Khazanah
Cara Mulai Puasa Ramadhan
Terlepas perbedaan memulai puasa Ramadhan, yang jelas dalam satu negara diutamakan persatuan.
DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute
Allah berfirman: “Faman syahida minkumusy syahra fal yashumhu” (siapa yang hadir pada bulan itu maka berpuasalah) (QS al-Baqarah: 185).
Ada dua makna pada ayat ini. Pertama, objek kata “syahida” adalah negeri tempat tinggal, maksudnya siapa yang berada di negerinya (tidak musafir), maka berpuasalah.
Ini menunjukkan bahwa musafir tidak diwajibkan berpuasa karena termasuk yang mendapatkan dispensasi. Namun, dia wajib mengganti pada hari yang lain: “Aw ‘alaa safarin fa’iddatun min ayyamin ukhar” (QS al-Baqarah: 184).
Kedua, objek kata “syahida” adalah bulan, maksudnya siapa yang melihat hilal tanggal satu Ramadhan, maka berpuasalah.
Makna yang kedua ini diperkuat oleh hadis Rasulullah SAW: “Shuumuu liru’yatihii wa afthiruu liru’yatihii, fain ghumma ‘alaikum fa akmilul iddata” (Berpuasalah kamu ketika melihat hilal tanggal satu Ramadhan dan berhentilah berpuasa ketika melihat hilal tanggal satu Syawal. Jika hilal itu tertutup awan, lengkapilah jumlah hitungan bulan menjadi tiga puluh hari (HR Muslim).
Dalam Sahih Bukhari, juga disebutkan hadis yang sama dengan redaksi yang sedikit berbeda, akhir hadisnya berbunyi: “faqduruu lahu”. Maksudnya sama, lengkapilah hitungan bulan menjadi 30 hari.
Sebab, hakikat hitungan bulan dalam Islam seperti yang dijelaskan Nabi Muhammad SAW adalah: “Asy syahru hakadza wa hakadza wa hakadza”, Nabi menunjukkan sepuluh jari tangannya tiga kali. Artinya, sebulan itu 30 hari.
Lalu, Nabi Muhammad mengulangi lagi dengan menunjukkan sepuluh jari tangannya tiga kali kecuali pada yang terakhir melipat satu jarinya untuk menunjukkan bahwa sebulan bisa jadi 29 hari (HR Bukhari). Artinya, jika seorang hamba berpuasa Ramadhan 29 hari itu lengkap satu bulan.
Pada dasarnya dalam menjalankan ajaran agama harus berdasarkan keyakinan, bukan perkiraan: “Al ilmu muqaddamun ‘alazh zhan”. Karena itu, Nabi Muhammad mengarahkan umatnya agar mengutamakan melihat hilal untuk memulai berpuasa.
Terlepas dari perbedaan pendapat antara memulai puasa Ramadhan berdasarkan hisab atau rukyah (melihat hilal), yang jelas bahwa dalam satu negara diutamakan persatuan. Sebab, tidak memungkinkan dalam satu negara beralasan ikhltilaful mathali (perbedaan terbitnya hilal).
Lebih-lebih jika pemerintah di negara tersebut telah turun langsung mengurus hilal. Maka, tidak perlu adanya perbedaan pendapat. Sebab bagaimanapun pemerintah akan bertanggung jawab di dunia dan akhirat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda: “Ash shaumu yauma tashuumuun wal fithr yauma tafthuruun” (berpuasalah kamu pada hari orang-orang berpuasa dan berhentilah berpuasa pada hari orang-orang tidak berpuasa) (HR Tirmidzi).
Artinya, kita sebaiknya ikut mayoritas di negara tersebut dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan. Tentu dalam hal ini yang paling bertanggung jawab adalah pemerintah.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Adab dan Tuntunan Syariah Promo Ramadhan
Memperbanyak konsumen dengan beragam promo saat Ramadhan harus memenuhi tuntunan syariah.
SELENGKAPNYANuansa Ramadhan Lebih Semarak
Suasana Ramadhan tahun ini kembali semarak dengan melandainya kasus Covid-19.
SELENGKAPNYASri Lanka Blokir Akses Media Sosial
Saat ini Sri Lanka tengah menghadapi krisis yang terburuk dalam beberapa dekade terakhir.
SELENGKAPNYA