Khazanah
Hukum Prasangka Buruk (Suuzhon) kepada Sesama Muslim
Kebanyakan prasangka buruk bersifat negatif. Pikiran-pikiran jelek hanya akan melahirkan sifat tercela bagi 'pengidapnya'.
JAKARTA – Suuzhon (berburuk sangka) kepada seorang Muslim tanpa sebab merupakan perilaku buruk dan bencana besar yang membahayakan masyarakat Islam. Namun demikian, berburuk sangka kepada Muslim yang jelas-jelas melakukan keburukan diperbolehkan.
Syekh Hasan Ayyub dalam kitab As-Suluk Al-Ijtima’i menjelaskan, bahwa diperbolehkannya berburuk sangka kepada Muslim yang jelas-jelas melakukan keburukan adalah berburuk sangkanya adalah jelas terhadap keburukan yang dilakukannya. Dijelaskan bahwa kebanyakan suuzhon yang terjadi justru masuk ke dalam kategori yang diharamkan.
Maka agar lebih menuju ke arah preventif, maka umat Islam seyogyanya menghindari sikap demikian. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Al-Hujurat ayat 12, “Ya ayyuhalladzina aamanu-jtanibuu katsiran minaazhanni inna ba’dha az-zhanni itsmun,”. Yang artinya, “Wahai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari kamu prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah perbuatan dosa,”.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata bahwa Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak prasangka, yakni menuduh terhadap kerabat, dan orang lain bukan pada tempatnya. Sebab sebagiannya merupakan dosa murni, maka hendaknya dihindari sebagai langkah preventif.
Rasulullah SAW berpesan, “Janganlah kamu berprasangka dengan satu kata-kata terhadap saudaramu seiman kecuali berprasangka baik, karena bisa jadi engkau dapati kata-kata itu kandungan kebaikan,”.
Tingkatan haram prasangka buruk berbeda-beda. Yang paling berat adalah suuzan kepada Allah SWT. Allah mengancam akan memberikan hukuman, bahkan menyebut mereka yang ber prasangka buruk sebagai munafik. "Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah." (QS al-Fath: 6).
Suuzan juga terlarang kepada Rasulullah SAW dan para sahabat. Imam al-Qurthubi berkata, prasangka yang jelek kepada orang yang lahiriyahnya baik, tidak diperbolehkan. Dan, dosanya adalah hukuman yang akan didapatkan dari orang yang memiliki prasangka. (Tafsir al- Qurthubi, 16/332).
Meski demikian, al-Qurthubi mencatat, tidak sepenuhnya prasangka dilarang Allah SWT. Ada prasangka yang diperbolehkan. "Karena sebagian dari prasangka itu dosa." (QS al-Hujurat: 12). Ayat ini merujuk pada pemahaman sebaliknya, ada sebagian prasangka yang bukan dosa.
Menurut Imam al-Qurthubi, zhan dalam syariat ada 2: terpuji dan tercela. Zhan yang terpuji adalah yang tidak membahayakan agama orang yang berprasangka dan orang yang menjadi sasaran prasangka, ketika itu sampai kepadanya. Sementara, zhan yang tercela adalah kebalikan nya. (Tafsir al-Qurthubi, 16/332). Di antara zhan yang boleh adalah zhan kepada orang yang secara lahiriah dia jahat, atau terbiasa melakukan maksiat secara terang-terangan.
Meski demikian, kebanyakan prasangka buruk bersifat negatif. Pikiran-pikiran jelek hanya akan melahirkan sifat tercela bagi 'pengidapnya'. Prasangka buruk merupakan perbuatan yang sangat dikecam Islam, karena tidak sedikit pun mendatangkan kebaikan. "Dan kebanyakan mereka hanya mengikuti du gaan. Sesungguhnya dugaan itu tidak sedikit pun berguna untuk melawan kebenaran .... " (QS Yunus: 36).
Dalam mengelaborasi pengertian prasangka, Imam Sufyan Ats-Tsauri menyatakan, prasangka itu ada dua jenis. Prasangka yang mendatangkan dosa dan prasangka yang tidak mendatangkan dosa. Yang pertama dilakukan oleh orang yang berprasangka dengan menampakkannya melalui ucapan. Yang kedua dilakukan oleh orang yang hanya berprasangka dalam hati.
Prasangka model pertamalah yang dinilai Imam Ats Tsauri berimplikasi dosa. Sedangkan yang kedua tidak. Namun jika dicermati, prasangka model kedua bisa menjadi pembuka jalan terjadinya prasangka model pertama.
Dengan ujaran lain, prasangka yang tertumpahkan melalui ucapan itu terjadi karena bermula dari prasangka dalam hati. Karenanya, orang-orang beriman tetap harus menghindari kedua model prasangka itu.
Apalagi menurut banyak riwayat, Allah SWT justru melihat apa yang ada di kedalaman hati hamba-Nya. Itu artinya, prasangka dalam hati juga tak pernah luput dari pantauan Allah SWT.
Hal ini perlu diangkat ke permukaan, karena dalam kondisi bangsa yang serbasemrawut ini, sangat mungkin sikap saling berprasangka menjadi lumrah terjadi.
Kita masih ingat tragedi al-ifku yang menimpa Siti Aisyah, istri Rasulullah SAW. Karena beliau disangka berselingkuh, masyarakat Madinah pun gempar. Rasulullah SAW tidak berkenan.
Gunjingan demi gunjingan berhamburan di tiap sudut kota. Ketegangan pun terjadi di mana-mana. Kedamaian hilang. Padahal, berita perselingkuhan itu hanya dusta yang sengaja disebar orang munafik. Untuk itu, menghindari prasangka sangat ditekankan dalam Islam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.