Nasional
BKKBN Kenalkan Pil KB untuk Ibu Menyusui
Pil KB untuk ibu menyusui merupakan komitmen BKKBN mencegah stunting.
NGANJUK -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkenalkan pil KB Progestin atau pil KB untuk ibu menyusui di Pendopo Kabupaten Nganjuk, Rabu (19/1). Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo menyatakan, pil KB yang diluncurkan tersebut dimaksudkan untuk menurunkan angka tidak ber-KB karena alasan menyusui.
Pil KB yang hanya berisi hormon progestin tersebut tidak memengaruhi produksi ASI dan tidak menganggu kelancaran dalam pemberian ASI eksklusif. Menyusui secara eksklusif memang bisa menjadi kontrasepsi alami untuk mencegah kehamilan, terutama selama enam bulan pertama setelah melahirkan.
"Namun demikian, untuk meredam kekhawatiran, tidak ada salahnya untuk tetap menggunakan alat dan obat kontrasepsi demi meminimalisasi kehamilan kembali setelah melahirkan," ujar Hasto.
Hasto menjelaskan, diluncurkannya pil KB yang tidak menganggu kelancaran dalam pemberian ASI eksklusif tersebut juga bertujuan untuk menekan stunting di Indonesia. Menurut Hasto, bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif memiliki risiko mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang diberi ASI eksklusif.
"Jika anak mengalami kekurangan asupan makanan, antara lain, tidak diberikannya ASI eksklusif pada masa bayi hingga usia enam bulan pertama maka akan kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Selain itu, anak akan mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga mudah terkena penyakit infeksi," ujarnya.
Hasto menjelaskan, stunting merupakan kegagalan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam waktu lama. Kemudian, nuga disebabkan penyakit infeksi berulang dan stimulasi psikososial yang tidak memadai, terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan.
Hasto melanjutkan, penyebab tidak langsung terjadinya stunting yaitu kerawanan pangan keluarga, pola asuh tidak baik, lingkungan yang tidak sehat, dan keterbatasan terhadap layanan kesehatan. Akar masalah dari stunting adalah pendidikan, kemiskinan, disparitas, sosial budaya, kebijakan pemerintah, politik, dan hal lainnya.
"Stunting mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kecacatan untuk jangka pendek. Sedangkan, jangka panjang dapat menimbulkan stunting saat dewasa, gangguan kesehatan reproduksi, kemampuan terbatas, dan timbulnya penyakit tidak menular," kata Hasto.
Ia melanjutkan, pencegahan stunting dapat dilakukan dengan beberapa cara. Yakni menjaga nutrisi dan gizi ibu hamil agar tercukupi, memberikan ASI eksklusif pada bayi sampai umur enam bulan, menjaga kebersihan lingkungan, melakukan pola asuh anak yang baik, memberikan imunisasi lengkap untuk anak, memberikan asupan bergizi dan MPASI, serta menyediakan air bersih dan fasilitas sanitasi.
Ketua DPRD Jatim Kusnadi mengatakan, prevalensi stunting Indonesia terbilang masih tinggi. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan bisa menekannya hingga 14 persen pada 2024.
Kusnadi berpendapat, modernisasi turut berpengaruh terhadap tingginya prevalensi stunting Indonesia. Tidak lagi ada perbedaan antara pria dan wanita untuk meraih profesi. Kemudian, cuti hamil yang jaraknya hanya 30 hari turut menyebabkan asupan gizi sang bayi tidak terlalu optimal setelah sang ibu harus kembali masuk kerja.
"Karena setelah masuk kerja maka kemudian bayi menjadi anaknya baby sitter," ujarnya.
Plt Bupati Ngajuk Marhaen Djumadi menyambut baik diluncurkannya pil KB yang diproyeksikan bisa menekan angka stunting di Indonesia. Ia menegaskan komitmen Pemkab Nganjuk mulai dari kebijakan perencanaan, penganggaran, termasuk monitoring dan evaluasi terkait keluarga berencana, serta lebih fokus lagi terhadap stunting.
Ia memaparkan, perkembangan stunting di Kabupaten Nganjuk pada 2018 kurang lebih 16,1 persen. Kemudian, pada 2019 turun menjadi kurang lebih 11,48 persen. Selanjutnya, pada 2020 turun lagi menjadi 11,01 persen dan pada 2021 stunting di Kabupaten Ngajuk kembali turun ke angka 9,63 persen.
"Kita berharap betul solusi ASI ekslusif ini menjadi salah satu cara mengurangi risiko stunting. Kita berharap turun lagi, paling tidak di angka lima persen," ujar Marhaen.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.