Opini
Memulihkan UMKM
UMKM bagaikan tulang punggung perekonomian.
AAY MOHAMAD FURKON, Pengurus Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI
Salah satu peran Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah menjadi pelayan umat. Umat dalam konteks seluruh masyarakat Indonesia, yang kini baru bisa ‘bernapas’ setelah dilanda Covid-19 selama 18 bulan.
Pertumbuhan ekonomi yang masih belum menentu karena ancaman Covid-19 dengan varian barunya, juga mempunyai dampak signifikan bagi UMKM.
Melalui Kongres Ekonomi Umat Kedua (10-12 Desember 2021), MUI ingin melanjutkan Kongres Ekonomi Umat Pertama (22-24 April 2017), yang hasilnya dirasakan masyarakat. MUI ingin mengurangi dampak ekonomi bagi UMKM.
Covid-19 sangat berdampak pada perekonomian sektor riil atau UMKM. Berdasarkan data yang diolah P2E LIPI, dampak penurunan pariwisata terhadap UMKM yang bergerak dalam usaha makanan dan minuman mikro mencapai 27 persen.
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, sekitar 37 ribu UMKM melaporkan, terdampak akibat pandemi.
Dampak terhadap usaha kecil makanan dan minuman 1,77 persen dan usaha menengah 0,07 persen. Pengaruh Covid-19 terhadap unit kerajinan dari kayu dan rotan, usaha mikro akan berada di angka 17,03 persen.
Untuk usaha kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan 1,77 persen dan usaha menengah 0,01 persen. Sementara itu, konsumsi rumah tangga juga terkoreksi antara 0,5 hingga 0,8 persen (katadata.co.id).
Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, sekitar 37 ribu UMKM melaporkan, terdampak akibat pandemi.
Sekitar 56 persen melaporkan penurunan penjualan, 22 persen melaporkan permasalahan aspek pembiayaan, 15 persen melaporkan masalah distribusi barang, dan empat persen melaporkan kesulitan mendapatkan bahan baku mentah.
Masalah-masalah di atas, semakin meluas jika dikaitkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia.
Kementerian juga mengatakan, koperasi di bidang jasa dan produksi paling terdampak. Para pengusaha UMKM merasakan turunnya penjualan, kekurangan modal, dan terhambatnya distribusi.
Kementerian Koperasi memaparkan, 1.785 koperasi dan 163.713 pelaku UMKM terdampak pandemi (Antara, Mei 2020). UMKM paling terdampak, yakni makanan dan minuman.
Kementerian juga mengatakan, koperasi di bidang jasa dan produksi paling terdampak. Para pengusaha UMKM merasakan turunnya penjualan, kekurangan modal, dan terhambatnya distribusi.
Sedikitnya 39,9 persen UMKM memutuskan mengurangi stok barang selama PSBB. Sementara itu, 16,1 persen UMKM mengurangi karyawan akibat toko fisik ditutup. Bank Indonesia mencatat, 72,6 persen UMKM terdampak pandemi korona.
Peran penting UMKM
UMKM berperan penting dalam perekonomian. Data Kementerian Koperasi dan UKM mengungkapkan, UMKM memiliki pangsa 99,99 persen (65.465.497 unit) dari total pelaku usaha di Indonesia sebanyak 65.471.134 unit pada 2019. Usaha besar 0,01 persen atau 5.637 unit.
Usaha mikro mampu menyerap 109.842.384 tenaga kerja (89,04 persen), usaha kecil 5.930.317 (4,81 persen), dan usaha menengah 3.790.142 (3,07 persen), sedangkan usaha besar menyerap tenaga kerja sekitar 3.805.829 jiwa.
Usaha mikro mampu menyerap 109.842.384 tenaga kerja (89,04 persen), usaha kecil 5.930.317 (4,81 persen), dan usaha menengah 3.790.142 (3,07 persen), sedangkan usaha besar menyerap tenaga kerja sekitar 3.805.829 jiwa.
Dengan kata lain, UMKM menyerap 97 persen tenaga kerja nasional, usaha besar hanya menyerap tiga persen. Adapun kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar Rp 9,581 triliun atau 60,51 persen dari total PDB nasional Rp 15.833 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi UMKM terhadap PDB sejak 2018 hingga 2020 setiap tahun meningkat secara eksponensial. Pada 2017 di bawah 20 persen, tetapi pada 2018 menjadi 60 persen.
Pada 2019 stagnan 60 persen, pada 2020 meningkat menjadi 62 persen. Jelas, UMKM tulang punggung bagi perekonomian Indonesia.
Ekosistem UMKM
Pada 2021, pemerintah mengalokasikan Rp 95,13 triliun untuk UMKM, melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Alokasi ini mencakup pemberian subsidi bunga KUR dan penempatan dana di perbankan untuk perluasan kredit modal kerja.
Selain itu, anggaran dikucurkan untuk restrukturisasi kredit UMKM, penjaminan kredit UMKM, bantuan presiden (banpres) produktif usaha mikro, hingga bantuan tunai untuk PKL dan warung.
Selain membantu pendanaan, pemerintah perlu membuat ekosistem kewirausahaan sebab Indonesia masih di bawah Thailand pada peringkat 71, Malaysia peringkat 58, terlebih Singapura peringkat 27, sedangkan Indonesia di posisi ke-94 dari 137 negara di dunia.
Bertitik tolak dari pandangan di atas, MUI terpanggil turut membantu untuk mempercepat menyelesaikan persoalan UMKM, dalam proses pembentukan ekosistem.
Laporan Global Entreprenurship Index mengindikasikan, ekosistem kewirausahaan yang bisa membuat masyarakat Indonesia memulai bisnis, tergolong rendah. Nilai Indonesia, 21 secara keseluruhan dan 53 nilai individual, serta 48 niai institusi.
Untuk melihat peran negara memberdayakan UMKM, angka indeks kebijakan sektor UMKM bisa menjadi rujukan. Indeks Indonesia pada 2019, lebih rendah daripada Malaysia, Singapura, dan Thailand. Indeks Indonesia baru 3,41, sedangkan tiga negara tersebut lebih dari 5.
Bertitik tolak dari pandangan di atas, MUI terpanggil turut membantu untuk mempercepat menyelesaikan persoalan UMKM, dalam proses pembentukan ekosistem.
UMKM bagaikan tulang punggung perekonomian. Karena itu, jika tulang punggung ini sakit, hampir bisa dipastikan seluruh badan ini (masyarakat Indonesia) sakit. Namun, jika UMKM sehat, hampir bisa dipastikan, masyarakat Indonesia juga akan sejahtera.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.