Khazanah
Dakwah Membangun, Bukan Merobohkan
Pertemuan pegiat dakwah Nasional menghasilkan sembilan rekomendasi.
JAKARTA – Dakwah merupakan sarana untuk menyebarkan hal-hal baik yang membangun. Dakwah bukan menjadi jalan merobohkan, apalagi meruntuhkan.
"Dakwah adalah membangun, bukan merobohkan, apalagi meruntuhkan. Dakwah membangun keilmuan, membangun peradaban bahkan kehidupan," ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud, melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Senin (24/1).
Lebih lanjut Kiai Marsudi menyampaikan, dengan jumlah penduduk Muslim yang mayoritas di Indonesia, peran dakwah menjadi sangat penting, terutama untuk menjaga ajaran agama bahkan kondisi sosial kemasyarakatan. Di titik inilah, menurut dia, standardisasi dai diperlukan untuk menjaga agama, bangsa, dan negara.
“Hal itu bisa dimulai dari mengembangkan keilmuan dan metode atau cara penyampaian dakwah,” katanya,
Karena posisi dakwah dan dai yang penting di masyarakat, para dai harus makin cerdik menempatkan diri. "Beberapa dai besar kerap dijatuhkan pihak tertentu karena ada perkataannya yang dinilai tidak benar. Terutama pada zaman media sosial seperti sekarang, banyak kata yang ditafsirkan bermacam-macam," ujar Kiai Marsudi.
Dalam upaya merumuskan berbagai pedoman terkait dakwah, Komisi Dakwah MUI menggelar Multaqa Duat Nasional pada 22-24 Januari 2022 di Jakarta. Forum ini digelar bersamaan dengan wisuda akbar para dai yang telah tuntas mengikuti program Standardisasi Dai MUI angkatan keempat sampai sepuluh.
Adapun peserta Multaqa Duat Nasional adalah perwakilan Komisi Dakwah MUI Pusat dan provinsi, perwakilan ormas Islam pendiri MUI, dan akademisi dari fakultas-fakultas dakwah. Ketua Komisi Dakwah MUI, KH Ahmad Zubaidi, menyampaikan, Multaqa Duat Nasional menghasilkan sembilan rekomendasi.
Rekomendasi pertama, yakni mendorong para dai untuk memaksimalkan penggunaan teknologi informasi sebagai alat utama dalam berdakwah di era digital ini. "Kedua, pemerintah hendaknya menggandeng para dai dalam program penyejahteraan ekonomi umat sehingga dapat mendorong terciptanya masyarakat yang sejahtera dan religius," kata Kiai Zubaidi kepada.
Rekomendasi ketiga, dai dalam dakwahnya hendaknya menjadikan pendekatan ekonomi sebagai salah satu manhajnya. Keempat, agar dakwah wasathiyah efektif, dakwah hendaknya berbasis peta dakwah, kurikulum dakwah, dan tersedianya kader penggerak dakwah yang selalu mengawal program dakwah wasathiyah secara masif.
Rekomendasi kelima, lanjut Kiai Zubaidi, menyeru MUI dan ormas-ormas Islam di semua tingkatan membuat peta dakwah. Keenam, merekomendasikan untuk terciptanya masyarakat yang damai dan saling bertoleransi, baik internal umat Islam maupun dengan umat lain.
"Rekomendasi ketujuh, para dai senantiasa berpegang teguh pada kode etik dai dalam menyampaikan dakwahnya," ujar Kiai Zubaidi.
Adapun rekomendasi kedelapan, MUI menjadi tenda besar untuk menyamakan persepsi, mengkoordinasikan dakwah dan menyamakan manhaj agar dapat bersinergi dalam hal kesejahteraan, keselamatan dan perlindungan dai. Harapannya, kata dia, muruah dai terangkat secara elegan di bawah payung besar MUI.
“Rekomendasi kesembilan, MUI hendaknya membentuk Dewan Kehormatan dan Kode Etik Dai dalam menyelesaikan berbagai problematik dai dan memberikan perlindungan kepada dai yang mengalami masalah hukum bukan karena kesalahannya.”
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.