Nasional
ICMI akan Beri Masukan untuk RUU Sisdiknas
Pendidikan penting untuk membekali para penerus bangsa.
JAKARTA -- Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) melakukan kajian rutin terhadap Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang sedang digodok oleh pemerintah. Hasil kajian itu akan menjadi masukan ICMI kepada pembentuk UU.
"Ada milestone yang akan kita susun, dan kemudian pada akhirnya kita akan memberikan masukan secara resmi kepada pemerintah bagaimana pandangan ICMI dan masukan-masukan apa yang penting untuk kita sampaikan kepada pemerintah maupun DPR sebagai lembaga legislatif," kata Ketua Umum ICMI Arif Satria, Jumat (8/4).
Menurut Arif, sistem pendidikan nasional memang harus terus terperbaharui dengan perkembangan situasi terkini. Dia mengatakan, situasi saat ini tentu berbeda dengan situasi pada 15 atau 10 tahun yang lalu.
“Sekarang butuh penyesuaian-penyesuaian yang penting karena berkaitan dengan soal perubahan kebutuhan, ya. Kebutuhan kompetensi, kebutuhan skill ke depan itu akan seperti apa," kata Arif.
Ia menambahkan, pendidikan merupakan dunia yang sangat diperlukan untuk membekali para penerus bangsa. Pendidikan juga penting agar para siswa maupun mahasiswa dapat berperan penting bagi keberlangsungan bangsa ini ke depan.
"Kalau dalam Islam adalah membawa rahmat bagi seluruh alam. Ini adalah misi dunia yang terus harus dikembangkan," tutur dia.
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta Prof Suyanto menilai, perubahan yang perlu ada dalam RUU Sisdiknas terkait dengan penyiapan masa depan pendidikan bangsa dalam menghadapi disrupsi teknologi. Selama pandemic Covid-19, ia mengatakan, bangsa ini sebenarnya sudah memiliki pengalaman dalam pemanfaatan teknologi digital.
Melihat itu, dia menilai, semestinya di dalam RUU Sisdiknas dilakukan penguatan terhadap modalitas pendidikan Indonesia ke depan. Dia menekankan perlunya penguatan dalam tiga hal modalitas pendidikan ke depan.
"Pertama itu fleksibel, kemudian mobile integrated, dan customized. Nah itu harusnya dielaborasi karena ke depan ini syarat dengan teknologi digital itu. Nah, rancangan ini belum menyentuh itu," kata Suyanto.
Ketua Majelis Pendidikan Tinggi ICMI Ganefri menilai, RUU Sisdiknas harus visioner atau memiliki ruang lingkup ke depan. Karena itu, dia mengatakan, pembahasan RUU tersebut memang harus melibatkan sebanyak mungkin pemangku kepentingan, terutama dari publik.
"Tidak dapat kita pungkiri, walaupun ada beberapa pakar yang diundang terkait dengan draf RUU ini, ya masih banyak publik menganggap ini terkesan belum terbuka," jelas Ganefri.
Dia mengatakan, RUU Sisdiknas ini menyangkut masa depan Indonesia. Menurut dia, pembahasannya memang sudah harus dimulai dan tidak boleh dihentikan. Akan tetapi, para pembuat UU tak harus memaksakan RUU Sisdiknas itu harus masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022.
"Pembahasan ini saya kira harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan lebih banyak. Jadi karena memang kita melihat kondisi keberagaman, disparitas, dan kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia ini tidak memungkinkan diperoleh kajian yang mendalam dengan waktu singkat dan keterlibatan publik yang sangat terbatas," jelas dia.
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo mengatakan, pelibatan publik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Sisitem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) memang masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, uji publik tahap berikutnya akan dilaksanakan dalam waktu dekat dengan mengundang pihak-pihak yang belum sempat diundang dalam uji publik tahap pertama.
"Kami sepakat juga pelibatan publiknya memang perlu ditingkatkan. Ini memang belum sangat-santa luas karena baru dalam tahap pernecanaan," ujar dia.
Madrasah di RUU Sisdiknas
Wakil Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Mohammad Najib mengatakan, nomenklatur madrasah sudah kembali muncul dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) terakhir. Najib mengatakan, ia telah menerima draf terbaru dari RUU Sisdiknas yang menyebutkan nomenklatur madrasah.
"Di draf RUU yang terakhir ternyata juga sebetulnya nomenklatur madrasah muncul lagi dalam RUU Sisdiknas ini. Terlepas dari pro kontra, yang jelas RUU Sisdiknas ini menyangkut tentang hajat hidup orang banyak, menyangkut semua kebutuhan masyarakat Indonesia, dan menyangkut sektor yang strategis, dan berorientasi jangka panjang," kata Najib dalam diskusi daring, Jumat (8/4).
Dia menjelaskan, Indonesia sejatinya sudah memiliki UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dia juga berpendapat UU itu sebenarnya masih relevan saat ini.
"Namun, bersamaan dengan perjalanan situasi dan perkembangan zaman, termasuk juga perkembangan digitalisasi, para ahli mengusulkan ada revisi atau ada perbaikan UU Sistem Pendidikan dalam bentuk RUU Sisdiknas," kata dia.
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, menerangkan, RUU Sisdiknas sebenarnya sudah masuk ke dalam Program Legilasi Nasonal (Prolegnas) Jangka Menengah sejak 2019. Namun, pembahasan yang lebih intensif di Kemendikbudristek baru dimulai pada 2021.
Karena itu, tahapan pembahasan RUU Sisdiknas ini masih berada dalam tahap perencanaan. Dalam tahap ini, Kemendikbudristek sudah melakukan uji publik melibatkan 40 lembaga dan puluhan ahli.
Menurut Nino, sapaan akrabnya, proses uji publik akan dilakukan berkala. Untuk itu, dia menekankan kepada seluruh pemangku kepentingan di bidang pendidikan untuk jangan khawatir ketinggalan kereta dalam proses uji publik karena keretanya belum berangkat.
Sebelumnya, draf RUU Sisdiknas menghapus penyebutan madrasah sehingga memunculkan pro dan kontra. Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, Kementerian tidak memiliki keinginan untuk menghapus madrasah, sekolah, atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional (sisdiknas).
Nadiem menjelaskan, sekolah maupun madrasah secara substansi akan tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas. Namun, kata dia, penamaan secara spesifik, seperti SD dan MI, SMP dan MTs, atau SMA, SMK, dan MA akan dipaparkan di bagian penjelasan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Mendaki Kelezatan Iman
Berpuasa cara Allah SWT supaya sang hamba naik tingkat dalam merasakan kelezatan iman.
SELENGKAPNYAMudik Ujian Menuju Status Endemi Covid-19
Bila sudah masuk status endemi, potensi peningkatan kasus Covid-19 bukan berarti tidak ada
SELENGKAPNYAPolisi Diminta Selesaikan Kasus Akseyna
Jasad Akseyna ditemukan mengambang di Danau Kenanga, UI pada 26 Maret 2015.
SELENGKAPNYA