Internasional
Israel Usir Warga Sheikh Jarrah
Penghancuran rumah dilakukan Rabu (19/1) dini hari.
YERUSALEM -- Polisi Israel akhirnya mengusir warga Palestina dari properti mereka dan menghancurkannya pada Rabu (19/1) dini hari. Pembongkaran itu dilakukan di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, yang menarik perhatian dunia internasional.
Anggota keluarga besar Salhiyeh dan para aktivis menggelar aksi berkumpul di dalam dan di atap rumah. Polisi yang selama ini bersiaga di sekeliling rumah akhirnya digantikan oleh pasukan bersenjata. Mereka merangsek masuk, lalu mengusir semua orang dari lokasi.
Kantor berita Reuters melaporkan, alat penggali mekanik akhirnya menghancurkan rumah itu dan meninggalkan tumpukan reruntuhan. Perabotan rumah itu juga dihancurkan beberapa jam kemudian. Furnitur, foto-foto keluarga, hiasan rumah, dan mainan anak-anak tampak berserakan.
Rumah yang telah dihuni keluarga Salhiyeh selama puluhan tahun itu akhirnya hancur. Keluarga yang beranggotakan 12 orang itu dipaksa keluar.
Saksi mata mengatakan, polisi menangkap 25 orang. Menurut polisi, mereka ditangkap karena dugaan melanggar perintah pengadilan, melakukan pengepungan dengan cara kekerasan, dan mengganggu ketentraman umum.
Keluarga Salhiyeh mengatakan, mereka membeli properti mereka sebelum 1967. Pemerintah Israel menolak klaim keluarga tersebut di pengadilan. Keluarga itu mengajukan banding dan sedang menunggu putusan. Namun, hakim tidak membekukan perintah pengusiran. Perintah pengusiran tetap berlaku.
Pemerintah Kota Yerusalem mengeklaim tanah itu adalah zona fasilitas umum yang akan dibangun sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Properti itu disita pada 2017.
Israel menuding keluarga Salhiyeh adalah penghuni liar dan gedung itu dibangun dengan ilegal pada 1990-an. Pemerintah Israel berjanji akan membayar kompensasi yang layak kepada pemiliknya.
"Bangunan ilegal ini mencegah pembangunan sekolah yang dapat bermanfaat untuk anak-anak di seluruh komunitas Sheikh Jarrah," kata Pemerintah Kota Yerusalem dan polisi Israel dalam pernyataan gabungan.
Anggota Dewan Kota Yerusalem, Laura Wharton, menuduh Pemerintah Kota Yerusalem mempertaruhkan nasib warga Palestina yang merupakan sepertiga dari populasi. "Saya memprotes, menolak, dan menyesalkan seluruh tindakan ini dan saya berharap kota dan pemerintahnya dapat memperlakukan semua warganya secara setara dan terhormat," katanya.
Pendapat Peace Now
Peneliti dari kelompok antipermukiman Peace Now, Hagit Ofran, mengakui, keluarga Salhiyeh tidak dapat membuktikan kepemilikan mereka atas gedung yang dibongkar. Namun, menurut dia, sudah jelas mereka tinggal di sana selama bertahun-tahun.
Ofran mengatakan, pembangunan sekolah Israel itu seharusnya bisa didirikan di tempat lain. Kediaman Salhiyeh seharusnya dibiarkan tetap berdiri karena sekolah yang akan dibangun Israel ada di lahan di dekatnya.
"Pengambilalihan ini dapat dilakukan tanpa perlu menggusur mereka, ini Sheikh Jarrah, di masa yang sangat sensitif ini seluruh dunia melihat dan pemerintah tidak berniat menghentikannya," kata Ofran.
Puluhan keluarga Palestina di Yerusalem Timur berisiko diusir organisasi pemukim Yahudi. Ribuan lainnya terancam rumahnya dihancurkan. Kebijakan Israel mempersulit warga Palestina membangun rumah baru atau memperluas yang sudah ada.
Israel merebut dan menduduki Yerusalem Timur pada 1967. Wilayah itu akhirnya dianeksasi Israel. Bagi Israel, seluruh wilayah Yerusalem adalah ibu kota mereka.
Konsensus internasional menyepakati solusi dua negara dalam konflik Israel dan Palestina. Palestina akan berdiri berdampingan dengan Israel. Sesuai batas wilayah sebelum perang 1967, Palestina akan meliputi Jalur Gaza dan Tepi Barat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota mereka.
Kecaman Kedubes Palestina di Jakarta
Kedutaan Besar Negara Palestina di Indonesia mengeluarkan pernyataan mengecam pengusiran dan penghancuran keluarga Mahmoud Salhiyeh di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, Rabu (19/1). Menurut Kedubes Palestina, tindakan terbaru itu menjadi ujian bagi komunitas internasional, PBB, dan Amerika Serikat untuk bersikap.
"Tindakan ini merupakan operasi rasial dan brutal yang menargetkan warga Palestina di Yerusalem dan kota-kota yang sekitarnya," kata Kedubes Palestina dalam pernyataan yang diterima Republika, Rabu.
Foto-foto: Mahmoud Illean/AP
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.