Konsultasi Syariah
Donasi Kembalian Belanja
Idealnya donasi belanja disalurkan untuk para penerima yang paling darurat untuk dibantu.
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Beberapa minimarket menawarkan kepada konsumen untuk mendonasikan uang receh kembalian belanja. Sebagian konsumen mungkin berdonasi karena malu meminta kembalian receh yang jumlahnya hanya Rp 100 atau Rp 200. Bagaimana pandangan syariahnya, Ustaz? -- Nasrul, Bekasi
Wa’alaikumussalam Wr Wb.
Beberapa minimarket bekerja sama dengan lembaga sosial menghimpun donasi. Minimarket tersebut mendapatkan donasi yang bersumber dari kembalian belanja konsumen yang tidak diambil dan direlakan serta diberikan/dititipkan kepada lembaga sosial sebagai donasi sosial.
Karena jumlah pelanggan minimarket cukup besar dan masif, total hasil donasi pelanggan pun menjadi besar. Minimarket yang sudah bekerja sama dengan lembaga-lembaga sosial itu menyalurkan donasi sosial tersebut kepada masyarakat dalam bentuk program kemanusiaan, seperti program pendidikan dan penanganan bencana alam.
Ada beberapa hal yang harus dipastikan terpenuhi. Pertama, ridha dan persetujuan pembeli yang berdonasi dari kembalian tersebut. Ridha adalah esensi ijab qabul atau ijab yang menjadi salah satu syarat sah berdonasi.
Idealnya, kita perlu memastikan konsumen dengan sukarela mendonasikan sisa kembalian tersebut. Caranya, minimarket tetap menyediakan uang kembalian dan menawarkan kepada mereka untuk berdonasi. Begitu pula jumlah sisa pengembalian yang ingin didonasikan jumlahnya pun tidak signifikan agar menghindarkan dari mereka yang malu menolak berdonasi.
Sebaliknya, tidak terjadi minimarket lalai dengan tidak menyediakan kembalian dan menawarkan kepada pembeli untuk mendonasikannya. Ini karena tidak ada pilihan lain bagi pembeli kecuali mendonasikannya.
Hal ini merujuk pada fikih akad. Seseorang yang ber-ijab qabul karena keterpaksaan itu dibahas dalam bab ta’arud al-iradataini bi ‘uyubi ar-ridha. Yang dimaksud dengan ‘uyub ar-ridha adalah cacat ridha.
Artinya, seorang pelaku akad, seperti donatur, memberikan donasi bukan karena keinginannya berdonasi, melainkan karena faktor luar yang mengurangi kerelaannya. Salah satu faktornya adalah keterpaksaan (al-Ikrah), baik berat maupun ringan (an-Naqish/Ghairu mulji’).
Dalam fikih, ridha/kerelaan menjadi syarat sah setiap transaksi, termasuk donasi sebagaimana firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu ...” (QS an-Nisa’: 29).
Salah satu konsekuensinya adalah setiap transaksi yang dilakukan bukan karena keinginan murni, melainkan karena faktor terpaksa itu menjadi batal menurut Syafi’iyah dan Hanabilah. Sedangkan, Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa transaksinya itu bergantung pada persetujuan donatur. (Nazariyatu al-Aqd fii al-Fiqh al-Islami, Izzudin Muhammad Khujah, Majmu’atu Dalla Baraka, 1993, Jeddah, Hlm 62).
Saat ijab atau ijab qabul dilakukan karena terpaksa—walaupun menurut sebagian ahli fikih donasinya sah—itu mengurangi keberkahan donasi sosialnya, termasuk terhadap pengelola donasi tersebut.
Kedua, memenuhi ketentuan terkait penerimaan, penyaluran donasi sosial, termasuk para pihaknya. Di antaranya para pihak yang mengelola donasi ini, baik sebagai penghimpun maupun fasilitator itu cakap hukum dan legal agar aktivitasnya (menghimpun dan menyalurkan) itu ada dalam pengawasan otoritas.
Ketiga, ada keterbukaan informasi aktivitas penghimpunan dan penyaluran agar memberikan kepercayaan kepada khalayak.
Keempat, donasi disalurkan kepada yang berhak (mustahik) sesuai dengan ketentuan syariah. Apakah donasi dari pembeli tersebut diperlakukan sebagai donasi sedekah atau seperti apa.
Jika merujuk pada tuntunan fikih zakat dan fikih prioritas, idealnya donasi tersebut disalurkan untuk para penerima yang paling darurat untuk dibantu dan juga untuk kebutuhan yang paling darurat untuk diselesaikan.
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.