Nasional
Dokter Persalinan Korban Herry Mengaku Sempat Curiga
Keterlibatan istri Herry harus diungkap, terutama terkait perekrut calon santriwati.
BANDUNG -- Enam orang bersaksi dalam sidang lanjutan kasus pelecehan seksual terhadap belasan santriwati dengan terdakwa Herry Wirawan (36 tahun) di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (28/12). Para saksi adalah bidan, dokter, dan keluarga terdakwa.
Sidang tersebut digelar secara tertutup. Kepala Seksi Penegakan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Dodi Gozali Emil mengatakan, dokter dan bidan yang menjadi saksi adalah yang mengurus kelahiran salah satu korban Herry.
"Jadi ada saksi dari dokter dan bidan, ini untuk kelahiran salah satu (korban) yang terakhir sebelum HW ditangkap, itu dokternya menjelaskan bahwa ketika pertama masuk, korban ini didampingi oleh HW," ujar Dodi saat dihubungi, Selasa (28/12).
Herry didakwa melakukan pemerkosaan terhadap 13 santriwati di sebuah sekolah asrama yang dikelolanya di Bandung pada rentang 2016 hingga 2021. Bahkan, beberapa orang santriwati hamil dan melahirkan anak.
Dodi menuturkan, Herry mengaku kepada dokter bahwa korban yang akan melahirkan berusia 20 tahun. Namun, saat proses persalinan dokter dan bidan itu curiga dengan kondisi anak tersebut. "Dia curiga karena mungkin dokter lebih mengetahui bagaimana kondisi seseorang ya, itu masih di bawah 20 tahun," kata dia.
Dokter itu memastikan Herry tidak pernah meminta mereka melakukan aborsi. Sebab kondisi saat itu korban akan melahirkan. Para saksi juga mengaku hanya menangani persalinan satu orang tersebut. "Satu klinik, itu untuk kelahiran yang terakhir yang masih bisa dilacak. Itu untuk satu kelahiran saja," kata Dodi.
Saksi lain, yaitu kelurga terdakwa Herry, mengungkap fakta baru terkait identitas salah satu korban. Mereka mengungkap salah satu korban Herry adalah kerabatnya sendiri. "Posisinya bahwa salah satu korban itu masih ada kerabatnya HW. Itu keterangan keluarganya, kerabat jauh lah," ujar Dodi. Namun begitu Dodi tidak menjelaskan secara rinci terkait hubungan kekerabatan tersebut.
Secara umum, keluarga Herry mengaku tidak mengetahui aktivitas yayasan yang dikelola Herry. Para saksi mengaku nama-nama mereka dicatut Herry dalam kepengurusan yayasan tersebut. "Orang tuanya satu, dua orang kakak, dan satu orang ipar, menceritakan posisi tentang kepengurusan yayasan, dari mereka enggak tahu tentang pengurusan yayasan tersebut," ujar Dodi.
Ia mengatakan, Herry tidak menjelaskan kepada keluarga bahwa ia memiliki yayasan. Namun, Herry memasukan nama orang tuanya sebagai pembina, kakak dan iparnya sebagai pengurus.
Terpisah, Dewan Pengawas Komnas Perlindungan Anak, Bimasena membenarkan salah seorang korban merupakan kerabat dari istri terdakwa. "Yes satu kerabat dengan istri (terdakwa) sepupu, nanti dicek kepada istrinya," kata dia.
Bimasena mengaku belum mengetahui soal keterangan dari bidan dan dokter dalam persidengan tersebut. Namun, ia menekankan siapapun yang mengetahui kejanggalan-kejanggalan terkait kasus pelecehan seksual yang melibatkan Herry harus melapor.
Bimasena menyoroti posisi istri terdakwa yang diduga mengetahui perbuatan suaminya. Menurut dia, keterlibatan istri Herry sejauh mana harus diungkap, terutama terkait perekrut calon santriwati. "Kita harus ungkap termasuk adanya rekruter dari daerah yang merekrut calon santri tidak hanya cukup meminta maaf tapi bertanggung jawab. Ini harus diungkap sebanyak mungkin siapa (saja) pelaku (yang) terlibat," katanya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.