Olahraga
Tentang MU dan 'Kutukan' Pasca Era Sir Alex
Petinggi MU sempat tutup telinga dengan memberi kesempatan bagi Solskjaer memperbaiki keadaan.
OLEH MUHAMMAD IKHWANUDDIN
Keputusan Manchester United (MU) memecat Ole Gunnar Solskjaer bukanlah sebuah langkah yang mengejutkan. Nama pelatih asal Norwegia itu sudah berada di ujung tanduk selama beberapa pekan terakhir akibat buruknya performa tim.
Kemarahan sebagian basis suporter MU mulai tersulut ketika pasukan Setan Merah menyerah lima gol tanpa balas di tangan Liverpool. Sempat membaik di Liga Champions, MU kembali terseok-seok di kompetisi domestik.
Petinggi MU sempat tutup telinga dengan memberi kesempatan bagi Solskjaer memperbaiki keadaan. Namun, kesalahan Solskjaer agaknya tak bisa dimaafkan saat tumbang dalam dua laga terakhir.
Dua hasil minor di derby Manchester dan ketika melawan Watford telah membuat syaraf penggemar MU tegang maksimal. Hal itu pun ditengarai menjadi dasar keputusan para petinggi klub yang akhirnya memecat sang pelatih setelah melakukan rapat berjam-jam.
Sikap patriotik ditunjukkan Solskjaer saat mengetahui dirinya dipecat. Tak ada gestur dan ucapan perlawanan yang keluar dari dirinya. Dengan besar hati, Solskjaer menyempatkan diri mengunjungi pusat latihan skuad utama di Carrington untuk berpamitan dengan anak-anak didiknya.
Ia bahkan meluangkan waktu pamit dengan suporter yang menunggu dirinya di luar Carrington. Sebuah foto Solskjaer berpelukan dengan seorang penggemar diunggah akun Twitter @lukesellers98. Jurnalis Sky Sports Fabrizio Romano turut mengunggah ulang foto tersebut dan mengutip perkataan Solskjaer yang menyebut bekerja dengan MU adalah sebuah kehormatan.
"Kalian tahu betapa berartinya klub ini dengan segala visi yang ingin saya raih. Saya hanya ingin membawa klub ini ke tahap berikutnya, dengan memenangkan trofi," katanya, seperti dikutip laman resmi klub, Senin (22/11).
Pelatih berusia 48 tahun itu pun mengaku butuh waktu untuk bicara lebih banyak kepada publik. Beruntung, pihak klub menyediakan ruang bagi Solskjaer untuk memberikan sepatah-dua patah kata perpisahan.
"Saya hanya ingin pergi keluar lewat pintu depan untuk membuktikan saya sudah mengerahkan segalanya bagi klub ini. Sayang sekali, saya gagal mencapai hasil yang dibutuhkan dan ini waktunya saya melangkah pergi," ujarnya.
Solskjaer sejatinya didatangkan MU untuk sekadar mengisi kekosongan pos setelah pemecatan Jose Mourinho pada akhir 2018 silam. Tak dinyana, Solskjaer membawa kesegaran taktik yang sempat terkesan monoton di tangan pelatih sebelumnya.
Laga debut Solskjaer sebagai pelatih MU kontra Cardiff City dapat menjadi buktinya. Kala itu, MU sukses menghajar mantan klub yang pernah dilatih Solskjaer dengan skor 5-1. Sepakan indah Ander Herrera yang berbuah angka serta proses gol open play dari Anthony Martial membawa harapan bagi MU di awal kepemimpinannya.
Kepercayaan klub dan penggemar semakin menyeruak ketika MU berhasil menumbangkan Paris Saint-Germain (PSG) di Liga Champions lewat laga dramatis. Yel-yel “Ole's at the wheel” menjadi nyanyian wajib penonton di tribun setiap MU tampil.
View this post on Instagram
Segarnya strategi dan dukungan suporter menjadi paduan lengkap bagi Solskjaer memantapkan hatinya menjadi pelatih tetap MU untuk musim 2019/20. Harga diri klub semakin terbentuk saat statistik menunjukkan MU mengalami peningkatan.
Sayangnya, statistik yang menanjak tak diiringi dengan torehan gelar. MU hanya mampu menjadi penghias kompetisi dengan menjadi runner-up di Liga Primer Inggris, Piala FA, hingga Liga Europa. Dirinya pun harus menerima kenyataan bahwa tren sepak bola modern tak begitu peduli dengan program jangka panjang.
Selepas Sir Alex Ferguson memutuskan pensiun melatih, MU seakan mendapat kutukan pada setiap pelatih yang menggantikannya. David Moyes, Louis Van Gaal, Jose Mourinho, Ole Gunnar Solskjaer, seluruhnya pergi dari Old Trafford dengan pemecatan. Artinya, tak ada satu pun pelatih yang direkrut permanen menyelesaikan pekerjaannya sesuai kontrak.
Ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi MU sebagai salah satu klub sepak bola terbesar di dunia. Dengan tren sepak bola masa kini, para petinggi klub harus memilih untuk mendatangkan pelatih dengan hasil instan atau rela “berdarah-darah” demi menghargai sebuah proses.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.