyah

Fenomena Stres

Siapapun tidak mudah menghindari stres. Yang dapat dilakukan ialah bagaimana mengurangi stres itu sampai dalam batas yang wajar.

Oleh Kontemplasi Ramadhan (16)

PROF KH NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal

Salah satu keluhan manusia modern ialah stres. Dalam pandangan kedokteran, tidak semua stres itu buruk, namun memang lebih banyak bahayanya bagi kesehatan. Stres ialah suatu kondisi di mana  seseorang berada di dalam ketegangan karena adanya ketidakjelasan antara harapan dan kenyataan.

Fenomena stres bisa tampak di dalam berbagai gejala. Bisa gejalanya muncul pada fisik maupun psikis. Fenomena fisik bisa dalam bentuk gangguan fisik seperti gatal-gatal, pusing, mual, dan sakit perut. Fenomena psikis bisa dalam bentuk uring-uringan, marah-marah, dan diam seribu bahasa.

Sebenarnya stres tidak selamanya negatif. Tantangan beban kerja bagi para eksekutif dapat melahirkan kreasi-kreasi baru di dalam menyelesaikan suatu persoalan. Selalu ada saja ide spontanitas jika seseorang itu terdesak waktu.

Bahkan ada yang mengatakan, hidup yang sama sekali bebas dari stres sama bahayanya dengan stres, bahkan bisa lebih buruk lagi. Hidup tanpa stres tidak memberi peluang untuk berkembang. Malah yang terjadi adalah suasana monoton, membosankan, dan kebosanan.

 
Sebenarnya stres tidak selamanya negatif. Tantangan beban kerja bagi para eksekutif dapat melahirkan kreasi-kreasi baru di dalam menyelesaikan suatu persoalan.
 
 

Ada banyak faktor yang dapat memicu stres (stressor). Ada faktor dari luar diri seseorang dan ada faktor dari dalam. Pemicu stres dari luar antara lain dikejar-kejar dead line dalam suatu urusan, konflik dengan seseorang, termasuk konflik rumah tangga, baru saja di-PHK, tuntutan ekonomi mendesak, dan janji mendesak untuk ditunaikan.

Faktor dari dalam ialah kekecewaan berat yang melanda dirinya karena kekeliruannya di dalam mengambil kesimpulan dan keputusan, penyakit yang tak kunjung sembuh, dan negative thinking pada dirinya sendiri semakin berat dengan hadirnya masalah yang bertubi-tubi, apalagi dalam waktu yang berdekatan.

Para ahli mengungkapkan tanda-tanda stres, seperti diungkapkan oleh Sean Covey antara lain: keletihan yang tanpa diketahui sebab-musababnya, gangguan makan misalnya kehilangan nafsu makan, gangguan tidur misalnya tidak bisa tidur atau gampang terbangun, keluarnya air mata tanpa terkendalikan.

Kemudian, terlintas pikiran untuk bunuh diri atau berdoa agar Tuhan mengambil nyawanya, hilangnya keterkaitan pada hal-hal khusus pada dirinya seperti berpakaian necis, tidak bisa fokus dan berkonsentrasi dalam pekerjaan, sering merasa mengerut ketika sedang sakit ringan, tegang atau pening tanpa diketahui sebab musababnya, minum alkohol berlebihan, lekas marah dan mudah tersinggung, dan sering muncul pemikiran radikal dan ekstrem.

 
Siapapun tidak mudah menghindari stres. Yang dapat dilakukan ialah bagaimana mengurangi stres itu sampai dalam batas yang wajar. 
 
 

Siapapun tidak mudah menghindari stres. Yang dapat dilakukan ialah bagaimana mengurangi stres itu sampai dalam batas yang wajar. Stres disebabkan oleh banyaknya tuntutan yang harus diselesaikan dalam waktu relatif bersamaan. Karena itu, hanya orang yang mampu mengatasi stres yang dapat bertahan hidup secara wajar. Orang yang tidak bisa memenej stresnya akan dirundung kekecewaan dan penderitaan berkepanjangan.

Yang perlu diperhatikan ialah jangan sampai kita menanam bibit-bibit stres, yaitu menginvestasikan perasaan kita kepada orang lain atau suatu objek tertentu yang pada gilirannya kita akan menuai stres. Di antara bibit-bibit stres itu ialah menjadi penggemar fanatik seorang figur atau sebuah tim. Begitu figur favoritnya kalah atau terpeleset maka dirinya pun ikut serta di dalamnya.

Terlalu berharap banyak kepada seseorang, tetapi begitu orang itu berbalik maka stres melanda dirinya. Menaruh harapan pada hal-hal yang bersifat spekulatif, seperti berjudi, dan bermain di pasar saham atau pialang.

Begitu kalah, beban berat terpikul di pundaknya. Terlalu banyak menceritakan rahasia pribadi kepada orang lain, begitu berpisah maka stres terjadi karena khawatir rahasianya terbongkar.

Terlalu banyak berpindah-pindah tempat kerja atau tempat tinggal, sehingga seperti tidak punya pegangan dalam hidup. Kesemuanya ini akan lebih memicu peningkatan stres. Karena itu, kembalilah kepada ajaran agama maka niscaya stres akan teratasi

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Atiqah dan Kesabaran Istri Syuhada

Atiqah sempat menikah empat kali dengan pria-pria terbaik dari generasi awal Islam.

SELENGKAPNYA

Covid-19 Diprediksi Landai Pasca-Lebaran

Hasil serosurvei menunjukkan hampir 100 persen masyarakat Indonesia memiliki antibodi Covid-19.

SELENGKAPNYA

Alquran Kitab Terbuka

Dengan sikap keterbukaannya itu, justru hingga sekarang tidak ada satu pun yang berdaya menandingi Alquran.

SELENGKAPNYA