Media sosial kini merupakan platform yang tepat untuk mempromosikan membaca. | Pexels/Pixabay

Pustaka

Di Balik Semangkuk Sup Brenebon

Media sosial merupakan platform tepat untuk memperkuat ikatan dengan pembaca. 

Kegemaran sang nenek memasak sup brenebon Belanda membuat Lara Nuberg bertanya-tanya. Masakan apa ini? Rupanya, inilah hidangan khas yang berakulturasi dengan budaya Indonesia dan sekarang menjadi ciri khas dari jenis makanan dari Manado.

Tak hanya sup, Lara pun bercerita mengenai neneknya sering memasak makanan dengan cita rasa Indonesia, yaitu nasi goreng dan roti kukus atau yang lebih dikenal sebagai bolu kukus.

Berawal dari kuliner khas itulah, hadir buku The Journey of Belonging yang merupakan hasil kolaborasi antara Lala Bohang dan Lara Nuberg. Boleh dibilang inilah bukti nyata keterikatan sejarah antara Indonesia dan Belanda. Keterikatan itu pun menjadi nyata, mendalam serta teraplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang secara perlahan dan pasti berubah serta diakuisisi sebagai bagian dari kekayaan budaya negara yang bersangkutan.

Dalam buku yang telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Perjalanan Menuju Pulang dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, terungkap pencarian hubungan dilakukan melalui penelusuran sejarah keluarga masing-masing, yang punya keterkaitan secara tidak langsung satu sama lain, Lala Bohang dan Lara Nuberg mencoba merekonstruksi sejarah pribadinya.

Mereka pun menelusuri sejarah dari leluhur Lala yang punya darah Belanda dan tinggal di Indonesia dengan leluhur Lara yang punya darah Indonesia dan tinggal di Belanda.

Hasil rekonstruksi tersebut tentu bukan untuk menandingi atau membantah sejarah yang telah ditulis sebelumnya. Namun, mereka berusaha mengulik perca-perca masa lalu di mana hubungan antarpersonal atau antarkultur yang tumbuh dan saling memengaruhi satu sama lain.

Dipandu Lalitia Apsari, kedua penulis itu pun mendiskusikan sejumlah aspek dalam buku Journey of Belonging. Termasuk soal proses kolaborasi kedua penulis dan berbagai bentuk tulisan yang ada dalam buku tersebut.

Isi tentang buku ini menjadi bahasan menarik dalam diskusi Out of the Book: Collecting Memories Along The Journey yang diselenggarakan Yayasan 17000 Pulau Imaji dan Erasmus Huis yang menghadirkan kedua penulis buku The Journey of Belonging, yaitu Lala Bohang dan Lara Nuberg.

“Dengan berkolaborasi bersama Erasmus Huis, kami ingin memulai suatu cara yang biasa dijalankan di klub buku di mana pembaca dan penulis bisa bertemu dan berdiskusi,'' ujar Laura Bangun Prinsloo, ketua Yayasan 17000 Pulau Imaji.

Menurut Laura, ini adalah salah satu cara untuk meningkatkan minat baca masyarakat di tengah pandemi. "Sesuai dengan judulnya, yaitu Out of the Book, kami akan menampilkan topik-topik yang bermula dari buku dan telah mengelana ke banyak hal. Jika tidak disebabkan pandemi, acara ini akan mempertemukan para pencinta buku. Sayangnya, karena masih masa pandemi, diskusi Out of the Book berlangsung virtual. Ke depannya, kami berharap bisa mengadakan lebih banyak acara perbukuan bersama Erasmus Huis," kata Laura.

Direktur Pusat Kebudayaan Erasmus, Yolande Melsert, mengatakan, Erasmus Huis dimulai 51 tahun yang lalu dengan buku dan perpustakaan kecil di Menteng, Jakarta. Kini, Erasmus Huis pun tumbuh menjadi pusat budaya yang dinamis. Kebebasan menulis dan membaca adalah salah satu pilar demokrasi dan oleh karena itu sangat penting ketika kita membangun dunia kita,ujarnya.

Gairah Membaca Milenial  

photo
Buku dan generasi milenial (ilustrasi) - (Pexels/Marina Leonova)

Pandemi memang menjadi tantangan, bahkan pukulan terberat bagi para pelaku bisnis di Indonesia. Hal itu ditandai dengan banyaknya pelaku bisnis yang terpaksa menutup usahanya. Namun, tak sedikit pula dari mereka justru menangkap peluang di masa pandemi, salah satunya, penerbit Akad.

Diluncurkan pada 11 Januari 2021, penerbit yang menyasar Gen-Z dan millennial ini justru mampu mencatatkan kinerja signifikan. “Rata-rata per buku baru yang berhasil terjual mencapai 3.000-5.000 eksemplar pada masa pra-order. Sementara itu, untuk buku-buku reguler, terjual sekitar 500 hingga 2. 000 eksemplar setiap bulannya,” ungkap Andri Agus Fabianto, Founder sekaligus CEO Penerbit Akad.

Bahkan, di tengah industri penerbitan buku di kanal luring yang lesu, ia melanjutkan, Akad berhasil tumbuh. Untuk novel berjudul “Samuel” misalnya, penjualannya berhasil mencapai 20 ribu eksemplar hanya untuk masa preorder selama dua jam. 

Menurut Andri, mayoritas penjualan berasal dari kanal digital. Sebab, Akad memang lebih dulu fokus pada kanal penjualan digital, yang notabene menjadi pilihan favorit masyarakat Indonesia di masa pandemi. 

Selain itu, kanal digital adalah kanal yang paling akrab dengan Gen-Z dan millennial, yang notabene menjadi target market dari buku-buku atau novel-novel yang diterbiktan oleh Akad.

Tak hanya kinerja bisnis, Akad juga berhasil meraih penghargaan “Bumifiksi Choice Award 2021” untuk tiga kategori, yakni Penerbit Pertama Terfavorit, Penulis Pertama Pendatang Terfavorit, dan Judul Buku Pertama Terfavorit.

photo
Buku-buku dari Penerbit Akad. - (Dok Penerbit Akad)

Menurut Budi Ahyar Taryono selaku Direktur Operasional PT Kawah Media & PT Bumi Fiksi Ritel, penghargaan “Bumifiksi Choice Award 2021” diberikan berdasarkan pilihan pembaca. “Jumlah polling digital yang masuk ke kami sebanyak 956.781. Dan, penerbit Akad meraih suara terbanyak,” ujarnya. 

Diakui Andri, keberhasilan Akad tak lepas dari beberapa strategi yang dilancarkan. Di antaranya, Akad senantiasa mencari penulis berpotensi di platform digital Wattpad dan Twitter. Selain itu, Akad juga memberikan pendampingan kepada para penulis pemula tersebut melalui lokakarya. 

Optimalisasi media sosial pun dilakukan. Baik Instagram, Twitter, Tiktok, dan Telegram, Andri menyebutkan, semuanya dimanfaatkan untuk  membangun brand engagement dengan para pembaca Gen-Z dan millennial. “Tentu saja, konten-kontan yang kami hadirkan disesuaikan dengan masing-masing platform media sosialnya serta harus relevan dengan tren yang tengah terjadi,” terangnya.

Saat ini, buku atau novel yang diterbitkan Akad telah hadir di sejumlah platform daring. seperti Bumi Fiksi, Novely Young, Zahra Books, Melstore Book, dan lokapasar, seperti Shopee dan Tokopedia. 

 
Mayoritas penjualan saat ini berasal dari kanal digital.
ANDRI AGUS FABIANTO, Founder sekaligus CEO Penerbit Akad.
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat