Opini
Prangko dan Rusia-Ukraina
Pelik persoalan Rusia-Ukraina ini maka tepat pemerintah mengambil jarak.
EKO WAHYUANTO, Analis Kebijakan Ahli Madya Kominfo dan Kandidat Doktor pada Universitas Negeri Jakarta
Konflik Rusia-Ukraina berubah jadi perang terbuka. Genderang perang ditabuh Rusia dengan sandi ‘’Great Power Politics’’. Presiden Vladimir Putin menombol lampu hijau sinyal angkatan bersenjatanya mulai “operasi militer” besar-besaran di kawasan timur.
Itu terjadi justru saat DK PBB menggelar pertemuan darurat membahas kemelut kedua negara. Masyarakat internasional hanya bisa mengecam dan mengutuk. AS masih bungkam, belum ada tanda tindakan tegas apalagi dukungan militer pada sekutunya, Ukraina.
Presiden AS Joe Biden mengutuk serangan itu dan menyebutnya pelanggaran kemanusiaan serius. Alasan Putin melakukan operasi untuk melindungi orang-orang yang mengalami kejahatan “genosida” oleh rezim Ukraina.
Meski dianggap alasan itu mengada-ada, Putin bersikeras menyerang Ukraina, merujuk Pasal 51 Piagam PBB, yang mengatur perlindungan individu atau kolektif bagi warga negara.
Meski dianggap alasan itu mengada-ada, Putin bersikeras menyerang Ukraina, merujuk Pasal 51 Piagam PBB, yang mengatur perlindungan individu atau kolektif bagi warga negara.
Di mata Indonesia
Peran Rusia, dahulu Uni Soviet, dalam perjuangan pengakuan kemerdekaan Indonesia di dunia tak bisa dianggap remeh. Yakni, pada 1945-1950, yang merupakan periode kritis perjuangan diplomasi untuk pengakuan dunia atas kemerdekaan dan kedaulatan bangsa.
Di PBB, Rusia berkali-kali mengangkat isu Indonesia. Dalam sidang DK PBB 1946 di London, utusan Rusia (Soviet)-Ukraina, Dmitry Manuilsky mengangkat masalah Indonesia, mengecam agresi militer Belanda, dan menekan DK PBB menghentikan agresi tersebut.
Jadi, Ukraina dan Rusia sahabat baik Indonesia. Persahabatan yang harus diletakkan pada prinsip keadilan, independensi, dan saling menghormati tanpa berpihak.
Hubungan Indonesia-Ukraina juga tak bisa diabaikan. Dubes Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin menyatakan, politik Indonesia dan Ukraina berbeda, tetapi pertumbuhan ekonomi kedua negara sama-sama pesat. Hubungan masyarakat Ukraina dan Indonesia kian baik.
Jadi, Ukraina dan Rusia sahabat baik Indonesia. Persahabatan yang harus diletakkan pada prinsip keadilan, independensi, dan saling menghormati tanpa berpihak.
Penerbitan prangko ditunda
Seperti diatur Permen Kominfo Nomor 21 Tahun 2012 Bab I Pasal 1, penerbitan prangko bersama adalah penerbitan antara Indonesia dan satu atau lebih negara lain pada tanggal yang sama di masing-masing negara dengan tema sama.
Ukraina baru-baru ini menerbitkan prangko ‘’Prisma’’ (personalized stamp) menggambarkan pahlawan nasional Indonesia, Jenderal Soedirman. Tindakan Ukraina melalui kedubesnya di Jakarta itu memunculkan berbagai spekulasi.
Apalagi, gambar atau foto Jenderal Soedirman diambil dari galeri kantor berita Antara.
Ukraina baru-baru ini menerbitkan prangko ‘’Prisma’’ (personalized stamp) menggambarkan pahlawan nasional Indonesia, Jenderal Soedirman.
Dalam penerbitan prangko menyangkut tokoh nasional atau simbol negara, seharusnya Ukraina mengirimkan surat permohonan atau setidaknya pemberitahuan kepada Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Namun, sejauh ini belum ada permohonan atau pemberitahuan formal. Menurut Vasyl Hamianin, penerbitan prangko itu untuk memberi keteladanan kepada rakyat Ukraina atas jasa dan perjuangan gigih Soedirman melawan penjajahan.
Ironisnya, Ukrania tidak membereskan soal penerbitan prangko tersebut justru mengirim nota permohonan kepada Indonesia melalui surat resmi nomor 6153/14-800-86494 tertanggal 3 November 2021.
Intinya, meminta penandatanganan dan penerbitan prangko bersama kepada Indonesia. Kemenkominfo melakukan klarifikasi dan verifikasi dengan Kemenlu, juga meminta pertimbangan termasuk aspek geopolitik yang bisa memunculkan berbagai tafsir.
Jangan terbawa arus
Sebagian pengamat menilai, krisis di Ukraina bukan soal Ukraina semata melainkan Jerman. George Friedman, CEO Stratfor pada Council on Foreign Affairs (CFR) cabang Chicago, menyatakan, krisis Ukraina tak ada hubungannya dengan Ukraina.
Sebagian pengamat menilai, krisis di Ukraina bukan soal Ukraina semata melainkan Jerman.
Ini soal Jerman, khususnya pipa gas alam baru, Nord Stream 2, yang dibangun menghubungkan Jerman-Rusia. AS melihat ini ancaman atas superioritasnya di Eropa. AS tak ingin Jerman lebih bergantung pada gas Rusia.
Pelik persoalan Rusia-Ukraina ini maka tepat pemerintah mengambil jarak agar tak terbawa arus kepentingan mereka. Salah satunya dengan menunda permohonan penerbitan dan penandatanganan prangko bersama Ukraina.
Juga, demi muruah Indonesia karena langkah ini sejalan dengan prinsip politik bebas dan aktif. Indonesia pernah mempertimbangkan permintaan penerbitan prangko bersama beberapa negara, di antaranya Israel. Inisiasi penerbitan dari negara bersangkutan.
Di sisi lain, Indonesia beberapa kali mengirimkan Kontingen Garuda ke wilayah berkecamuk atas nama PBB sejak 1957. Ini pernah diprangkokan, seperti seri Pasukan Garuda yang diterbitkan 2013.
Perum Pos dan Giro juga pernah menerbitkan warkatpos khusus untuk Kontingen Garuda IV di Vietnam (1973) dan Kontingen Garuda VI di Mesir (1973). Akankah Indonesia kelak mengirimkan pasukan perdamaian di perbatasan Rusia-Ukraina dan diprangkokan
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.