Nasional
Komnas HAM Segera Periksa Bupati Langkat
Setidaknya ada tiga dugaan tindak pidana terkait keberadaan kerangkeng manusia di Langkat.
JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera memeriksa Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin terkait temuan kerangkeng manusia di rumahnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah membuka pintu bagi kepolisian dan Komnas HAM untuk meminta keterangan dari tersangka dugaan kasus korupsi tersebut. “Saya minta kepada KPK untuk merealisasikan tawaran tersebut dan kami harap pekan ini bisa dilakukan,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat dikonfirmasi, Senin (31/1).
Anam mengatakan, Komnas HAM akan mendalami soal apa dan bagaimana serta kapan kerangkeng dimulai. Dia melanjutkan, kelengkapan keterangan itu akan juga membuat masyarakat mendapatkan informasi jelas terkait peristiwa yang terjadi berkenaan dengan kerangkeng manusia tersebut.
Berdasarkan investigasi, Komnas HAM menemukan adanya lebih dari satu kematian yang diakibatkan tindak kekerasan di kerangkeng di kediaman bupati Langkat itu. “Kami menemukan pola kekerasan ini berlangsung, siapa pelaku, bagaimana caranya, pakai alat apa tidak,” kata dia.
Dia mejelaskan, kepolisian juga menerima keterangan adanya tindak kekerasan hingga hilangnya nyawa. ”Kami meminta polda menindaklanjuti menjadi proses hukum karena dekat dengan peristiwa pidana dan kapolda berjanji segera menindaklanjuti baik temuan internal atau komnas HAM,” katanya.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyimpulkan setidaknya ada tiga dugaan tindak pidana terkait keberadaan kerangkeng manusia tersebut. Dugaan tindak pidana pertama adalah penghilangan kemerdekaan orang atau beberapa orang oleh seseorang atau beberapa orang secara tidak sah.
Penghilangan kemerdekaan orang lain ini dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kewenangan. “Hal ini bisa kita sebut adalah penyekapan,” kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo.
Kedua, dugaan tindak pidana perdagangan orang. Sebab, puluhan orang yang dipenjarakan di sana dipekerjakan secara paksa di kebun sawit dan pabrik pengolahan sawit milik Terbit.
Ketiga, dugaan tindak pidana membuat panti rehabilitasi ilegal. “Badan Narkotika Nasional daerah sudah mengeluarkan pernyataan bahwa ini bukan panti rehabilitasi yang sah," ujar Hasto.
LPSK juga menyoroti garis polisi tak kunjung dipasang di lokasi kerangkeng. “Apakah ini belum dijadikan sebagai TKP (tempat kejadian perkara) oleh polisi? Saya kira ini ada sesuatu yang aneh," kata Hasto.
LPSK juga mendapatkan informasi adanya oknum polisi yang merekomendasikan agar warga ditahan di kerangkeng tersebut. “Kita tak tahu keterlibatan aparat sejauh mana. Tapi pembiarannya menurut kami sudah terang,” ujar Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu.
Edwin menjelaskan, indikasi lain soal pembiaran terstruktur itu dari lamanya sel ilegal itu beroperasi, yakni 10 tahun. Selama kerangkeng itu beroperasi, banyak pihak mengetahui seperti dokter dari puskesmas, Dinas Kominfo Langkat, dan ajudan bupati yang berasal dari kepolisian.
LPSK juga menduga ada satu lagi kerangkeng manusia milik Terbit. Dugaan ini karena tim LPSK menemukan sebuah kertas catatan yang berisikan nama sejumlah orang yang berada di kerangkeng ketiga.
“Ini yang jadi pertanyaan bagi kami. Kerangkeng ketiga ini di mana, masih beroperasi atau nggak?” kata Edwin.
View this post on Instagram
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.