Uswah
Alimatul Qibtiyah dan Suara Dakwah Keadilan Gender
Keadilan gender dalam rumah tangga bukanlah upaya mendegradasi peran salah satu pasangan.
OLEH IMAS DAMAYANTI
Nama Alimatul Qibtiyah dikenal karena keteguhannya menyuarakan isu keadilan gender dan ketahanan rumah tangga. Siapa sangka, perjuangannya dalam menyuarakan nilai-nilai keadilan gender dalam perspektif agama ini menyisakan jejak inspiratif.
Saat masih menjadi pelajar, dia mengaku merupakan golongan orang yang berpikiran eksklusif. Dia meyakini bahwa kebenaran yang ia percaya adalah sebuah kebenaran mutlak, tanpa perlu menerima pandangan lainnya.
Namun seiring perjalanan akademiknya, Alimatul ‘dipertemukan’ dengan isu keadilan gender yang begitu menggugah. “Waktu tahun 1990-an, saya sudah bicara keadilan gender. Bayangin, dulu itu saya ngomong gender itu disuruh tobat,” kata Alimatul saat dihubungi Republika, Rabu (8/12).
Meski demikian, dia percaya apabila seseorang menyuarakan nilai-nilai kebaikan yang datangnya dari ruh agama, maka datangnya suara penolakan atas gagasannya merupakan sebuah tantangan. Hal demikian juga pernah menimpa Rasulullah SAW dalam menyuarakan agama Islam hingga KH Ahmad Dahlan ketika mendirikan Muhammadiyah.
Menurut Alimatul, keadilan gender dalam rumah tangga bukanlah upaya untuk mendegradasi peran salah satu pasangan saja. Sebaliknya, keadilan gender justru merupakan alat untuk memberikan kesalingan antara satu sama lain guna menghargai dan merawat cinta-kasih dalam berumah tangga. “Jika ada permasalahan keluarga, ya tidak bisa kita lakukan kekerasan atau main tangan,” kata Alimatul.
Dia menegaskan, Islam memandang laki-laki dengan perempuan punya peran yang sama sebagai khalifah fil-ardh. Dua makhluk ini menjadi hamba Allah yang bertanggung jawab atas amal dan perbuatan masing-masing. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama merupakan hamba yang mendapatan godaan nafsu.
Keadilan gender justru merupakan alat untuk memberikan kesalingan antara satu sama lain.
Keadilan gender sejatinya merupakan ruh dari nilai-nilai agama. Dia mengungkap, Allah SWT dan rasul-Nya memberikan prinsip keadilan gender.
Seiring dengan perjalanan sejarah, kata Alimatul, pemahaman mengenai keadilan gender menjadi terdistorsi. Nilai-nilai yang setara itu kemudian tergerus oleh zaman.
“Maka tujuan utama feminis Muslimah itu adalah bagaimana mengembalikan pemahaman nilai-nilai ini kepada publik. Maka diperlukan gerakan dakwah untuk mengembalikan nilai-nilai ini,” kata dia.
Kontraksi saat sidang tesis
Saat menjalani masa akhir kelulusan studi S2-nya dalam program Human Studies, Alimatul tengah mengandung anak keduanya. Dokter memperkirakan bahwa hari persalinan akan terjadi pada 4 November 2005. Namun pada saat Hari Raya Idul Fitri yang bertepatan dengan jadwal sidang tesisnya pada 3 November 2005, dia mengalami kontraksi.
Alimatul boleh dibilang seorang Muslimah yang tangguh plus ‘nekat’. Dalam kondisi kontraksi yang sudah berlangsung selama sepuluh menit saat baru masuk ke dalam ruang sidang, dia bersikukuh untuk melanjutkan sidang tesisnya di hadapan lima profesor penguji.
“Profesor saya itu sampai bilang pas tahu saya lagi kontraksi, ‘Alim! You are crazy’. Tapi saya bilang bahwa berdasarkan yang saya baca, kontraksi anak kedua yang sudah berlangsung 10 menit maka melahirkannya bisa enam jam lagi. Profesor saya itu sampai kaget dan terheran-heran,” kata dia.
Akhirnya usai menyelesaikan sidang tesis, dia meraih nilai A. Pada jam 19.00 waktu setempat, Alimatul melahirkan anak keduanya dengan selamat. Peristiwa itu menjadi momentum penuh keberkahan yang dia syukuri.
“Di hari raya itu saya lulus sidang dapat nilai A, kemudian saya lahiran dengan selamat. Saya menyelesaikan S2 saya dua tahun tepat waktu, padahal—mohon maaf—direktur S2 saya orang lesbian, teman saya juga banyak yang lesbi. Bagi saya ini adalah pertarungan ideologi, pertarungan nilai-nilai,” ungkap dia.
View this post on Instagram
PROFIL
Nama lengkap: Alimatul Qibtiyah
Lahir: September 1971
Riwayat pendidikan: S1 IAIN Sunan Kalijaga, S2 di Universitas Gadjah Mada, S2 University of Northern Lowa, S3 di Universitas Western Sydney
Riwayat aktivitas: Komisioner di Komnas Perempuan, aktif di Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, aktif di PP 'Aisyiyah
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.