Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati (tengah) didampingi Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) mengikuti rapat kerja bersama Baleg DPR di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen Senayan | ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.

Kabar Utama

Pemerkosaan tak Masuk RUU TPKS

Baleg dan pemerintah menyepakati tiga hak utama yang didapatkan korban kekerasan seksual.

JAKARTA -- Ketua panitia kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) Willy Aditya membenarkan, pemaksaan hubungan seksual tak akan masuk dalam RUU tersebut. Alasannya, hal tersebut sudah termaktub dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Emang tidak masuk ya (pemaksaan hubungan seksual atau pemerkosaan), dan pihak pemerintah juga tidak memasukkan itu ya, tentu kita DPR tidak boleh memasukkan norma baru sebenarnya. Ya, kita kalau secara standing position DPR kan harus mempertahankan apa yang menjadi materi muatan usulan mereka," ujar Willy usai rapat pembahasan RUU TPKS dengan pemerintah, Jumat (1/4).

Ia menjelaskan, RUU TPKS merupakan RUU usulan inisiatif DPR yang membuat pihaknya harus mendengarkan masukan dari pemerintah. Menurut dia, hal ini dilakukan agar tak terjadinya tumpang tindih regulasi terkait pemerkosaan.

"Itu suatu hal kalau kita taat pada tata tertib, kalau tidak rusak kita bernegara ini. Orang semau-maunya orang bisa masukin," ujar Willy yang juga Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) itu.

Adapun pembahasan substansi RUU TPKS dengan pemerintah akan berlanjut pada Sabtu (2/4). Panja dan Baleg DPR menargetkan agar pembahasannya selesai pada Selasa (5/4) dan dapat disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna terdekat. 

"Insya Allah sesuai dengan target jadwal yang sudah kita tetapkan, bisa selesai," ujar Willy. Panja RUU TPKS akan membahas sekira 30 daftar inventarisasi masalah (DIM). Beberapa yang akan dibahas adalah rehabilitasi pelaku, eksploitasi seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy menjelaskan, nantinya tak akan ada tumpang tindih antara RUU TPKS dan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Karena itu, pemerkosaan tak masuk dalam RUU TPKS, melainkan di RKUHP.

"Saya mampu meyakinkan satu ini tidak akan pernah tumpang tindih dengan RKUHP, karena kita membuat matriks ketika akan menyusun RUU TPKS. Khusus memang mengenai pemerkosaan itu sudah diatur perinci di dalam RUU KUHP," ujar Eddy.

Hak korban

Baleg dan pemerintah menyepakati tiga hak utama yang didapatkan korban kekerasan seksual. Ketiganya adalah hak penanganan, perlindungan, pemulihan uang, diatur dalam Pasal 47. Wamenkumham menjelaskan, tiga hak tersebut diperoleh korban sejak pelaporan. Baik pelaporan di aparat penegak hukum, lembaga pemerintah, maupun lembaga nonpemerintah.

"Ya sejak terjadinya tindak pidana itu sudah harus mendapatkan perlindungan. Kita tidak mempertimbangkan apakah itu diproses di peradilan atau tidak," ujar Eddy. "Pemenuhan hak korban merupakan kewajiban negara dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan korban," sambungnya.

Pemerintah akan mengakomodasi victim trust fund (VTF) atau dana bantuan korban kekerasan seksual. Hal tersebut akan dilakukan lewat penambahan dua ayat dalam RUU TPKS. Penambahan ayat tersebut diatur dalam Pasal 23 RUU TPKS.

Pertama, kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (16) dibayarkan melalui dana bantuan korban. Selanjutnya, ketentuan lebih lanjut mengenai sumber pendanaan dan tata cara pemberian dana bantuan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (17) diatur dengan peraturan pemerintah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat