Ketua DPR Puan Maharani memimpin jalannya Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022). Dalam rapat tersebut DPR mengesahkan Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-undang.Prayogi/Republika. | Prayogi/Republika.

Tajuk

IKN dan Problem Sosial Politiknya

Pilihan politik yang akan diambil Presiden Jokowi untuk IKN akan kental memengaruhi peta politik menuju 2024.

 

Tepat sepekan pengesahan RUU Ibu Kota Negara (IKN). Pemerintah pusat belum terlihat merilis aturan turunan dari UU IKN. Di publik, pembahasan sejumlah poin yang dianggap kritikal dari ibu kota yang bernama Nusantara itu terus mengemuka.

Utamanya, isu soal siapa yang akan menjadi pimpinan IKN. Isu ini, kita melihat, bisa berkembang menjadi isu politik menuju Pemilu 2024, ketimbang sekadar isu pemerintahan baru.

Dua tahun lalu, Presiden Joko Widodo pernah menyatakan, ada tiga kandidat untuk jadi 'bos Nusantara'. Di depan para pemimpin redaksi media massa nasional, Presiden menyebut Bambang Brodjonegoro, Tumiyana, dan Basuki Tjahaja Purnama.

Bambang Brodjonegoro adalah eks kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Tumiyana kini menjabat sebagai dirut BUMN Wijaya Karya, sementara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah eks wakil gubernur DKI Jakarta, yang kini menjabat komisaris Pertamina.

 
Isu siapa yang akan menjadi pimpinan IKN bisa berkembang menjadi isu politik menuju Pemilu 2024 ketimbang sekadar isu pemerintahan baru.
 
 

Dalam kesempatan yang sama, pekan lalu, Presiden merilis kriteria baru untuk sosok pemimpin Nusantara, yakni arsitek dan berpengalaman memimpin daerah. Sontak publik langsung melirik sejumlah nama baru macam Ridwan Kamil (arsitek yang pernah menjadi wali kota Bandung dan kini gubernur Jawa Barat) dan Risma Triharini (eks wali kota Surabaya yang kini menteri Sosial).

Munculnya kriteria baru ini menarik dicermati, karena kedua sosok di atas sebelumnya juga digadang-gadang bakal maju ke Pemilihan Presiden 2024 ataupun ke Pemilihan Kepala Daerah 2024 untuk DKI Jakarta. Pilihan politik yang akan diambil Presiden Jokowi untuk IKN akan kental memengaruhi peta politik menuju 2024.

Di sisi lain, di dalam UU IKN ditemukan wewenang kepala badan otoritas ternyata lebih condong ke arah investasi dan pembangunan IKN. Ini dimengerti, karena pembangunan IKN dibiayai oleh investasi asing dan APBN.

Namun, tentu tetap harus ada penjelasan soal bagaimana pemerintahan daerah di bawah kepala badan otoritas tidak dijelaskan dengan perinci. Alhasil ini menimbulkan kebingungan tersendiri. Terutama bagi kepala daerah di sekitar IKN.

Wali Kota Samarinda, Andi Harun, misalnya, berharap IKN harus juga menjamin pembangunan daerah penyangga di sekitarnya secara bersama-sama.

Persoalan lain yang mengemuka adalah hubungan pengawasan Nusantara dan daerah. Siapa yang berhak mengawasi Badan Otoritas IKN? Apakah IKN akan diawasi oleh DPRD Provinsi Kaltim? Atau DPRD Kabupaten Penajam Paser? Atau malah DPR RI? Atau ketiganya sekaligus?

Kalau ketiganya sekaligus, bagaimana pembagian peran pengawasan itu di daerah berjalan? Rupanya persoalan politik ini belum dituntaskan di dalam UU IKN yang kemarin disahkan.

 
Rupanya persoalan politik ini belum dituntaskan di dalam UU IKN yang kemarin disahkan.
 
 

Persoalan ketiga, yang tampaknya luput disorot, yakni soal potensi ketegangan sosial. Antara warga lokal dan pendatang. Ini harus amat diwaspadai. Karena pemerintah akan memboyong seluruh kementerian ke Nusantara, termasuk para aparatur sipil negaranya (ASN).

Tahap pertama sudah disetujui, yang akan pindah adalah empat kementerian: Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Sekretaris Negara.

Bappenas pernah menyinggung soal hal ini dalam pembahasan Diskusi Arkeologi Kebangsaan: Rona Awal Peradaban di Calon Ibu Kota Negara di Kalimantan, awal November lalu. Bappenas menyatakan, amat terbuka muncul kesenjangan ekonomi sosial budaya antara penduduk lokal dan kemewahan IKN.

Bappenas pun merasa perlu untuk melakukan mitigasi awal terkait perubahan sosial masyarakat di sana. Bappenas menyoroti potensi persoalan dari ketimpangan ekonomi, kesenjangan ekonomi, dan pemerataan ekonomi di lokasi IKN. Kita tahu, pendapatan per kapita ASN di Jawa jauh melampaui pendapatan per kapita warga di Penajam dan sekitarnya.

Patut diingat, Kalimantan pernah terluka dengan sejarah kerusuhan pendatang dan penduduk lokal menjelang Reformasi 1997. Karena itu, kita meminta pemerintah pusat dan daerah tidak melulu fokus pada pembangunan fisik infrastruktur IKN.

Tetap juga ikut meningkatkan kesejahteraan warga lokal terlebih dulu, sebelum bedol desa kementerian dilakukan. Menyiapkan penduduk lokal akan datangnya jutaan ASN dari Jawa harusnya menjadi prioritas. Ini membutuhkan rekayasa sosial yang tidak mudah.

Kita tahu, merekayasa masyarakat lebih pelik dan rumit ketimbang merekayasa mesin atau bangunan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat