Internasional
Sri Lanka Cari Pinjaman 2,5 Miliar Dolar ke Cina
Saat ini Sri Lanka yang tengah dilanda krisis itu memiliki cadangan devisa terbatas.
KOLOMBO – Pemerintah Sri Lanka mengatakan sedang mencari pinjaman dana sebesar 2,5 miliar dolar AS ke Cina. Dana itu akan digunakan untuk mengatasi krisis yang tengah melanda negara tersebut.
Duta Besar Sri Lanka untuk Cina Palitha Kohona mengungkapkan, negaranya sedang berusaha meminjam 1 miliar dolar AS kepada Cina. Nantinya dana tersebut akan digunakan untuk membayar kembali pinjaman Beijing yang jatuh tempo pada Juli mendatang. Pada saat bersamaan, Sri Lanka pun berupaya meminta jalur kredit senilai 1,5 miliar dolar AS kepada Negeri Tirai Bambu.
Dari jalur kredit itu, Sri Lanka hendak membeli barang-barang asal Cina, seperti tekstil untuk mendukung industri ekspor pakaian jadi. Kohona mengungkapkan, proses pengajuan pinjaman itu kemungkinan akan memakan waktu beberapa pekan. Namun, dia tak memberikan kerangka waktu yang tepat dan tidak mengungkap persyaratan pendanaan.
“Mengingat keadaan saat ini, tidak banyak negara yang bisa melangkah ke lapangan dan melakukan sesuatu. Cina adalah salah satu negara yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat,” kata Kohona.
Menurut Kohona, baru-baru ini, Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa menulis surat kepada Presiden Cina Xi Jinping. Gotabaya secara terbuka menyampaikan bahwa negaranya mencari dukungan kredit.
“Permintaan kami akan dipenuhi, tapi mereka harus melalui sistem Cina,” ucapnya.
Saat ini Sri Lanka sedang menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade. Sri Lanka bahkan akan menangguhkan sementara pembayaran utang luar negerinya.
Saat ini negara yang tengah dilanda krisis itu memiliki cadangan devisa terbatas. Pekan depan Sri Lanka juga berencana memulai pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membahas program pinjaman.
“Sudah sampai pada titik bahwa melakukan pembayaran utang itu menantang dan tidak mungkin. Tindakan terbaik yang dapat diambil adalah merestrukturisasi utang dan menghindari default yang sulit,” kata Gubernur Bank Sentral Sri Lanka P. Nandalal Weerasinghe kepada awak media, Selasa (12/4).
Weerasinghe mengungkapkan, keputusan penangguhan pembayaran utang luar negeri Sri Lanka diambil dengan itikad baik. “Ini untuk sementara sampai kami mencapai kesepakatan dengan kreditur dan dukungan program dengan IMF (Dana Moneter Internasional),” ucapnya.
Bulan lalu, harga barang-barang di sana naik 19 persen atau merupakan yang tercepat di Asia. Melambungnya harga turut disertai dengan meluasnya pemadaman listrik, kelangkaan makanan dan obat-obatan.
Kondisi tersebut mendorong warga Sri Lanka turun ke jalan dan menggelar demonstrasi. Gelombang demonstrasi telah mendorong 26 menteri di pemerintahan Gotabaya mundur pada 3 April lalu. Hal itu memaksa Gotabaya membentuk kabinet baru untuk menopang jalannya pemerintahan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.