Internasional
Ukraina Buka Tujuh Koridor Kemanusiaan
Sebanyak tiga juta orang telah melarikan diri dari Ukraina dalam empat pekan pertama konflik.
LVIV — Deputi Perdana Menteri Ukraina Iryna Vereshchuk mengatakan, tujuh koridor kemanusiaan akan dibuka pada Ahad (20/3). Sehingga, masyarakat sipil dapat meninggalkan medan pertempuran invasi Rusia ke Ukraina.
Vereshchuk mengatakan, sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari lalu, sekitar 190 ribu orang telah beranjak dari medan tempur. Rusia dan Ukraina pun saling menyalahkan atas terhambatnya proses evakuasi warga sipil.
Dua negara tersebut sudah menggelar beberapa putaran perundingan, tapi masih belum dapat menjembatani perbedaan di sejumlah isu. Moskow ingin Ukraina melakukan demiliterisasi dan Kyiv meminta jaminan keamanan.
Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss kemudian menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin menggunakan perundingan tersebut untuk mengumpulkan kembali pasukannya. "Kami tidak melihat Rusia serius menarik pasukannya atau mengajukan proposal yang serius di atas meja perundingan," kata Truss pada surat kabar the Times of London.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy juga telah menggelar pembicaraan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron. "Ukraina selalu mencari solusi damai, terlebih lagi kami tertarik pada perdamaian sekarang," katanya.
Di sisi lain, Putin juga berbicara dengan Perdana Menteri Luksemburg Xavier Battel melalui sambungan telepon. Kremlin mengatakan, Putin akan menguraikan asesmen fundamental dari jalannya perundingan antara perwakilan Rusia dan Ukraina.
Pihak berwenang Ukraina juga mengatakan militer Rusia membom sekolah seni yang menampung sekitar 400 pengungsi di Kota Mariupol. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan pengepungan di kota pelabuhan itu akan tercatat dalam sejarah sebagai kejahatan perang.
Pihak berwenang mengatakan gedung sekolah hancur dan terdapat kemungkinan ada orang yang masih terjebak di bawah puing-puing. Belum ada laporan mengenai korban jiwa.
Pada Rabu (16/3) lalu pasukan Rusia juga membom gedung teater Mariupol tempat pengungsi berlindung. Pada Ahad (20/3) pihak berwenang kota mengatakan 130 orang berhasil diselamatkan tapi mungkin masih ada orang yang berada di bawah reruntuhan.
Di awal perang serangan udara Rusia menghancurkan rumah sakit bersalin. "Apa yang dilakukan penjajah pada kota yang damai ini adalah teror yang akan diingat dalam sejarah berabad-abad mendatang," kata Zelenskyy dalam pidatonya.
Mariupol merupakan kota pelabuhan strategis yang menghadap ke Laut Azov. Pasukan Rusia telah mengepung kota itu, menghentikan aliran listrik, pasokan makanan dan air serta terus melancarkan serangan udara.
Pihak berwenang setempat mengatakan pengepungan diperkirakan telah menewaskan sekitar 2.300 orang. Sebagian diantaranya dimakamkan di kuburan massal. Pasukan Rusia terus merangsek maju di kota yang sudah hancur lebur itu. Pertempuran menghentikan pabrik baja kota dan pihak berwenang meminta bantuan dari Barat.
Jatuhnya Mariupol akan menjadi langkah besar bagi invasi Rusia ke Ukraina. Pasal Moskow gagal menguasai kota-kota besar setelah melancarkan serangan selama tiga pekan karena perlawanan gigih pasukan dan masyarakat sipil Ukraina.
Pengungsi membanjiri
Invasi Rusia ke Ukraina berdampak pada banyaknya pengungsi yang kini membanjiri Polandia. Sebanyak tiga juta orang telah melarikan diri dari Ukraina yang tengah dilanda perang dalam empat pekan pertama konflik.
Pemerintah Polandia dan masyarakat sipil di sana ternyata memberikan sambutan hangat kepada para pendatang baru tersebut, tapi saat ini ruang untuk menampung pengungsi hampir habis. Krzysztof Chawrona (41 tahun), seorang pengusaha dari Krakow dan pendiri Nidaros, sebuah organisasi pendukung untuk warga Ukraina, adalah salah satu dari beberapa yang menyediakan ruang di rumah mereka untuk pengungsi.
"Putra saya tidur dengan bibinya sejak saya menyerahkan flat saya kepada delapan pengungsi. Ada tujuh orang dalam 40 meter persegi di flat kedua saya yang dulu saya sewakan ke satu perusahaan dan mereka bersyukur memiliki tempat tinggal," ujar Chawrona, ayah dari empat anak, dilansir dari Aljazirah, Jumat (18/3).
Dia mengatakan, pada hari pertama invasi Rusia pada 24 Februari lalu, kota-kota di seluruh Polandia dengan cepat menampung pengungsi Ukraina. Warga Ukraina tidur di jalan di depan kantor yayasannya di Krakow.
Setiap hari, ribuan pengungsi lainnya tiba dengan kereta api, mencari perlindungan di kota-kota besar Warsawa, Krakow, dan Wroclaw. Chawrona mendirikan organisasinya empat tahun lalu untuk membantu pekerja migran Ukraina dalam beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan keadaan baru sambil belajar bahasa dan menyelesaikan dokumen.
Namun, tantangan terbesar bagi kelompoknya adalah di sektor pembiayaan. Sekitar 150 ribu orang Ukraina, sejauh ini, telah melakukan perjalanan ke Krakow, Polandia.
Pemerintah daerah juga telah mengubah setiap ruang yang tersedia, seperti aula olahraga, asrama, dan hotel menjadi tempat perlindungan. Hampir sulit untuk menemukan apartemen atau kamar hotel yang layak di kota berpenduduk 700 ribu orang itu.
Wakil Dewan Kota Krakow dan dosen filsafat Malgorzata Jantos kini mencurahkan seluruh waktunya membantu para pengungsi menemukan rumah. Dia menunjukkan, warga Ukraina lebih memilih tinggal di kota-kota besar karena mereka takut kurangnya infrastruktur dan kemungkinan pekerjaan di desa.
Menurut para ahli, Polandia harus bersiap menghadapi krisis akibat banyaknya pengungsi ini selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun ke depan. Polandia juga membutuhkan kampanye informasi yang jelas yang menekankan manfaat dari relokasi di komunitas yang lebih kecil ke pengungsi.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.