Nasional
UU PPP Diparipurnakan, Partai Buruh Ancam Gugat ke MK
Baleg akan menampung pendapat dari hakim MK yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
JAKARTA -- Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP) adalah alat untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang tak berpihak kepada kelompok buruh.
Jika nantinya sudah disahkan, pihaknya menggugat undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Partai Buruh bersama FSPMI dan KSPI adalah judicial review terhadap revisi Undang-Undang PPP tersebut ke MK. Jangankan meminta dibahas omnibus law, revisi UU PPP pun akan kami judicial review, uji materi ke MK," ujar Said di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (7/2).
Ia melihat, pembahasan revisi UU PPP kembali tak melibatkan partisipasi publik. Sama seperti yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah ketika membahas UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.
"Undang-Undang PPP tersebut adalah pintu masuk bahwa omnibus law akan dilegalkan. Berarti pemerintah dan DPR itu tidak ada hati dan pikiran terhadap rakyat, karena sudah jelas semua stakeholder daripada masyarakat," ujar Said.
Jika pembahasan revisi UU PPP berlanjut dalam rangka perbaikan UU Cipta Kerja, ia mengeklaim bahwa, jutaan buruh akan kembali melakukan mogok kerja. Mengingat regulasi sapu jagat tersebut adalah alat yang justru menihilkan hak-hak kelompok buruh.
"Jadi pemogokan umum itu adalah stop produksi, sekali lagi stop produksi, jutaan buruh, kelompok tani, ojek online, dan buruh migran, PRT (pembantu rumah tangga) akan terlibat dalam pemogokan ini," ujar Said.
Badan Legislasi (Baleg) DPR telah memulai pembahasan revisi PPP dalam rangka perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.
Kemarin, Baleg DPR telah menyepakati poin-poin yang akan direvisi dalam UU Cipta Kerja. Terdapat 15 poin yang akan direvisi dalam UU PPP. Pertama adalah memasukkan pengertian omnibus law sebagai metode pembentukan perundang-undangan. Pengertiannya akan dimasukkan dalam Pasal 1 dalam RUU PPP tersebut.
Adapun pengertian omnibus law adalah metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru atau menambah materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan, dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama. Dengan menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.
"Dua, perubahan atas penjelasan Pasal 5 huruf g RUU. Tiga, perubahan Pasal 9 RUU, dengan menambahkan empat ayat baru yang mengatur mengenai penanganan pengujian terhadap undang-undang di Mahkamah Konstitusi oleh DPR dan Pemerintah," ujar Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi dalam rapat pleno RUU PPP, Senin (7/2).
Poin keempat adalah perubahan Bab IV RUU dengan menambahkan bagian baru dengan jµdul 'Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus'. Lima, penambahan Pasal 42A yang mengatur mengenai penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu rancangan peraturan perundang-undangan yang harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.
Enam, perubahan Pasal 58 yang mengatur mengenai pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi yang berasal dari DPRD provinsi dan dari gubernur.
Serta, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang berasal dari DPRD kabupaten/kota serta Peraturan Kepala Daerah Provinsi dan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Tujuh, perubahan Pasal 64 RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (1a) yang mengatur mengenai penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus," ujar Baidowi.
Poin selanjutnya adalah perubahan Pasal 72 dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (1a) dan (1b) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis rancangan undang-undang yang telah disetujuan bersama oleh DPR dan presiden. Berikutnya, perubahan Pasal 73 dengan menambahkan ayat baru, yaitu ayat (1) yang mengatur mengenai mekanisme perbaikan teknis oleh Kementerian Sekretariat Negara dalam hal masih terdapat kesalahan ketik setelah RUU yang telah disetujui bersama disampaikan oleh DPR ke Presiden untuk disahkan dan diundangkan.
"10, perubahan Pasal 95A RUU dengan menambahkan ayat baru yaitu ayat (3a) dan ayat (3b) terkait pengaturan mengenai kegiatan pemantauan dan peninjauan undang-undang yang dilakukan oleh DPD dan pemerintah," ujar Baidowi.
Ke-11, perubahan Pasal 96 yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Poin selanjutnya, penambahan Pasal 97A, Pasal 97B, dan Pasal 97C.
Adapun ketiga pasal tersebut akan mengatur, peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus hanya dapat diubah dengan mengubah peraturan perundang-undangan dimaksud. Lalu, pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan berbasis elektronik. Terakhir ihwal pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi.
Poin ke-13, perubahan Pasal 99 RUU yang menggantikan frasa 'peneliti' dengan frasa 'analis legislatif'. Berikutnya, perubahan Lampiran I RUU yang mengatur mengenai naskah akademik. Terakhir, perubahan Lampiran II RUU yang mengatur mengenai Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan," sambungnya.
"Apakah draft rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 bisa kita proses untuk mendapatkan persetujuan di tingkat berikutnya?" tanya Ketua Baleg Supratman Andi Agtas dijawab setuju oleh peserta rapat yang hadir.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.