Pekerja memasang rangka untuk mengemas patung Presiden Joko Widodo mengendarai sepeda motor di bengkel kerja NuArt Sculpture Park, Kabupaten Bandung Barat, Jumat (18/2/2022). | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Nasional

Basis Parpol Tolak Penundaan Pemilu

Presiden Joko Widodo diminta ikut campur mencegah wacana penundaan Pemilu 2024.

JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi mempertanyakan basis data yang digunakan elite Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengeklaim penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 merupakan aspirasi masyarakat.

Sebab, berdasarkan hasil survei pada Desember 2021, hasilnya sebaliknya. "Golkar, 57 persen pemilihnya mengatakan sebaiknya pemilu tetap dilaksanakan pada 2024 dan hanya sedikit atau minoritas yang menyatakan pemilu sebaiknya ditunda hingga 2027," ujar Burhanuddin dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (5/3).

Hal senada juga terjadi kepada massa pemilih PKB. Dalam surveinya, mayoritas pemilih partai berpandangan berbeda dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang pertama kali mengusulkan penundaan Pemilu 2024. "Responden kami mengatakan memilih PKB, hampir 70 persen pemilih PKB sendiri juga tidak setuju dengan klaim ketua umumnya Cak Muhaimin," ujar Burhanuddin.

Angka dukungan Pemilu 2024 juga lebih tinggi pada massa pemilih PAN. Sebanyak 81,9 persen pemilih partai berlambang matahari itu mendukung kontestasi tetap digelar pada 14 Februari 2024.

"Bahkan aspirasi penundaan pemilu seperti yang disuarakan (Ketum PAN) Pak Zulkifli Hasan hanya direspon positif oleh 13 persen basis massa mereka," ujar Burhanuddin.

Lewat hasil survei, ia mempertanyakan basis data dari Partai Golkar, PKB, dan PAN yang mengeklaim bahwa rakyat mendukung penundaan pemilu 2024. Padahal, dukungan terhadap Pemilu 2024 justru bersifat multi partisan yang disepakati berbagai pihak.

"Aspirasi warga terkait dengan pemilu yang tetap dijadwalkan sesuai konstitusi itu bersifat multi partisan. Siapapun partainya, capres yang didukungnya, ormas Islam afiliasinya, semua setuju pemilu tetap dengan jadwal," ujar Burhanuddin.

Burhanuddin juga berharap Presiden Joko Widodo bisa lebih tegas menyatakan penolakan penundaan pemilu. Jokowi yang menyatakan taat konstitusi, dinilai justru terlihat mengambang terhadap wacana penundaan pemilu. Sebab, memang ada sejumlah cara untuk merealisasikan wacana tersebut. Salah satunya lewat amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Ada panggung depan panggung belakang yang membuat mereka yang dekat dengan Istana itu bisa mengeluarkan statement yang bahkan berbeda secara verbatim dengan apa yang disampaikan oleh Pak Jokowi," ujar Burhanuddin.

Dalam forum diskusi yang sama, pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar mengingatkan elite politik untuk tak bermain-main dengan wacana penundaan pemilu. Hal tersebut akan berdampak langsung kepada wacana perpanjangan masa jabat presiden yang dapat menjadi pintu masuk otoritarianisme.

"Bermain-main dengan masa jabatan itu melanggar prinsip konstitualisme, melanggar juga prinsip demokrasi, sistem presidensial, dan itu yang membuat seringkali pintu masuk atau jebakan ke arah otoritarianisme," ujar Zainal. 

Sedangkan pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengimbau Presiden Joko Widodo agar ikut campur mencegah wacana penundaan Pemilu 2024. Ia meyakini Presiden wajib menjaga amanat konstitusi yaitu pemilu berlangsung tiap lima tahun sekali. 

Denny menyampaikan Presiden wajib ikut campur dalam masalah strategis dan menentukan arah kehidupan bangsa. Ia menekankan Presiden Jokowi tak bisa lari dari wacana penundaan Pemilu 2024 dengan berdalih hal itu merupakan kebebasan berpendapat atau agenda parpol. 

"Sumpah jabatan presiden jelas-jelas melafazkan memegang teguh dan melaksanakan UUD dengan selurus-lurusnya. Maka, pembatalan Pemilu 2024 apalagi perpanjangan otomatis masa jabatan Presiden, Parlemen dan Kepala Daerah adalah bentuk telanjang pelanggaran konstitusi yang harus Presiden hentikan," kata Denny dikutip Republika, Ahad (6/3). 

Denny menegaskan pembatalan Pemilu 2024 merupakan urusan Presiden. Oleh karena itu, Presiden harus segera menyampaikan terbuka posisi politiknya yaitu tegak lurus dengan sumpah jabatannya menjalankan konstitusi dengan selurus-lurusnya. 

"(Sikap ini) hanya punya satu ruang interpretasi: menolak pembatalan Pemilu 2024. Lebih penting lagi, pernyataan politik yang tegas di panggung depan itu, harus kemudian diikuti dengan langkah nyata, untuk menghentikan semua rencana pembatalan pemilu 2024 di panggung belakang," ujar Denny. 

Denny menekankan Presiden sejatinya adalah pimpinan parpol koalisi pemerintahan. Dalam politik praktis, Presiden bukan hanya menjalankan roda pemerintahan, tetapi juga bertugas mempengaruhi proses politik di parlemen dan di luar parlemen.

"Maka, mengatakan soal penundaan Pemilu 2024, perpanjangan otomatis masa jabatan dan perubahan UUD 1945 adalah urusan parpol dan parlemen (MPR), lagi-lagi adalah pilihan sikap lepas tangan yang tidak bertanggung jawab," ucap Denny. 

Selain itu, Denny menyinggung Presiden wajib mengorkestrasi kekuatan parpol koalisi di pemerintahan dan di parlemen untuk mendukung agenda politiknya, seperti saat membuat UU Cipta Kerja dan UU Ibu kota Negara.

"Sehingga, tidak ada alasan bagi Presiden Jokowi untuk terdepan memimpin partai-partai koalisinya, guna segera meninggalkan pikiran liar membatalkan Pemilu 2024 yang melanggar konstitusi," ucap Denny.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Proses Operasional Otorita IKN Diakselerasi

Pemerintah sudah memikirkan bagaimana supaya proses operasional Otorita IKN bisa dipercepat.

SELENGKAPNYA