Internasional
India Pertimbangkan Lockdown karena Asap
Sekolah dan lima PLTU tenaga batu bara sekitar New Delhi ditutup sementara.
NEW DELHI -- India mempertimbangkan lockdown di Ibu Kota, New Delhi, karena polusi kabut asap. Mahkamah Agung akan memutuskan hal ini, mungkin pada 24 November. Jika diberlakukan, ini akan menjadi lockdown pertama di India yang terjadi bukan karena Covid-19.
Akibat polusi ini, sekolah-sekolah di New Delhi ditutup tanpa batas waktu. Pemerintah juga telah menutup sementara lima Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara di sekitar New Delhi, Rabu.
Panel Kementerian Lingkungan India, dalam perintah terbarunya mengatakan, ada kebutuhan "memaksa" untuk memastikan kualitas udara New Delhi tak memburuk lebih jauh. Komisi Manajemen Kualitas Udara India telah memerintahkan agar aktivitas konstruksi dihentikan hingga 21 November mendatang.
Truk-truk pengangkut barang-barang non-esensial dilarang beroperasi. Panel Kementerian Lingkungan Hidup India juga mengarahkan negara-negara bagian mendorong penerapan peraturan bekerja dari rumah untuk separuh karyawan di semua kantor swasta.
Komisi Manajemen Kualitas Udara India mengatakan, setidaknya 50 persen pegawai pemerintah juga harus bekerja dari rumah hingga 21 November. Komisi Manajemen Kualitas Udara India telah memperpanjang masa penutupan sekolah hingga pemberitahuan lebih lanjut.
Bukan solusi
Pemerintah India tengah membahas apakah mereka akan membiarkan industri tetap beroperasi. Beberapa ahli menyebut, lockdown sebenarnya hanya berdampak sedikit pada penanganan polusi udara. Lockdown malah bakal menyebabkan gangguan dalam ekonomi serta mempengaruhi mata pencaharian jutaan orang.
Menilik dampaknya, Direktur Eksekutif Center for Science and Environment (CSE) Anumita Roychowdhury pun mengingatkan bahwa lockdown bukanlah solusi jangka panjang dalam penanganan polusi udara.
"Ini bukan solusi yang kita cari, karena ini sangat mengganggu. Kita harus ingat bahwa ekonomi sudah berada di bawah tekanan, orang miskin berisiko," kata Direktur Eksekutif Center for Science and Environment (CSE) Anumita Roychowdhury. CSE adalah organisasi penelitian dan advokasi yang berbasis di New Delhi.
Seorang pemilik toko di New Delhi, Suresh Chand Jain, berpendapat, untuk mengatasi polusi udara, pihak berwenang seharusnya membatasi penggunaan mobil dan mengendalikan pembakaran sisa-sisa tanaman di negara bagian tetangga. Jain tak terlalu sepakat dengan gagasan lockdown. "Mematikan kota tidak akan mengakhiri polusi," ujarnya.
Di antara kota-kota terpolusi di India, New Delhi selalu menempati urutan teratas setiap tahuhnya. Pada Sabtu pekan lalu, Indeks Kualitas Udara menunjukkan, tingkat polusi di ibu kota India itu berada pada level 437 dari skala 500.
Dewan Pengendalian Polusi Pusat segera merilis peringatan darurat kesehatan. Pada Rabu, pembacaan partikel berbahaya di New Delhi masih tujuh kali tingkat aman, naik di atas 300 mikrogram per meter kubik di beberapa bagian kota. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tingkat aman untuk partikel kecil beracun pada 25.
Ramalan cuaca memperkirakan, kualitas udara akan memburuk sebelum kedatangan angin dingin pekan depan yang bakal menerbangkan kabut asap. Emisi pabrik, asap knalpot kendaraan bermotor, dan asap akibat kebakaran pertanian menjadi elemen-elemen lain yang turut memperparah polusi parah di New Delhi.
Pembakaran limbah pertanian di negara bagian tetangga New Delhi, terus berlanjut meskipun ada larangan dari Mahkamah Agung. Pada 2020, organisasi Swiss IQAir merilis laporan yang menyebut bahwa 22 dari 30 kota paling tercemar di dunia berada di India.
New Delhi menjadi ibu kota paling tercemar secara global. Sedangkan beberapa penelitian memperkirakan, lebih dari satu juta orang India meninggal akibat penyakit yang berhubungan dengan polusi udara setiap tahunnya.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.