Opini
Perilaku Flexing di Bulan Suci
Galibnya, ini dominan pada usia muda (milenial) yang sedang mencari identitas diri sehingga butuh pengakuan.
MUKHAER PAKKANNA, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta
Pandemi Covid-19 yang berlangsung lebih dua tahun terakhir, mengubah pola perilaku manusia. Aktivitas proses belajar-mengajar dan bekerja dari rumah menjadi habitus baru, setalian kemudahan pemanfaatan teknologi informasi.
Demikian juga aktivitas media sosial (medsos), mendisrupsi media konvensional. Medsos memberikan kemudahan mengakses sekaligus menjadi kanal informasi, komunikasi, dan media aktualisasi diri. Dalam konteks ini, flexing mendapat tempat berkembang biak.
Per definisi, flexing (Inggris) artinya pamer. Perilaku ini banyak menyeruak di dunia maya atau medsos menyusul fenomena crazy rich. Banyak netizen menyematkan, flexing kerap dilakukan orang kaya palsu yang suka pamer harta kekayaan di ruang publik.
Banyak riset psikologi pemasaran menyebutkan, perilaku flexing dipicu, pertama, untuk memantik perhatian lawan jenis.
Galibnya, ini dominan pada usia muda (milenial) yang sedang mencari identitas diri sehingga butuh pengakuan.
Dalam buku ‘’Spent Speed Summary: Sex, Evolution, and Consumer Behavior’’ (Viking, 2009), Geoffrey Miller menyatakan, semua perilaku konsumerisme bisa disusuri dan berakar pada usaha seseorang menarik perhatian lawan jenis atau orang yang disukainya.
Galibnya, ini dominan pada usia muda (milenial) yang sedang mencari identitas diri sehingga butuh pengakuan.
Kedua, ingin mendongkrak rasa percaya diri. Riset yang dirujuk Hestianingsih (2022) menunjukkan, tatkala seseorang merasa sedih atau rendah diri, cenderung akan membeli barang-barang mewah.
Dalam buku ‘’Brandwashed: Tricks Companies Use to Manipulate Our Minds and Persuade Us to Buy’’ (2011), Martin Lindstrom, menjelaskan, anak-anak dengan kepercayaan diri rendah lebih mengandalkan menggunakan barang-barang mahal, ketimbang mereka dengan rasa percaya diri tinggi.
Bahkan, perilaku flexing disebabkan meragukan diri sendiri sehingga butuh validasi dari lingkungan. Ketiga, ada masalah kepribadian yang bisa dikaitkan dengan perilaku histrionik dan narsistik (Hestianingsih, 2022).
Bahkan, perilaku flexing disebabkan meragukan diri sendiri sehingga butuh validasi dari lingkungan.
Histrionik adalah orang yang suka mencari perhatian, sementara narsistik, mereka yang cenderung merasa lebih hebat dari yang lain. Umumnya, kekayaan yang mereka pamerkan bisa dilacak dari beberapa sumber.
Misalnya, hasil pencucian uang orang tertentu kemudian dititipkan ke mereka. Bisa juga dari hasil kejahatan. Trading berbasis virtual criptocurrency tanpa underlying asset, permainan binomo, binary option, mirip judi daripada instrumen investasi.
Artinya, perilaku flexing bukan dari kalangan yang berada secara materi. Orang yang benar-benar kaya, jarang pamer. Malah, tak pernah terlintas di benak mereka pamer kekayaan.
Dalam perkembangan berikutnya, ada flexing yang justru lebih berbahaya yakni memamerkan amal atau kegiatan ibadah di medsos atau ruang publik. Seperti memamerkan donasi, puasa, shalat Tahajud, berdoa, kurban, umrah, haji, wisata spiritual, dan lainnya.
Ramadhan lahan empuk berkembangbiaknya flexing amal. Padahal, puasa ibadah bersifat pribadi dan hanya Allah SWT yang tahu.
Ramadhan lahan empuk berkembangbiaknya flexing amal. Padahal, puasa ibadah bersifat pribadi dan hanya Allah SWT yang tahu. Maka, setiap orang yang melakukannya hanya karena Allah, bukan orang lain.
Maka, perilaku flexing pahala atau amal ditegur Allah, “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu merusak sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan penerima), seperti orang yang menginfakkan hartanya karena riya (flexing) kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. Perumpamaannya (orang itu) seperti batu yang licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, maka tinggallah batu itu licin lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apa pun dari apa yang mereka kerjakan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir." (QS 2: 264).
Tentu, Allah tahu donasi itu dengan ketaatan atau kemaksiatan. Sehingga memberi dua pilihan ditampakkan atau dirahasiakan. Sesuai hadis, orang bersedekah secara sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tak tahu yang disedekahkan tangan kanannya.
Sesuai hadis, orang bersedekah secara sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tak tahu yang disedekahkan tangan kanannya.
Menampakkan sedekah agar orang lain meneladan itu baik. Namun menyembunyikan tanpa memberi tahu siapapun lebih elok untuk menghindari riya dan sum’ah atau gemar menunjukkan amal yang dilakukan agar mendapat sanjungan.
Namun, ada yang perlu diluruskan atas rezeki yang perlu disampaikan ke publik sebagai rasa syukur tanpa mengundang riya. Seperti dinukil sebuah kisah, mengutip Muhtahrul Alif (2022), suatu ketika Malik Ibn Nadhrah al-Jusyami bersandingan dengan Nabi.
Melihat pakaian Malik sangat jelek, Nabi bertanya. “Apakah engkau mempunyai harta?” Malik menjawab. “Saya punya berbagai harta”. Nabi lalu menasihatinya, ”Bila Allah menganugerahkanmu harta, baiknya terlihat tanda atau bekas anugerahnya pada dirimu.”
Akhirnya, perlu mendalami ayat tentang Qarun, pelaku flexing dengan tujuan menyombongkan diri. Artinya, flexing materi dan amal sama saja, bahkan flexing amal lebih berbahaya karena terlihat taat beribadah tapi sesungguhnya pongah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Kota Sehat, Bumi Sehat
Kesehatan manusia bergantung kesehatan ekosistem lingkungan kota.
SELENGKAPNYATantangan Mudik Tahun Ini
Jumlah pemudik yang meningkat tajam tahun ini menjadi tantangan berat bagi pemerintah.
SELENGKAPNYARamadhan dan Pengokohan Ekonomi Umat
Puasa memiliki kekuatan transformatif membangun perilaku hemat dan membudayakan hidup sehat.
SELENGKAPNYA