Opini
Radikalisme Bukan Agama
Masalah ekonomi juga berperan membuat radikalisme muncul di berbagai negara.
Oleh AMIRSYAH TAMBUNAN
AMIRSYAH TAMBUNAN; Sekretaris Jenderal MUI
Sesungguhnya perbincangan radikalisme aikhir-akhir ini telah memasuki titik jenuh karena dapat dikategorikan pada perbincangan yang kontraproduktif. Apalagi, sejumlah pihak ada yang mengaitkan radikalisme dengan kelompok agama tertentu.
Padahal, agama menolak radikalisme karena agama membawa kepada kedamaian, sebaliknya radikalisme-terorisme melalui kelompok radikal melakukan berbagai cara, termasuk meneror pihak tak sepaham dengan mereka agar keinginannya tercapai.
Walaupun banyak pihak mengaitkan radikalisme dengan agama tertentu, penulis berpendapat, pada dasarnya radikalisme adalah masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya, bukan masalah agama.
Ini dapat dilihat dari pengertian radikalisme, paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.
Walaupun banyak pihak mengaitkan radikalisme dengan agama tertentu, penulis berpendapat, pada dasarnya radikalisme adalah masalah politik, ekonomi, dan sosial budaya, bukan masalah agama.
Sejauh ini, perbincangan soal radikalisme berada pada fase kontraproduktif. Sebab, tindakan radikalisme adalah sikap dan tindakan seseorang atau kelompok tertentu, yang menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengusung perubahan yang diinginkan.
Kelompok radikal umumnya menginginkan perubahan dalam tempo sesingkat-singkatnya dan drastis serta bertentangan dengan sistem sosial politik yang berlaku.
Pada dasarnya, radikalisme ada sejak zaman dahulu karena sudah ada dalam diri manusia. Namun, istilah “radikal” dikenal pertama kali setelah Charles James Fox memaparkan paham tersebut pada 1797.
Saat itu, Charles James Fox menyerukan “reformasi radikal” dalam sistem pemerintahan di Britania Raya (Inggris). Reformasi tersebut dipakai untuk menjelaskan pergerakan yang mendukung revolusi parlemen di negara tersebut.
Pada akhirnya, ideologi radikalisme mulai berkembang dan berbaur dengan liberalisme. Seperti yang dijelaskan terdahulu bahwa pengertian radikalisme di atas tidak ada dikaitkan dengan agama tertentu, khususnya Islam.
ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) meneror beberapa negara di dunia dengan membawa dan menyebutkan simbol agama Islam dalam setiap aksinya. Sesungguhnya, ISIS merupakan “mainan” yang dilakukan kelompok tertentu untuk menyalahgunakan Islam.
Pada akhirnya, ideologi radikalisme mulai berkembang dan berbaur dengan liberalisme. Seperti yang dijelaskan terdahulu bahwa pengertian radikalisme di atas tidak ada dikaitkan dengan agama tertentu, khususnya Islam.
Tindakan ISIS akhirnya membuat masyarakat dunia menganggap ISIS bukan gambaran ajaran Islam. Bahkan, bertentangan dengan agama Islam, karena Islam adalah agama rahmatan lil’alamin.
Untuk mengantisipasi gerakan radikalisme, ada baiknya kita melihat langsung ciri-ciri radikalisme. Radikalisme sangat mudah kita kenali karena pada umumnya, penganut ideologi ini ingin terkenal dan mendapat dukungan lebih banyak orang.
Itulah sebabnya radikalisme selalu menggunakan cara ekstrem atau kekerasan dengan ciri-ciri antara satu dan lainnya saling terkait. Pertama, radikalisme adalah reaksi terhadap kondisi yang sedang terjadi, baik dalam bentuk tanggapan maupun diwujudkan dalam bentuk penolakan, bahkan perlawanan dengan keras.
Kedua, penolakan dilakukan terus-menerus dan menuntut perubahan drastis yang diinginkan agar terjadi. Ketiga, penganut radikalisme tak segan-segan menggunakan kekerasan dalam mewujudkan keinginan mereka.
Keempat, penganut radikalisme memiliki anggapan semua pihak yang berbeda pandangan dengannya bersalah, bahkan suka saling menyalahkan.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, sudah saatnya umat Islam di garis terdepan menolak anggapan umat Islam tertuduh radikalisme. Mengacu ciri-ciri di atas, paham ini dapat dicegah karena adanya beberapa faktor penyebab.
Pertama, radikalisme berkembang karena adanya pemikiran segala sesuatunya harus dikembalikan ke agama walaupun dengan cara kaku dan menggunakan kekerasan. Kedua, masalah ekonomi juga berperan membuat radikalisme muncul di berbagai negara.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, sudah saatnya umat Islam di garis terdepan menolak anggapan umat Islam tertuduh radikalisme.
Sudah menjadi kodrat manusia untuk bertahan hidup dan ketika terdesak karena masalah ekonomi manusia dapat melakukan apa saja, termasuk meneror manusia lainnya.
Ketiga, adanya pemikiran sebagian masyarakat bahwa seorang pemimpin negara hanya berpihak pada kelompok tertentu, mengakibatkan munculnya kelompok masyarakat yang terlihat ingin menegakkan keadilan.
Kelompok tersebut bisa dari kelompok sosial, agama, ataupun politik. Alih-alih menegakkan keadilan, kelompok ini sering justru memperparah keadaan.
Keempat, masih erat hubungannya dengan faktor ekonomi. Sebagian masyarakat kelas ekonomi lemah umumnya berpikiran sempit sehingga mudah percaya terhadap tokoh-tokoh radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis untuk hidup mereka.
Kelima, peristiwa pahit dalam hidup seseorang dapat menjadi penyebab radikalisme. Masalah ekonomi, keluarga, masalah percintaan, rasa benci dan dendam, berpotensi membuat seseorang menjadi radikal.
Keenam, pendidikan yang salah menyebabkan munculnya radikalisme di berbagai tempat, khususnya pendidikan agama. Tenaga pendidik yang memberikan ajaran dengan cara salah dapat menimbulkan radikalisme di dalam diri seseorang.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.