Otomotif
Kelangkaan Cip untuk Industri Otomotif Masih Menghantui
Pabrikan mempelajari kemungkinan untuk bisa memproduksi cip untuk industri otomotif di dalam negeri.
Penerapan sistem elektronik dalam sejumlah aspek kendaraan membuat industri mobil bergantung pada komponen cip atau semikonduktor. Ketergantungan itu rupanya menjadi bumerang bagi sejumlah pabrikan. Ini karena pandemi membuat pasokan cip untuk mobil harus berebut dengan kebutuhan perangkat elektronik, seperti smartphone, komputer, dan lain-lain.
Persoalan ini terjadi secara global. Oleh karena itu, Indonesia juga telah merasakan dampaknya sejak tahun lalu. Sampai saat ini, kelangkaan cip yang menimbulkan persoalan global supply chain ini pun masih terjadi.
Public Relations & Digital Manager PT Honda Prospect Motor (HPM) Yulian Karfili mengatakan, dampak dari kelangkaan cip mulai dialami Honda sejak Agustus 2021. "Saat ini dampaknya masih terasa, tapi kondisinya terus membaik. Meski jumlah ketersediaan pasokan cip belum full recovery, tapi kami mencoba menekan dampaknya bagi pasokan mobil dengan memberikan prioritas produksi bagi model yang jumlah permintaanya paling tinggi," kata Yulian Karfili dalam diskusi Forum Wartawan Otomotif (Forwot), Selasa (15/2).
Strategi ini pun terbukti mampu memangkas durasi inden untuk Brio. Sebelumnya, kelangkaan cip membuat konsumen Brio harus inden hingga dua bulan. Tapi, karena kini Brio mendapat prioritas produksi, durasi inden bisa dipangkas menjadi satu bulan saja.
Menurutnya, prioritas produksi itu dilakukan dengan menambah jalur produksi untuk Brio. Jika biasanya HPM merakit Brio dengan satu production line, kini perakitan didongkrak dengan penggunana dua jalur produksi sekaligus.
Selain Brio, produk lain yang juga terdampak kelangkaan cip adalah HR-V dan BR-V. Bahkan, BR-V sebagai varian tertinggi yang menerapkan fitur Honda Sensing harus inden hingga tiga bulan. Ini mengingat varian tercanggih yang membutuhkan lebih banyak cip ini juga mengantongi jumlah peminat yang tinggi.
Oleh karena itu, Honda pun melakukan sejumlah strategi lain agar konsumen tak perlu menunggu produk impian terlalu lama. "Kami melakukan penambahan pasokan cip dari perusahaan lain. Bahkan, kami juga mempelajari kemungkinan untuk bisa memproduksi cip di dalam negeri sehingga tak terlalu bergantung dari impor. Tapi, tentu hal ini perlu kerja sama lintas industri," ujarnya.
Dia juga memaparkan bahwa cip menjadi komponen yang cukup vital karena merupakan penunjang kinerja dalam berbagai fitur mendasar. Mulai dari parking assistance, airbag, infotainment, power steering, sistem pengereman, central lock, hingga power window. Tak hanya itu, engine dan sistem transmisi yang kini ditunjang oleh perangkat elektronik dan sensor pun membutuhkan cip sebagai bagian penting terkait powertrain.
Selain Honda, pabrikan yang tahun lalu juga sempat mengungkap dampak cip bagi pasar di Indonesia adalah Mercedes Benz. Deputy Director Sales Operation and Product Management PT Mercedes Benz Distribution Indonesia (MBDI) Karyanto Hardjosoemarto mengatakan, hingga saat ini, persoalan itu pun masih terjadi.
Bahkan, bagi pabrikan Jerman itu, kini dampaknya makin luas. Tahun lalu, kelangkaan cip hanya berdampak terhadap produk yang diimpor secara utuh (complete built up/CBU). Akan tetapi, saat itu, mayoritas produk yang mengalami keterlambatan adalah niche model atau model yang dipesan khusus oleh konsumen.
"Kini, sejumlah produk complete knock down (CKD) juga mulai terdampak kelangkaan cip," kata Karyanto Hardjosoemarto kepada Republika, Selasa (15/2).
Hal itu otomatis membuat konsumen yang harus inden menjadi makin banyak. Menurutnya, beberapa produk CBU mengalami keterlambatan pasokan sekitar tiga hingga empat bulan. Sedangkan, sejumlah produk CKD rakitan Wanaherang, Bogor, Jawa Barat, juga mengalami inden dengan durasi yang beragam pada masing-masing produk.
Oleh karena itu, MBDI pun terus melakukan koordinasi dengan prinsipal untuk selalu melakukan monitoring. Dengan begitu, kebutuhan produk itu dapat selalu dipenuhi dengan baik.
Sementara itu, persoalan kelangkaan semikonduktor ini rupanya tak terlalu berdampak bagi Toyota. Vice President Director PT Toyota-Astra Motor (TAM) Henry Tanoto mengatakan, kelangkaan cip tidak memberikan dampak langsung yang signifikan bagi suplai produk Toyota di Indonesia.
"Suplai untuk pemenuhan kebutuhan pasar Indonesia masih cukup aman sesuai dengan plan kami. Tapi, untuk selalu memastikan impact dari kondisi ini, kami masih terus melakukan monitoring dan berkoordinasi dengan manufacturing di Indonesia maupun di negara lain," kata Henry kepada Republika.
Dengan begitu, jika terjadi sesuatu, Toyota bisa melakukan langkah antisipasi dengan cepat dan akurat. Sehingga, perusahaan dapat memastikan untuk bisa selalu memenuhi kebutuhan konsumen.
Marketing Director TAM Anton Jimmi Suwandy menambahkan, pasokan cip saat ini tak memberikan dampak negatif yang signifikan. Ini mengingat kelangkaan hanya berpengaruh terhadap pasokan mobil CBU. "Produk yang paling terdampak hanya produk CBU, terutama produk CBU dari Jepang," kata Anton kepada Republika.
Oleh karena itu, inden terjadi hanya terhadap konsumen yang menginginkan sejumlah produk Lexus dan Toyota rakitan Jepang, seperti Alphard dan Voxy. Hal ini tak terlalu memberikan dampak yang signifikan secara keseluruhan. Mengingat, mayoritas produk yang dipasarkan di Indonesia merupakan mobil yang dirakit di dalam negeri.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.