Inovasi
Potensi Tinggi Implementasi IoT
Dengan IoT yang didukung 5G, kita akan bisa mendapatkan output yang lebih baik dari segi produktivitas.
Sejak revolusi industri 4.0 mulai digaungkan, istilah Internet of Things (IoT) mulai sering terdengar. Bukan hanya hadir untuk sektor industri, IoT kini juga banyak dimanfaatkan untuk pemanfaatan teknologi di kalangan retail, seperti smart homes dan smart offices yang telah banyak ditemui.
Ekosistem IoT di Indonesia pun terus berkembang dan memiliki potensi yang besar. Apalagi ketika didorong oleh hadirnya teknologi 5G. Namun di sisi lain, terdapat sejumlah tantangan yang menjadi pekerjaan rumah bagi pengembang IoT saat ini.
Menurut Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI), Teguh Prasetya potensi ekosistem atau pasar IoT di Indonesia pada 2022 mencapai 26 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 372 triliun. Besarnya perkiraan jumlah ini, terdiri dari peningkatan di beberapa sektor.
Mulai dari, sektor perangkat yang potensinya meningkat 13 persen menjadi 3,4 miliar dolar AS atau Rp 48,6 triliun, dan jaringan yang juga meningkat sembilan persen menjadi 2,3 miliar dolar AS atau Rp 32,8 triliun. Berikutnya, peningkatan juga terjadi di IoT sektor platform sebesar 33 persen menjadi 8,6 miliar dolar AS atau Rp 122,9 triliun, dan aplikasi sebesar 45 persen, yakni 11,7 miliar dolar AS atau Rp 167,3 triliun.
“Aplikasi ada di urutan paling tinggi sebenarnya. Besarnya adalah 11,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 167,3 triliun. Jadi kalau kita lihat total pasar IoT 2022 itu besarnya adalah sekitar Rp 372 triliun,” ujar Teguh dalam acara webinar Menapaki Masa Depan Komunikasi Data, beberapa waktu lalu.
Kemudian, sepanjang tahun potensi pasar IoT juga akan terus mengalami peningkatan. Nantinya, kata Teguh, pada 2025 pasar IoT di Indonesia diprediksi mampu bisa mencapai 40 miliar dolar AS atau Rp 572,7 triliun, dengan 678 juta perangkat IoT yang sudah terhubung.
“Berdasarkan hasil analisa ASIOTI di 2020, besarnya potensi IoT di Indonesia hingga 2025 adalah 40 miliar dolar AS. Potensi ekosistem IoT yang besar ini sejalan dengan minat, kebutuhan serta demand dari masyarakat yang ada,” ungkap Teguh.
Menurut Teguh yang direktur utama PT Alita Praya Mitra, saat ini terdapat sembilan sektor IoT yang bisa dikembangkan di 2022 hingga 2025. Kesembilan sektor tersebut, di antaranya kesehatan, makanan, minuman, pertanian, perkebunan, tambang dan perminyakan.
“Ada tiga hal besar yang akan menjadi pokok pengembangan IoT yaitu meningkatkan operasional dan efisiensi, meningkatkan kualitas kesehatan dan keamanan, serta meningkatkan produktivitas atau penjualan,” kata Teguh.
Pada 2025 pasar IoT di Indonesia diprediksi mampu bisa mencapai 40 miliar dolar AS atau Rp 572,7 triliun, dengan 678 juta perangkat IoT yang sudah terhubung.
Teknologi Pendorong
Tahun lalu, Indonesia resmi menggelar teknologi 5G. Teknologi terbaru itu diharapkan mampu mendorong ekosistem IoT di Indonesia.
Menurut VP Internet of Things Telkomsel, Alfian Manullang, 5G merupakan platform yang mampu mendorong berbagai inovasi di segala sektor, salah satunya IoT. “5G adalah platform yang mampu mendorong terciptanya inovasi, di sektor eMBB, Mobile Edge Computing (MES), Network Slicing, Massive IoT, dan Ultra Low Lag,” ujarnya.
Khusus mengenai IoT, Alfian menjelaskan, teknologi 5G mampu meningkatkan implementasi produk IoT di sektor industri manufaktur. Berdasarkan kolaborasi Telkomsel dan Schneider Electronics di Batam, misalnya.
Ternyata 5G mampu mendukung beberapa use case IoT seperti Industrial IoT, Augmented dan Virtual Reality, Lean Digitization System (OEE), dan Energy Efficiency menjadi lebih maksimal. “Melalui kolaborasi dengan Schneider, kami ingin menjadi pionir atau benchmark dalam pemanfaatan 5G,” lanjut Alfian.
Sebab, ia melanjutkan, dengan IoT yang didukung 5G kita akan bisa mendapatkan output yang lebih baik dari segi produktivitas, efisiensi, dan keselamatan. Hal yang sama juga dikatakan oleh Product Marketing Manager Xiaomi Indonesia, Calvin Nobel.
Menurutnya, teknologi 5G akan mampu mendorong perusahaan untuk membawa lebih banyak produk AI dan IoT (AIoT) ke Tanah Air. Apalagi, saat ini Xiaomi telah memiliki lebih dari 2.000 produk, dan sudah memiliki lebih dari 400 juta pengguna di seluruh dunia.
“Dengan adanya 5G, Xiaomi bisa membawa produk-produk yang lebih banyak dan menyeluruh sehingga semua orang lebih aware terhadap produk kami,” ungkap Calvin. Di tahun ini, Xiaomi akan melanjutkan komitmen untuk menghadirkan pengalaman baru ritel dengan melibatkan produk IoT sebagai edukasi kepada konsumen tentang manfaat dari gaya hidup pintar.
Di pengujung tahun lalu, Xiaomi telah memperluas ekosistem IoT yang dimilikinya dengan menghadirkan, Redmi Buds 3, Redmi Buds 3 Lite, Redmi Watch 2 Lite, dan Xiaomi Smart Air Purifier 4 Pro. Ke depannya kita akan membawa lebih banyak produk lain ke Indonesia,” ujar Calvin.
Tantangan Implementasi IoT
Meski memiliki potensi yang luar biasa, bukan berarti IoT akan dengan mulus diimplementasi secara luas di Indonesia. Menurut Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI), Teguh prasetya, terdapat sejumlah tantangan yang terjadi untuk ekosistem IoT di Indonesia.
Setidaknya, kata Teguh, ada empat tantangan yang dihadapi oleh pengembang IoT. Pertama adalah soal literasi di kalangan executive level dan masyarakat umum mengenai IoT. “Banyak yang belum mengerti mengenai IoT sehingga perlu adanya edukasi dan sosialisasi secara masif dan terstruktur,” jelas Teguh.
Selain itu, tantangan kedua terkait dengan sumber daya manusia (SDM) yang masih minim, khususnya SDM yang telah memiliki sertifikasi dan spesialist di bidang IoT. Untuk mengatasi masalah tersebut tentu saat ini perlu adanya training, assessment, dan pembinaan yang menyeluruh.
Mulai dari pendidikan dasar hingga vokasi. “Minimnya SDM menjadi kendala dan jawabannya adalah melakukan training dari pendidikan dasar hingga vokasi. Hal ini dapat dilakukan oleh lembaga formal maupun mandiri dan online. Tujuannya, agar banyak SDM yang mempunyai skill di bidang IoT,” sambungnya.
Ketiga adalah keterbatasan kapital, baik dalam bentuk investasi awal dan insentif mengenai IoT. Jawaban dari tantangan ini adalah dengan fleksibilitas pola implementasi mulai dari OPEX, bagi hasil, hibah dan sponsorship.
Keempat, adalah masalah komponen elektronik seperti importasi, dan kelangkaan suplai. Teguh menyarankan agar perlu adanya kemudahan dan pemberian insentif impor komponen. “Hal ini dinilai diperlukan untuk pembuatan industri komponen elektronik seperti chip di Indonesia. Kita berharap bisa mengatasi kelangkaan supply, dengan menggunakan produk chip lokal yang ada,” saran Teguh.
Ia pun menyimpulkan, IoT akan terus bertumbuh dengan pesat. Hal ini sejalan dengan pengembangan otomatisasi di semua sektor kehidupan masyarakat.
Selain itu, pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pengembang IoT, juga dibutuhkan untuk bisa membentuk ekosistem yang saling bersinergi agar dapat bertumbuh dengan cepat. Tentunya, ia melanjutkan, diperlukan upaya bersama untuk mempercepat, mengembangkan ekosistem industri di Tanah Air. Baik itu industri perangkat, chip, komponen, jaringan, platform, sampai dengan aplikasi dan solusi atau integrator di bidang IoT.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.