Kabar Utama
Eropa Kembali ke Masa Kelam Covid-19
Hampir seluruh lapisan masyarakat mulai kendor dengan protokol kesehatan Covid-19.
OLEH RIZKY JARAMAYA, DIAN FATH RISALAH
Masyarakat di beberapa negara Eropa terlena dengan pelonggaran pembatasan Covid-19. Hampir seluruh lapisan masyarakat mulai kendor dengan protokol kesehatan Covid-19 dan menganggap seolah-olah pandemi tidak pernah terjadi. Akibatnya, negara-negara di Eropa kembali dihantam badai Covid-19.
Di Cologne, Jerman, ribuan orang bersuka ria di jalanan dengan mengenakan pakaian mewah saat mereka menghitung mundur menuju musim karnaval tahunan pada pertengahan pekan lalu. Mereka berdesak-desakan dalam kerumunan tanpa mengindahkan protokol kesehatan.
Kemudian di Paris, Prancis, bar dan klub sudah buka hingga larut malam dan penuh sesak. Warga setempat pada Rabu (10/11) menikmati perayaan Armistice Day sebagai hari libur nasional. Di Amsterdam, operasional bisnis kembali normal seperti biasa. Pengunjung memenuhi kafe dan kedai kopi yang ramai di sekitar Leidseplein.
Kegembiraan tersebut kemungkinan tidak akan berlangsung lama karena gelombang keempat virus korona telah melanda seluruh Eropa. Beberapa kota di Belanda, misalnya, telah membatalkan parade tahunan populer untuk menandai kedatangan Sinterklaas jelang perayaan Natal. Namun, pasar Natal yang biasanya digelar di Jerman belum dibatalkan.
"Anda tidak dapat membayangkan berdiri di pasar sambil minum wine, sementara rumah sakit penuh dan memperebutkan sumber daya terakhir," kata Perdana Menteri Negara Bagian Saxony, Michael Kretschmer, seperti diberitakan the Guardian, Ahad (14/11).
Kini, Eropa kembali menjadi pusat pandemi Covid-19. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), infeksi virus korona di seluruh Eropa meningkat sebesar tujuh persen dan kematian naik 10 persen selama sepekan terakhir. Hal ini menjadikan Eropa sebagai satu-satunya wilayah di dunia yang mencatat kenaikan kasus dan kematian secara terus-menerus.
WHO mengatakan, hampir dua pertiga atau sekitar 1,9 juta kasus baru Covid-19 global berada di Eropa. Jumlah kasus baru di Eropa meningkat selama enam pekan berturut-turut. Hal ini menandakan bahwa penyebaran virus telah meningkat di hampir seluruh benua Eropa. Bahkan, beberapa negara mengalami gelombang keempat atau kelima.
Para ahli menyepakati bahwa kenaikan jumlah kasus Covid-19 secara berkelanjutan disebabkan berbagai faktor, di antaranya penyerapan vaksin yang rendah dan berkurangnya kekebalan di antara orang-orang yang menerima vaksinasi lebih awal.
Selain itu, warga mulai abai dengan protokol kesehatan. Mereka tidak mengenakan masker dan berkerumun, terutama ketika pemerintah melonggarkan pembatasan selama musim panas.
Negara yang melonggarkan sebagian besar pembatasan selama musim panas, mencatat rata-rata 609 kasus per satu juta penduduk setiap hari dalam tujuh hari berturut-turut. Hal ini mendorong pemerintah menarik kembali janji mereka untuk membatalkan semua pembatasan pada akhir tahun.
“Pesannya adalah lakukan semuanya. Vaksin mencegah bentuk penyakit yang parah, dan terutama kematian. Mereka (vaksin) adalah aset yang paling kuat jika digunakan bersamaan dengan tindakan pencegahan," ujar Direktur Regional WHO untuk Eropa, Hans Kluge.
Kluge mengatakan, pihak berwenang di Eropa harus mempercepat program vaksinasi, termasuk suntikan booster untuk kelompok berisiko dan vaksinasi untuk kelompok remaja. Selain vaksinasi, protokol kesehatan harus dijaga secara ketat. Kluge menambahkan, WHO memperkirakan 95 persen penggunaan masker di Eropa dapat menyelamatkan hampir 200 ribu nyawa.
“Kebanyakan orang yang dirawat di rumah sakit dan meninggal karena Covid-19 hari ini tidak sepenuhnya karena belum divaksinasi. Langkah pencegahan harus diterapkan dengan benar dan konsisten. Langkah-langkah pencegahan tidak merampas kebebasan orang," kata Kluge.
Menurut angka dari Our World in Data, tingkat vaksinasi tertinggi di benua Eropa dipegang oleh wilayah Eropa selatan. Lebih dari 80 persen penduduk di Portugal, Malta, dan Spanyol telah menerima vaksinasi Covid-19 lengkap, yaitu sebanyak dua dosis. Sementara Italia, hanya 73 persen penduduk yang telah menerima vaksinasi lengkap. Namun hal ini tidak menjamin jumlah kasus baru Covid-19 mereda.
Italia menerbitkan izin hijau atau green pass, yang mengharuskan pekerja menunjukkan bukti vaksinasi atau tes negatif Covid-19 terbaru untuk mengakses tempat kerja mereka. Penerbitan izin hijau ini menuai aksi protes besar-besar di sejumlah wilayah Eropa, salah satunya di Kota Trieste, Italia. Akibat aksi protes tersebut kasus harian Covid-19 di Trieste telah melonjak dua kali lipat.
Tenaga medis pun mulai kewalahan menangani pasien. Jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di umah sakit di Trieste meningkat dan sekitar 90 persen di antaranya belum divaksinasi serta terkait dengan aksi protes. “Kami telah kembali ke hari-hari gelap pandemi,” kata kepala salah satu unit perawatan intensif kota Trieste.
Menurut laporan pekanan WHO pada 1-7 November, wilayah Eropa melaporkan 1.949.419 kasus baru. Jumlah ini meningkat tujuh persen dari pekan ke pekan. Sementara wilayah lain melaporkan penurunan atau tren stabil. Sebanyak 26.726 kematian baru di Eropa mewakili kenaikan sepuluh persen di sejumlah negara.
Dari 61 negara di kawasan Eropa, 26 negara melaporkan peningkatan sepuluh persen kasus baru dalam sepekan terakhir. Jumlah kasus tertinggi berasal dari Rusia, Inggris, dan Turki. Tedros mengatakan, beberapa negara Eropa saat ini menerapkan kembali pembatasan untuk mengekang penularan dan menghilangkan tekanan dari sistem kesehatan mereka.
Mantan direktur WHO Asia Tenggara sekaligus ahli di bidang paru atau pulmonologis Tjandra Yoga Aditama mengatakan, ada beberapa hal yang memengaruhi peningkatan kasus di Eropa. Ia mengatakan, peningkatan tersebut menunjukkan perangai pandemi Covid-19 yang memang masih belum dapat diprediksi secara pasti dan masih mungkin berubah-ubah.
Kedua, sambung Tjandra, peningkatan kasus juga menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi yang cukup tinggi tidak sepenuhnya menjamin menghentikan penularan. "Tapi, vaksin jelas sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit menjadi berat, mencegah masuk RS, dan menurunkan risiko kematian," kata Tjandra kepada Republika, Ahad (14/11).
Oleh karena itu, kata Tjandra, masyarakat harus tetap menerapkan protokol kesehatan walau sudah divaksin. Hal yang perlu dilakukan Indonesia dalam mengantisipasi peningkatan kasus adalah dengan melakukan pembatasan sosial sesuai derajatnya.
Masyarakat juga harus terus menerapkan secara disiplin prokes 5M. "Jumlah tes Covid-19 dan tracing harus tetap tinggi dan merata di semua kabupaten dan kota," tegasnya.
Langkah lainnya adalah dengan terus menggenjot vaksinasi, terutama bagi kalangan lanjut usia yang masih rendah cakupan vaksinasinya. Selain itu, kata Tjandra, memperketat pintu masuk negara guna mengantisipasi masuknya varian baru Covid-19 ke Tanah Air.
Waspadai Lonjakan Covid-19 Global
Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengingatkan agar semua pihak mewaspadai meningkatnya kasus Covid-19 global, termasuk di negara tetangga dan Eropa. Pengawasan di pintu masuk negara, penerapan protokol kesehatan, dan cakupan vaksinasi harus semakin ditingkatkan.
“Kita harus selalu waspada, apalagi varian baru delta juga sudah ditemukan di Malaysia. Awasi ketat PPKM dan masyarakat harus menjalankan prokes dengan benar,” kata Zubairi kepada Republika, Ahad (14/11).
Ia mengatakan, cakupan vaksinasi yang masih di angka 40 persen harus terus dikejar. Belajar dari lonjakan kasus di Eropa, menurut dia, penularan ternyata tetap tinggi walaupun cakupan vaksinasi sudah lebih dari 70 persen.
Oleh karena itu, Zubairi berharap monitor terhadap mutasi virus mutlak dilakukan, pandemi bersifat dinamis. Apabila ada perubahan data epidemiologi, kebijakan pun harus segera diubah sesuai dengan kebutuhan.
Pemerintah, tambah Zubairi, juga harus meningkatkan dan mempersiapkan fasilitas kesehatan. “Jangan sampai kekurangan dokter, obat abis, harus diantisipasi dari sekarang,” kata dia.
Eropa saat ini sedang dihadapkan dengan lonjakan kasus Covid-19. Sejumlah negara mulai mempertimbangkan kembali pembatasan dan karantina wilayah. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) bahkan telah merilis evaluasi terbarunya tentang situasi Covid Uni Eropa (UE) dan menyatakan “keprihatinan yang sangat tinggi” di 10 negara.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah agar tak terjadi lonjakan kasus seperti di Eropa. “Salah satunya penguatan respons skrining di pintu masuk (negara), tes Covid-19 diperkuat, dan cepat vaksinasi minimal setengah populasi di kuartal pertama 2022,” ujar Dicky.
Dicky menambahkan, kombinasi penerapan PPKM dan surveilans penting dilakukan. Ia juga berharap pemerintah tidak terlalu mudah melakukan pelonggaran aturan.
“Dan varian baru ini kita masih harus lebih jauh (miliki) datanya. Data awalnya memang mengkhawatirkan meskipun yang tidak punya komorbid. Ini mengkhawatirkan, tapi masih dini kalau tanpa data,” katanya.
Sebelummya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga mengingatkan untuk selalu waspada dengan lonjakan kasus Covid-19. Sebab, kasus Covid-19 terjadi setelah momen libur panjang, termasuk pada akhir tahun.
"Ingat, Covid-19 masih ada di tengah kita. Ketika banyak orang berkumpul bersama keluarga dan sahabat, di sanalah Covid-19 menyebar," kata Budi.
Juru Bicara Vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, mengingatkan masyarakat untuk tetap tinggal di rumah demi menghindari mobilitas di akhir tahun. Sebab, tingginya mobilitas di akhir tahun berpotensi kembali meningkatkan angka kasus Covid-19 di Indonesia.
"Jangan liburan dulu, kalau enggak penting-penting liburan, enggak perlu liburan. Lebih baik di rumah," kata Nadia, Ahad (14/11).
Nadia mengingatkan untuk terus mempertahankan angka kasus Covid-19 di Indonesia yang sudah terkendali, dengan menerapkan protokol kesehatan dan mengurangi mobilitas masyarakat. Apalagi, dengan pelonggaran-pelonggaran aktivitas yang saat ini sudah telah dilaksanakan. Sebab, jika lengah, Indonesia berpotensi mengalami gelombang ketiga Covid-19.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.