Nasional
Komnas HAM Periksa Bupati Langkat Pekan Depan
Komnas HAM sedang membahas detail teknis dan hari pemeriksaan Terbit dengan pihak KPK.
JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengizinkan Komnas HAM memeriksa Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin (TRP) terkait keberadaan kerangkeng manusia di rumahnya. Pemeriksaan Terbit, yang kini ditahan KPK terkait kasus suap, diagendakan pada pekan depan.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, lembaga antirasuah telah menerima permintaan dari Komnas HAM untuk memeriksa Terbit. KPK pun mempersilahkan dan akan memfasilitasi prosesnya pemeriksaan oleh Komnas HAM.
“Kami memastikan bahwa agenda ini tidak mengganggu proses penyidikan yang sedang berlangsung di KPK,” kata Ali Fikri dalam keterangannya kepada Republika, Rabu (2/2).
Pada Selasa lalu, KPK menduga Terbit menerima suap Rp 2,1 miliar dari berbagai pihak. Kemarin, KPK memanggil empat saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.
Sementara itu, Komnas HAM sedang membahas detail teknis dan hari pemeriksaan Terbit dengan pihak KPK. “Secara prinsip, ada respons positif dan kerja sama. Kami ucapkan terima kasih atas respons dan kerja sama KPK," ujar Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam kepada Republika.
Anam menjelaskan, pemeriksaan Terbit hanya akan dilakukan oleh jajarannya. Sebab, Komnas HAM mengajukan permohonan pemeriksaan Terbit secara mandiri, bukan bersamaan dengan tim Polri. Karena itu,
Pada Senin lalu, Anam mengatakan, pemeriksaan Terbit akan membuat kasus keberadaan kerangkeng dan dugaan perbudakan yang terjadi di sana, menjadi terang benderang. Sebab, Komnas HAM akan mendalami soal apa yang terjadi di sana, bagaimana peristiwa itu, dan kapan hal tersebut dimulai, serta lain sebagainya.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution mendorong Terbit dijerat dengan pasal berlapis. Sebab, Terbit terlibat dugaan suap dan dugaan kejahatan pidana lain seperti pengurungan manusia serta satwa.
LPSK sudah melaporkan tujuh temuan yang dinilai ganjil di rumah Terbit. Temuan tersebut, yakni dua kerangkeng manusia, penghuni serupa sel diharuskan membuat surat pernyataan bahwa pihak keluarga tidak boleh meminta agar penghuni dipulangkan selain izin dari pembina kerangkeng, keluarga dilarang melihat penghuni di dalam kerangkeng dalam batas waktu yang ditentukan.
“Bahkan meminta keluarga tidak akan menggugat jika terjadi sesuatu pada penghuni selama dalam kerangkeng,” ujar Maneger.
LPSK juga menemukan penghuni serupa sel bukan hanya pecandu narkoba, tapi juga tindak pidana lain. Kemudian, ada temuan dugaan pembayaran penghuni kerangkeng, tidak diizinkan ibadah di luar kerangkeng, dan dipekerjakan tanpa dibayar.
“Terakhir, adanya penghuni meninggal dunia yang di tubuhnya diduga terdapat tanda-tanda luka sekitar tahun 2019,” kata Maneger.
Atas temuan di atas, LPSK mengimbau agar siapapun yang mengetahui dugaan perbudakan oleh Terbit membuka suaranya. LPSK menjamin perlindungan terhadap saksi. “LPSK hanya dapat memberikan perlindungan, jika ada permohonan,” kata Maneger.
Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo juga mendorong agar korban perbudakan atau tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berhak mendapatkan restitusi alias ganti kerugian dari pelaku. Hak restitusi termaktub dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
View this post on Instagram
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.