Nasional
Azis Syamsuddin Dicecar Soal Penggunaan Aplikasi Signal
Azis Syamsuddin hanya mengakui memberikan uang Rp 210 juta kepada Stepanus.
JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mencecar mantan wakil ketua DPR Azis Syamsuddin mengenai komunikasinya dengan eks penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju, menggunakan aplikasi Signal. Aplikasi ini dapat mengacaukan pesan sebelum mengirimnya dan hanya penerima pesan yang bisa membatalkan pengacauan itu.
Hal itu diduga untuk mencegah operator, penegak hukum, serta entitas pengintai lain mengakses konten pesan yang dikirim seseorang. "Apakah setelah pertemuan dengan Robin, terdakwa melakukan komunikasi dengan Robin?" tanya JPU Heradian Salipi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
"Dia mencoba, tapi saya jarang menjawab, biasa mengucapkan selamat ulang tahun, apa kabar," jawab Azis. Dia mengaku berkominikasi lewat handphone. Jaksa kemudian mencecar dengan aplikasi apa keduanya berkomunikasi. Namun, Azis mengaku tidak mengingatnya.
"Ada terdakwa komunikasi lewat Signal dengan Robin?" tanya jaksa. Azis menyatakan tidak dengan Robin. Namun, jaksa akhirnya mengungkap bahwa Robin dalam kesaksiannya menggunakan aplikasi Signal untuk komunikasi dengan Azis.
"Jawaban terdakwa apa?" tanya jaksa. "Makanya saya tidak jawab komunikasi dia," kata Azis.
"Berarti ada pesan masuk?" tanya jaksa. "Masuk," jawab Azis.
"Kapan terdakwa menggunakan aplikasi Signal itu? Sejak komunikasi dengan Robin atau sebelumnya sudah ada?" tanya jaksa. Azis mengaku sudah lama menggunakan aplikasi itu.
"Aplikasi Signal itu apa terdakwa tahu perbedaannya dengan Whatsapp?" tanya jaksa. Namun, Azis tidak mau menjelaskannya.
"Terdakwa apakah tahu Signal ada semacam menghapus otomatis chat? Apa terdakwa tahu itu?" tanya jaksa. Azis berkelit kalau semua aplikasi bisa menghapus pesan.
Selain itu, JPU juga mencecar Azis terkait uang ratusan juta rupiah yang diberikannya kepada Stepanus Robin. Azis terus mengelak pemberian uang tersebut sebagai suap penanganan perkara di KPK. Azis mengaku uang Rp 210 juta adalah pinjaman Robin.
Jaksa mempertanyakan Azis yang memberi pinjaman kepada Robin yang baru dikenalnya pada 2020. Bahkan, menurut pengakuan Azis, Robin tak memperkenalkan diri sebagai pegawai KPK.
"Awalnya tidak diceritakan Robin kerja di KPK. Setelah pertemuan (pertama) itu, Robin pakai name tag (KPK) saat ketemu saya," kata Azis.
Jaksa lalu menanyakan seberapa yakin Azis bahwa Robin merupakan pegawai KPK dengan hanya didasari id card atau tanda pengenal. Namun, Azis mengaku mampu membedakan seorang pegawai KPK gadungan dengan yang asli. Pasalnya, ia mengeklaim pernah menciduk pegawak KPK gadungan. "Tahun 2006-2007 zamannya Taufiequrachman Ruki (Ketua KPK) ada orang datang memeras. Dan saya tangkap di Hotel Mulia," jawab Azis.
Azis pun menceritakan proses pemberian uang kepada Robin. Uang pinjaman awalnya diberikan sebanyak Rp 10 juta. Kemudian, pinjaman terus ditambah Rp 50 juta sebanyak empat kali menjadi total Rp 210 juta.
"Dia (Robin) minta tolong anak dan keluarga sakit. Dia datang ke rumah minjam uang. (Pinjaman) Kedua dia minjam karena sekalian ingin nginap di rumah saya. Karena rasa kemanusiaan, dia bawa ransel dan baju, saya ikhlas bantu dia," kata Azis.
"Coba perhatikan, 5 Agustus 2020. Berapa kali Saudara transfer? Ada nggak Rp 50 juta dua kali? Kenapa Saudara bisa transfer Rp 50 juta dua kali (dalam sehari)?" tanya jaksa sembari memaparkan bukti. "Saudara jaksa tanya saja sama bank," jawab Azis.
Azis membantah uang yang diberikan itu untuk suap penanganan perkara di KPK. Ia pun mengaku tak pernah membicarakan kasus yang sedang ditangani KPK dengan Robin.
"Bahasa akad saya dan Robin itu pinjam. Tidak ada waktu kapan pengembalian uang itu," tutur Azis.
Dalam perkara ini, Azis didakwa memberi suap Rp 3,099 miliar dan 36 ribu dolar AS sehingga totalnya sekitar Rp 3,619 miliar kepada Stepanus Robin dan advokat Maskur Husain. Suap diberikan terkait pengurusan perkara yang tengah diselidiki KPK di Lampung Tengah.
Sementara, Robin Pattuju sudah dijatuhi vonis 11 tahun penjara, salah satunya terkait suap yang diberikan Azis. Sedangkan, Maskur Husain selaku advokat yang juga rekan Robin divonis 9 tahun penjara.
Bukan kali ini saja Azis membantah soal kasus yang menimpanya. Sebelumnya, Azis menyatakan, tak pernah menerima uang sepeser pun sebagaimana disampaikan para saksi, seperti mantan kepala seksi Dinas Bina Marga Lampung Tengah Aan Riyanto, mantan kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman, dan Direktur CV Tetayan Darius Hartawa. Para saksi mengaku Azis yang mengurus DAK Lampung Tengah agar berjalan lancar.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.