Resonansi
Generasi 'Perengek'
Generasi perengek hanya akan jadi pecundang, semoga generasi Sijunjung jauh dari itu.
Oleh AHMAD SYAFII MAARIF
OLEH AHMAD SYAFII MAARIF
Ini cerita tentang pengalaman dalam menangani proyek kecil-kecilan bersama Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Kabupaten Sijunjung, Sumatra Barat, pada bulan-bulan terakhir ini.
Proyek itu berupa kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) yang sempat mangkrak selama dua tahun karena satu dan lain hal. Hanya dalam tempo beberapa bulan, gedung dua lantai itu sudah mulai berdiri relatif gagah menurut ukuran setempat.
Dana mengalir dari para simpatisan yang belum perlu disebutkan namanya di sini. Ini di antara pesan saya kepada AMM, “AMM Sijunjung harus mengucapkan selamat tinggal kepada generasi perengek”.
Lalu ditanggapi, “Siap, insya Allah buya, generasi perengek hanya akan jadi pecundang, semoga generasi Sijunjung jauh dari itu buya.”
Apa yang terjadi sebenarnya sehingga mengundang pembicaraan seperti ini? Panjang, kalau mau diungkai seluruhnya, tetapi penjelasan berikut ini cukup memadai.
Jawaban ini sangat melegakan saya, sampai terucap ungkapan berikut ini, “Terkadang saya mau menangis, ‘tears of joy’, dana juga datang dari Pekanbaru, bukan dari warga Muhammadiyah.” Begitu derasnya sumbangan itu mengalir. Allah Mahatahu gerak hati manusia untuk berbagi.
Anak muda itu meneruskan, “Maafkan kami buya, kami juga merasakan yang buya rasakan. Insya Allah, kelak jika diberi rezeki lebih, semoga kami sumbangkan untuk kemajuan kegiatan persyarikatan.”
Apa yang terjadi sebenarnya sehingga mengundang pembicaraan seperti ini? Panjang, kalau mau diungkai seluruhnya, tetapi penjelasan berikut ini cukup memadai.
Gerak Muhammadiyah di Kabupaten Sijunjung selama sekian puluh tahun, termasuk yang paling lemah dan ketinggalan. Kantor tidak pernah punya, padahal tanahnya sudah ada. Sekitar tiga setengah tahun lalu, modal awal sudah saya carikan sebesar Rp 50 juta.
Kemudian, mengalir pula sumbangan dari berbagai donatur. Maka fondasi digali, kerangka bangunan mulai berdiri, tetapi tidak bisa diteruskan karena perencanaan kurang baik. AMM menjadi gelisah.
Kegelisahan itulah yang kami jawab bersama sehingga muncullah istilah “generasi perengek” dan “tears of joy” di atas.
Kegelisahan itulah yang kami jawab bersama sehingga muncullah istilah “generasi perengek” dan “tears of joy” di atas. Dana meluncur ke rekening panitia agak di luar dugaan.
Bahkan, ada yang masih mengontak saya untuk turut membantu, tetapi ditunda dulu karena sementara kami cukupkan dana yang sudah tersedia. Dari panitia, hampir saban hari saya dapat laporan proses pembangunan dan penggunaan dana yang sangat ketat.
Bagaimana saya tak akan bahagia dengan generasi AMM militan yang seakan-akan muncul tiba-tiba. AMM ini telah pula membangun jaringan dengan pemda dan kejaksaan kabupaten sehingga sinergisitas terbentuk, sesuatu yang belum terjadi sebelumnya.
Melihat gelagat ini, masa depan Muhammadiyah Sijunjung, insya Allah berubah menjadi Muhammadiyah yang berwibawa dalam kerja menyantuni masyarakat luas tanpa membedakan sasaran. Puan dan tuan belum perlu tahu berapa dana yang diperlukan untuk kantor ini.
Sebagai proyek kecil, tentu tak banyak, tetapi bagi warga Muhammadiyah setempat dana sebesar itu sangat berarti. Tak mudah bagi mereka mengumpulkan dana, tanpa uluran tangan para sahabat yang peduli.
Melihat gelagat ini, masa depan Muhammadiyah Sijunjung, insya Allah berubah menjadi Muhammadiyah yang berwibawa dalam kerja menyantuni masyarakat luas tanpa membedakan sasaran.
Masih ada dana lain yang saya titipkan ke penasihat panitia. Berasal dari donatur yang semula sengaja belum dikontak, tetapi melalui tangan lain, proposal sampai juga ke tangannya. Dana titipan ini nanti pasti digunakan untuk keperluan isi kantor pada saatnya yang belum tahu berapa angkanya.
Pengalaman mengajarkan kepada kita, sekali kepercayaan kita jaga dengan baik, mencari dana ternyata tak sulit amat, sekalipun dalam suasana Covid-19 yang sangat melemahkan sendi-sendi ekonomi bangsa.
Perlu saya tambahkan, beberapa waktu lalu AMM bersama Pemda Sijunjung yang hampir lengkap dipimpin bupati, berkunjung ke kantor Suara Muhammadiyah di Yogyakarta untuk silaturahim dan berbicara dari hati ke hati tentang masa depan pembangunan kabupaten, tempat Muhammadiyah akan turut berperan di dalamnya.
Dalam tempo hampir bersamaan, dua kader muda Muhammadiyah telah ditugaskan membina cabang Muhammadiyah Sumpur Kudus. Ternyata dua kader ini begitu cepat “merayap” ke mana-mana sampai bertemu gubernur.
Bukan hanya sampai di situ, dari kantor itu pula diharapkan kegiatan bisnis persyarikatan mulai digerakkan.
Dengan kedatangan dua aktivis yang mudah menyatu ini, suasana Muhammadiyah kabupaten berubah secara berarti. Apalagi, lembaga Tapak Suci Putera Muhammadiyah telah dibentuk kader ini dan para pesilatnya telah beberapa kali mengadakan pertunjukan, termasuk di ibu kota kabupaten dengan penuh semarak.
Dengan berdirinya kantor PDM, mungkin dalam satu dua bulan ini sudah selesai, maka segala kegiatan Muhammadiyah akan diatur dengan rapi dari kantor itu. Penyegaran pimpinan harus selalu diupayakan.
“Memimpin adalah untuk melepaskan,” kata Mohammad Natsir puluhan tahun silam. Pakailah filsafat matahari, “Kapan harus naik dan kapan pula harus turun.”
Bukan hanya sampai di situ, dari kantor itu pula diharapkan kegiatan bisnis persyarikatan mulai digerakkan. Siapa tahu, “generasi perengek” menjadi masa lampau di Kabupaten Sijujunjung. Semoga. Tantangan dan peluang selalu menyertai kita. Bergantung pada kesigapan orang menyikapi dua kutub yang saling berhadapan itu.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.