Nasional
Komnas HAM Ungkap Perbudakan di Kerangkeng Langkat
Komnas HAM juga menemukan, para pekerja penghuni kerangkeng terancam sanksi apabila diketahui malas.
JAKARTA -- Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Mohammad Choirul Anam mengatakan, pihaknya menemukan praktik kerja paksa dan serupa perbudakan yang dialami para penghuni kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin.
Temuan itu didasarkan pada indikasi ketiadaan upah bagi para penghuni kerangkeng yang merupakan pekerja di perusahaan sawit milik Terbit. "Lalu berkenaan dengan praktik serupa perbudakan, kami menemukan dua indikator penting. Pertama, orang-orang (penghuni kerangkeng) tersebut tidak memiliki kemerdekaan untuk menentukan (nasib) dirinya sendiri. Mereka tidak punya ownership atau kepemilikan terhadap dirinya sendiri. Kedua, kontrol dari luar dirinya sangat kuat," kata Anam dalam keterangannya, Sabtu (6/3).
Komnas HAM juga menemukan, para pekerja penghuni kerangkeng terancam sanksi apabila diketahui malas atau tidak bekerja di perusahaan sawit. Secara umum, para penghuni kerangkeng mendapat perlakuan kejam dengan direndahkan martabatnya.
"Praktik kerja paksa tersebut bertentangan dengan posisi Indonesia sebagai negara hukum yang telah meratifikasi Konvensi International Labour Organisation (ILO), di mana salah satunya mengatur tentang penghapusan kerja paksa," kata Anam.
Anam mengimbau seluruh korporasi di Indonesia, khususnya di industri sawit tidak melakukan hal serupa kerja paksa dan perbudakan. Menurut dia, relasi yang memiliki nuansa praktik serupa merupakan masalah serius bagi korporasi. Apalagi, jika korporasi mau mendunia dengan produknya.
Perusahaan itu harus mengikuti seluruh instrumen yang diatur dunia. "Jika diketahui ada praktik kerja paksa, praktik serupa perbudakan, dan penyiksaan yang berhubungan dengan sebuah perusahaan sawit, maka masalah ini akan sangat serius terhadap produk sawit kita," kata dia.
Komnas HAM mendorong pemberlakuan sistem pemantauan, evaluasi, dan pelaporan secara berkala dari pihak korporasi, terkait potensi praktik kerja paksa atau perbudakan. Praktik bisnis yang sesuai koridor HAM tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga harus menghormati HAM.
"Dengan demikian, segenap pihak terkait akan menikmati kesejahteraan secara bersama-sama dan sehormat-hormatnya," kata dia.
Komnas HAM sebelumnya menyurati TNI AD terkait dugaan keterlibatan oknum anggota TNI AD dalam kerangkeng manusia. Kapen Puspomad Letnan Kolonel Korps Polisi Militer, Agus Subur Mudjiono, pada Jumat (4/3) mengatakan, pihaknya telah meminta kesaksian dari mantan penghuni kerangkeng sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM.
“Telah dilaksanakan pengumpulan keterangan dari para saksi, di antaranya para eks penghuni kerangkeng di rumah Bupati Langkat serta beberapa saksi yang diduga mengetahui hal tersebut,” kata Agus.
Puspomad juga telah mengumpulkan alat bukti lainnya yang terkait dengan nama-nama oknum personel TNI AD yang diberikan oleh Komnas HAM. “Sampai saat ini, kegiatan penyelidikan masih berlangsung,” kata Agus.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Usut Tuntas Kasus Kerangkeng Manusia
Semua pihak yang terlibat harus dijerat sesuai hukum yang berlaku. Ini penting agar kasus serupa tak terjadi lagi di Tanah Air.
SELENGKAPNYAKomnas HAM: Oknum TNI dan Polri Terlibat Kerangkeng Manusia
Komnas HAM menemukan 12 pelanggaran terkait kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.
SELENGKAPNYA