Khazanah
Kaji Lagi UPZ Berbasis KUA
UPZ di KUA sebaiknya sinkron dengan kegiatan Baznas kabupaten dan kota.
JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) berencana membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ) di tiap-tiap Kantor Urusan Agama (KUA). Langkah ini diharapkan dapat memaksimalkan pengumpulan zakat di Indonesia.
“Saat ini, sudah ada tujuh KUA yang telah dibentuk UPZ, saya bayangkan apabila 5.945 KUA kita semuanya berkontribusi dalam pengumpulan zakat, hasilnya akan sangat luar biasa. Dampaknya akan sangat positif bagi masyarakat,” kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Prof Kamaruddin Amin, saat menjadi pembicara utama dalam forum Outlook Zakat Indonesia 2022 yang diselenggarakan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) di Jakarta, Selasa (18/1).
Namun, Ketua Umum Forum Zakat (Foz) Bambang Suherman menyarankan agar rencana tersebut dikaji kembali. Dia mengatakan, jika rencana itu dilandasi oleh semangat untuk memperluas informasi dan literasi tentang jenis dan tema infak, zakat, dan sedekah, tentu perlu didukung. Namun, jika tujuannya hanya sebatas memperbanyak kanal transaksi zakat, rencana ini perlu dipertimbangkan lagi.
“Bila semangatnya semata-mata untuk menjadikan kanal bagi transaksi zakat, maka ini jelas akan ada banyak problem yang perlu disikapi, terutama karena zakat ini secara kultural sudah berjalan di masyarakat,” kata Bambang saat dihubungi Republika, Kamis (20/1).
Sebagai budaya yang sudah mengakar lama di Indonesia, tugas pemerintah maupun pegiat zakat sejatinya hanya perlu menguatkan pengelolaan zakat yang sudah berjalan di masyarakat. “Agar pengelolaan zakat dapat lebih kuat, fungsional dan memberikan manfaat yang lebih besar dan berkelanjutan bagi masyarakat,” kata dia.
Selain itu, dia mengingatkan, di sekitar KUA terdapat banyak masjid yang secara independen mengelola dan memanfaatkan zakat sebagai sumber dana pemberian manfaat bagi masyarakat sekitar, juga sebagai sumber pengelolaan kemakmuran masjid. Dalam hal ini, kata dia, kehadiran UPZ berbasis KUA berisiko menyunat peran lembaga pengelolaan zakat berbasis masyarakat yang selama ini sudah berjalan.
Ia juga menilai, KUA selama ini punya kultur dan budaya kerja yang tidak seagresif kultur dan budaya kerja lembaga pengelolaan zakat. “Kita perlu memastikan bahwa peran UPZ berbasis KUA ini adalah peran stategis penguatan gerakan zakat masyarakat di Indonesia, bukan sebaliknya,” ujar Bambang.
Sementara pengamat ekonomi syariah, Yusuf Wibisono, menyoroti soal sistem pengawasan, pelaporan, sumber daya manusia (SDM), dan operasional UPZ yang akan dibuat di setiap KUA tersebut.
Menurut dia, kalau jumlah UPZ-nya terlalu masif, tidak akan efisien secara organisasi. Menurut dia, jika menginginkan penghimpunan zakat yang efisien, harus secara digital dan menggunakan saluran perbankan.
Sementara itu, pengamat ekonomi syariah, Irfan Syauqi Beik, menyambut baik upaya Kemenag untuk memperluas upaya-upaya pengumpulan zakat secara nasional, termasuk lewat UPZ di KUA. Menurut dia, yang perlu diperhatikan adalah fungsi dari UPZ di KUA yang berlokasi di tingkat kecamatan.
"Kita tahu kecamatan menjadi ranah dari Baznas kabupaten dan kota, biasanya mereka juga punya UPZ di level kecamatan, biasanya punya UPZ yang langsung ke masyarakat," kata Irfan.
Ia mengatakan, tinggal bagaimana memosisikan UPZ di KUA, supaya UPZ terkoneksi dan sinkron dengan kegiatan Baznas kabupaten dan kota.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.