Kisah Dalam Negeri
'Susah Cari Sekolah untuk Difabel'
Memperbanyak sekolah inklusi sangat memungkinkan untuk diwujudkan.
OLEH FEBRYAN A, PUTI ALMAS
Indonesia masih kekurangan sekolah inklusi yang bisa menerima anak berkebutuhan khusus. Orang tua dari anak penyandang disabilitas harus bekerja ekstra dalam mencari sekolah bagi anak mereka.
Hal itu seperti yang dirasakan oleh ibu dari anak difabel bernama Inas (10 tahun). Ia mengeluhkan sulitnya mencari sekolah inklusi untuk putrinya tersebut. Keluhan itu ia sampaikan dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional di kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Jumat (3/12), yang turut dihadiri Komisi Nasional Disabilitas (KND).
Sang ibu bercerita, Inas kini memang sudah bersekolah di SD Islam Al Izzah di Kota Bekasi, Jawa Barat. Namun, sebelum diterima di sekolah tersebut, anaknya berkali-kali ditolak di sekolah lain.
"Saya mencari sekolah untuk Inas ini agak susah ya yang (sekolah) inklusif. Sekolah umum tidak mau menerima karena guru-gurunya tidak punya keahlian mengajar anak disabilitas," kata sang ibu yang tak menyebutkan namanya itu.
Ia berharap pemerintah ataupun KND memperbanyak jumlah guru pengajar anak disabilitas dan juga jumlah sekolah inklusi. "Sebagai orang tua yang memiliki anak disabilitas, saya berharap supaya pendidikan untuk anak-anak ini lebih banyak lagi," ujarnya berharap.
Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) Bidang Sosial, Angkie Yudistia, mengaku, dia banyak mendapat keluhan dari orang tua soal sulitnya menemukan sekolah inklusi bagi anak disabilitas. Menurut Angkie, pemerintah kini sedang berupaya memperbanyak sekolah inklusi.
"Masalah tentang sekolah inklusi ini memang banyak sekali keluhan dari orang tua. Kita harap semoga akan ada perbaikan-perbaikan setelah ini," kata Angkie.
Sekolah inklusi adalah sekolah yang memberikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus atau disabilitas. Anak yang berkebutuhan khusus ataupun tidak, akan belajar di kelas yang sama dan mendapat pendidikan serupa.
Menurut Angkie, memperbanyak sekolah inklusi sangat memungkinkan untuk diwujudkan. Terlebih, Presiden Jokowi telah membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
Hanya saja, dia menambahkan, untuk mewujudkannya butuh persiapan yang tak sedikit. Beberapa hal yang mesti disiapkan adalah kompetensi guru, fasilitas sekolah yang ramah disabilitas, hingga mempersiapkan orang tua sang anak.
Oleh karena itu, kata Angkie, pihaknya akan mendorong penambahan jumlah sekolah inklusi melalui sinergi dengan Kemendikbudristek dan DKN. "Memang pekerjaan rumah (PR) masih sangat panjang, tetapi bukan berarti tidak berproses. Mudah-mudahan PP itu akan terimplementasikan," kata perempuan difabel rungu itu.
Hari Disabilitas Internasional diperingati setiap 3 Desember. Peringatan ini menjadi momentum untuk mengingatkan hak para difabel agar mendapatkan kesempatan yang sama dengan orang-orang normal dalam hal berkarier, berkarya, hingga mengenyam pendidikan.
Berdasarkan data UNICEF pada 2018, sebanyak tiga dari 10 anak difabel di Indonesia tidak pernah mengenyam pendidikan. Adapun menurut Data Survei Ekonomi Nasional pada tahun yang sama, anak difabel usia 7-18 tahun yang tidak bersekolah mencapai 140 ribu orang.
Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas disebut bahwa penyandang disabilitas berhak mendapatkan layanan pendidikan. Hak tersebut meliputi hak untuk mempunyai kesamaan kesempatan dalam mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.
UU itu juga mengamanatkan pemerintah menyelenggarakan pendidikan inklusif. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan dan memfasilitasi pendidikan untuk penyandang disabilitas di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan sesuai kewenangannya.
Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi penyandang difabel untuk sekolah umum dan di kelas reguler bersama teman seusianya. Dengan adanya pendidikan inklusif, penyandang disabilitas akan terbiasa berinteraksi tidak hanya dengan sesama penyandang disabilitas.
Ketua Komisi Nasional Disabilitas Dante Rigmalia mengatakan, pihaknya akan mendorong peningkatan akses pendidikan untuk anak disabilitas. KND yang baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo akan segera mendiskusikan hal tersebut. "(Langkah) teknisnya belum, itu nanti kita siapkan," ujar Dante di kantor Kemensos.
KND diresmikan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada Rabu (1/12). Presiden juga melantik tujuh komisioner KND. Pembentukan KND menjadi salah satu wujud komitmen pemerintah dalam memperhatikan perlindungan dan penghormatan hak-hak penyandang disabilitas.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Ali Ramdhani menyebut, regulasi dan kebijakan kependidikan Islam dipastikan berbasis inklusif. Hal tersebut disampaikan Ali Ramdhani saat memperingati Hari Disabilitas Internasional di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ia mengatakan, kecukupan regulasi dan kebijakan turunan untuk membangun ekosistem layanan disabilitas penting untuk segera diwujudkan. "Regulasi dan kebijakan tersebut kita implementasikan secara konsisten, terarah, dan terkoordinasi pada semua sektor antardirektorat," kata Ali dalam keterangannya, Jumat (3/12).
Ia menambahkan, semua stakeholder bergotong royong untuk mewujudkan layanan pendidikan tanpa diskriminasi dan layanan setara untuk semuanya. Dengan demikian, layanan pendidikan tanpa diskriminasi dan setara untuk semua benar-benar terwujud di lembaga-lembaga pendidikan Islam.
"Kami menyadari sepenuhnya, budaya di masyarakat belum sepenuhnya bisa menerima kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua," ujar dia.
Ali mengajak para direktur, kepala kanwil Kemenag Provinsi, aparat kependidikan, kepala madrasah, pimpinan perguruan tinggi keagamaan Islam, dan para praktisi pendidikan memberikan perhatian dalam upaya mewujudkan pendidikan inklusif. Begitu juga dengan organisasi-organisasi profesi, asosiasi, dan organisasi nonpemerintah lainnya.
Peringatan Hari Disabilitas Internasional harus dijadikan momentum untuk meningkatkan keperpihakan dan komitmen bersama dalam memberikan layanan pendidikan tanpa diskriminasi dan setara untuk semua.
Ali memastikan, semua lembaga pendidikan Islam ke depannya akan memberikan layanan yang menjangkau semua anak berkebutuhan khusus. Tidak boleh ada lagi madrasah, perguruan tinggi keagamaan Islam, pendidikan diniyah, dan pondok pesantren yang menolak anak berkebutuhan khusus.
"Semua harus dilayani. Ini kewajiban kita dan hak para penyandang disabilitas. Sebagai kewajiban agama dan sekaligus kewajiban undang-undang negara. Namun, layanan tersebut harus bermutu dan memuaskan para penyandang disabilitas," kata dia.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.