Internasional
Biden Desak Warga AS Keluar dari Ukraina
Truss menyatakan, Lavrov meyakinkannya bahwa Rusia tak akan menyerang Ukraina.
WASHINGTON -- Presiden Joe Biden menyarankan agar warga Amerika Serikat segera meninggalkan Ukraina, di tengah ancaman serangan Rusia. Biden mengatakan, tidak ingin melihat warganya terjebak dalam baku tembak jika Rusia melakukan invasi ke Ukraina.
Peringatan Biden kali ini terhitung keras. Biden menyatakan, tidak mengirimkan pasukan AS untuk menyelamatkan warganya jika terjebak dalam serangan Rusia.
“Warga Amerika harus pergi sekarang. Ini tidak seperti kita berurusan dengan organisasi teroris. Kita berhadapan dengan salah satu tentara terbesar di dunia. Ini situasi yang sangat berbeda dan segalanya bisa menggila dengan cepat," ujar Biden kepada NBC News, Kamis (10/2).
Pada Jumat, Jepang juga meminta warganya untuk segera hengkang dari Ukraina. Saat ini ada sekitar 150 warga Jepang di negeri tersebut.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss mengatakan, Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah memiliki sejumlah proposal positif untuk didiskusikan dengan Rusia. Menurut dia, Lavrov telah meyakinkannya bahwa Rusia tidak memiliki rencana menyerang Ukraina.
“Tapi kami perlu melihat kata-kata itu ditindaklanjuti dengan tindakan,” ucap Truss dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, di Moskow, Kamis (10/2), dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.
Truss menekankan, kemajuan tidak bisa dicapai dengan mengorbankan kedaulatan Ukraina dan kebijakan pintu terbuka NATO.
Lavrov pun mengungkapkan kekecewaannya terhadap pembicaraan tersebut. Dia mengatakan, masalah keamanan yang menjadi perhatian negaranya dikesampingkan.
“Saya merasa rekan-rekan kami ini tidak mengetahui penjelasan yang telah diberikan oleh presiden kami, atau mereka sama sekali mengabaikannya,” ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan bahwa NATO dan Amerika Serikat telah mengabaikan tuntutan negaranya tentang jaminan keamanan. Tuntutan tersebut mengenai pencegahan ekspansi NATO dan penarikan kekuatan NATO dari Eropa Timur.
NATO dan AS menunjukkan dukungan terhadap Ukraina untuk menghadapi potensi serangan Rusia. Kendati demikian, Moskow membantah memiliki intensi untuk melancarkan agresi ke negara tetangganya tersebut.
Macron Tolak PCR
Ada kisah unik di balik pertemuan Presiden Prancis Emmanuel Macron saat melawat ke Rusia, 7 Februari lalu. Ia disebut menolak permintaan Istana Kremlin untuk mengikuti tes PCR Covid-19 sebelum bertemu Putin. Hal itu disebut karena Prancis ingin mencegah Moskow memperoleh DNA milik Macron.
Maka itu, pembicaraan Macron dan Putin pun digelar dengan menjaga jarak secara ketat. Foto keduanya duduk di meja sepanjang enam meter. Semua itu dilakukan selama pembicaraan lebih dari lima jam.
Pada Jumat (11/2), Reuters membahas foto tersebut. Posisi duduk itu mengundang spekulasi dan komentar satire di media sosial.
Saat menggelar konferensi pers bersama, Putin pun tak berjalan beriringan dengan Macron. Sejumlah diplomat menilai, Putin ingin mengirim pesan diplomatik dengan jarak itu.
Ini amat berbeda ketika Kamis (10/2) lalu, Putin melakukan pertemuan dengan Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev di Moskow. Kedua pemimpin itu berjabat tangan dan duduk berdekatan di antara meja kopi kecil.
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengonfirmasi bahwa Macron menolak tes PCR dan itu artinya, harus ada jarak demi melindungi kesehatan Putin. "Ini tidak terkait politik, bagaimanapun, ini juga tidak memengaruhi perundingan," kata Peskov, Jumat.
View this post on Instagram
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.