Ekonomi
Akhir Shortfall Pajak dan Tantangan Era Pemulihan
Pengumpulan pajak tahun depan menjadi sangat krusial bagi Indonesia.
Realisasi penerimaan pajak menembus Rp 1.231,87 triliun per 26 Desember 2021 atau 100,19 persen dari target pemerintah. Dengan capaian itu, penerimaan pajak berhasil lolos dari shortfall atau kekurangan penerimaan yang telah terjadi dalam 12 tahun terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai pencapaian tersebut merupakan positif, terutama karena berhasil diwujudkan di tengah pandemi Covid-19. "Hari ini adalah hari yang bersejarah. Di tengah pandemi Covid-19, saat pemulihan ekonomi masih berlangsung, Anda mampu mencapai target 100 persen bahkan sebelum tutup tahun," ucap Sri melalui keterangan resmi pada Senin (27/12) malam.
Tercatat sebanyak 138 kantor pelayanan pajak (KPP) di seluruh Tanah Air dapat melebihi target yang ditetapkan masing-masing kantor. Sementara itu, terdapat tujuh kantor wilayah (kanwil) DJP yang dapat mencapai target penerimaan pajak.
Wilayah tersebut di antaranya Kanwil Jakarta Selatan 1, Kanwil Wajib Pajak Besar, Kanwil Jakarta Khusus, Kanwil Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Maluku Utara, Kanwil Kalimantan Barat, Kanwil Kalimantan Selatan dan Tengah, serta Kanwil Jakarta Utara.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, pencapaian kali ini merupakan hal yang dinantikan sejak 12 tahun yang lalu. Dia turut mengapresiasi 46 ribu pegawai Ditjen Pajak yang telah bekerja keras untuk mengumpulkan penerimaan negara pada tahun ini.
Meski demikian, Suryo mengatakan, pengumpulan pajak tahun depan menjadi sangat krusial bagi Indonesia. Sebab, pada 2022 akan menjadi tahun terakhir defisit APBN diperbolehkan di atas 3 persen terhadap PDB. “Oleh sebab itu, kami akan terus melakukan evaluasi kinerja agar dapat memperbaiki kekurangan dan meningkatkan kinerja yang sudah baik,” ucapnya.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono meminta pemerintah bisa berfokus meningkatkan kepatuhan sukarela bagi wajib pajak. Hal ini menjadi isu penting untuk menyambut pelaksanaan program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (WP) atau amnesti pajak jilid II pada tahun depan.
“Pemerintah perlu berfokus untuk meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak serta pengawasan dengan pendekatan data matching yang berbasis compliance risk management (CRM),” ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (28/12).
Prianto menjelaskan, CRM akan mengoptimalkan kecocokan data. Hal itu dapat membuat otoritas pajak memberikan pelayanan terbaik agar tercipta kepercayaan dari WP. Pada akhirnya, diharapkan kepatuhan sukarela akan meningkat.
“Untuk memastikan kebenaran pelaporan pajak dari wajib pajak, otoritas perlu mengoptimalkan sumber informasi dari berbagai pihak yang saat ini membanjiri Ditjen Pajak,” ucapnya.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy menyampaikan, pencapaian penerimaan pajak pada tahun ini menjadi modal awal yang positif. Menurut dia, pemerintah dapat memanfaatkannya untuk mencapai target konsolidasi fiskal pada tahun depan.
“Artinya, pada tahun depan, pemerintah dapat mendorong beragam pos belanja yang sifatnya tetap mendorong proses pemulihan dalam masa transisi tanpa perlu khawatir realisasi belanja akan mendorong defisit keluar dari target yang sudah ditetapkan karena penerimaan pajak dapat meng-cover target belanja yang dilakukan oleh pemerintah,” ucapnya.
View this post on Instagram
Relaksasi PPNBM masih dibutuhkan
Pakar otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai kebijakan pemberian insentif fiskal berupa penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) masih dibutuhkan sektor otomotif pada tahun depan.
"Kebijakan PPnBM tentunya masih diperlukan setidak-tidaknya pada triwulan satu dan dua tahun 2022, karena masih diperlukan sedikit waktu lagi untuk mengembalikan putaran ekonomi masyarakat menuju ke daya beli awalnya," ujar Yannes.
Peningkatan penjualan mobil pada kuartal III dan puncaknya pada kuartal IV 2021 tidak lepas dari kontribusi pemerintah melalui diskon PPnBM yang diperpanjang hingga akhir tahun 2021. Saat ini daya beli masyarakat sedang bergerak ke arah yang positif. Apabila ke depan kasus Covid-19 terus melandai dan tidak ada lagi kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), dia memprediksi ekonomi Indonesia akan terus bertumbuh menuju 4,5 persen pada akhir 2022.
Dia pun optimis penjualan di sektor otomotif pada akhir 2022 berpotensi bisa mencapai satu juta unit dengan catatan diskon PPnBM masih tetap diberlakukan. "Jadi, optimisme penjualan mobil tahun 2022 dapat menjadi angka satu juta unit tidak bisa dilepaskan dari penerapan diskon PPnBM," ucap Yannes.
Lebih lanjut Yannes mengatakan apabila nantinya kebijakan relaksasi PPnBM masih diberlakukan pada tahun depan, besaran diskon yang diberikan diperkirakan akan mulai diturunkan.
View this post on Instagram
Sebab, pemerintah perlu segera mengisi pundi-pundi kas negara yang tergerus secara masif akibat tekanan pandemi Covid-19. Yannes pun memberikan masukan mengenai besaran diskon PPnBM yang diberikan hingga akhir tahun 2022.
"Saran diskon yang diberikan secara gradual dapat mulai dikurangi dari 100 persen secepat-cepatnya ke 75 persen di triwulan 2 tahun 2022, lalu 50 persen di triwulan 3 tahun 2022 dan 25 persen di triwulan 4 tahun 2022," ujar dia.
Yannes menambahkan bahwa penerapan relaksasi PPnBM harus juga didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui perpanjangan relaksasi kredit dan jumlah uang muka yang ringan.
"(Hal itu) sebagai dukungan untuk semakin mempercepat pemulihan ekonomi para pelaku usaha pembiayaan multifinance nasional yang selama ini memotori layanan kredit konsumsi masyarakatp Indonesia yang tidak memiliki cash besar di sektor otomotif ini," pungkas Yannes.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.