Nasional
Pengacara: Saksi Tegaskan Laskar FPI tak Lakukan Perlawanan
Pengacara semakin yakin anggota laskr FPI tidak melakukan perlawanan saat pengawalan HRS.
JAKARTA – Kuasa hukum keluarga enam laskar FPI yang menjadi korban dalam kasus unlawful killing, Azis Yanuar, menyatakan dirinya semakin yakin bahwa para laskar tidak melakukan perlawanan saat mereka diintai hingga akhirnya disergap di Km 50 Tol Jakarta –Cikampek pada 7 Desember 2020 lalu.
Keyakinannya itu didasarkan atas keterangan para saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/10). "Jika (kesaksian) itu benar, maka itu membuktikan bahwa memang mereka ditembaki dan posisi lemah karena tidak memiliki alat apa pun untuk melawan. Jelas itu membantah telak kebohongan perlawanan dari para syuhada," kata Azis, Rabu (27/10).
Azis berujar, pada saat peristiwa pembututan terjadi, seluruh rombongan yang mengawal Habib Rizieq Shihab (HRS) tidak mengetahui bahwa yang mengikuti mereka adalah polisi. Mereka menduga itu dilakukan oleh penjahat yang sengaja membuntuti perjalanan mereka.
"Posisi saat itu hingga esok siang semua tidak ada yang tahu kalau yang melakukan penguntitan, penembakan dan lain-lain itu aparat," kata Azis.
"Karena tidak ada satu pun identitas aparat kepolisian ada di lokasi, bahkan police line tidak ada, artinya jika para syuhada membawa senjata maka pasti sudah digunakan dan akan terdengar jelas di voice WA komunikasi yang beredar," sambungnya.
Pernyataannya ini juga membantah bahwa eks anggota FPI tersebut membawa senjata selama melakukan pengawalan HRS. Karena, mereka memang dilarang membawa senjata apapun.
Menurut Azis, masih banyak hal-hal lain yang harus dipertanyaan saat peristiwa terjadi. Seperti, bagaimana perlakuan aparat waktu itu pada para saksi yang melihat dan memvideokan peristiwa biadab di km 50, atau adakah police line di lokasi sebagaimana prosedur penanganan TKP di peristiwa pidana.
"Kenapa lokasi TKP harus dihancurkan?
Pada sidang untuk dua terdakwa, dua anggota Resmob Polda Metro Jaya, Briptu Fikri Ramadhan, dan Ipda Yusmin Ohorello pada Selasa (26/10), penjaga warung di rest area Km 50 Tol Jakarta-Cikampek, Ratih binti Harun mengaku mendengar salah satu eks anggota FPI berteriak memohon kepada aparat polisi tersebut. Saksi mendengar bahwa salah satu dari mereka yang tiarap itu berteriak meminta agar polisi tidak melakukan tindakan apa pun kepada temannya.
"Satu orang teriak, dia bilang 'jangan diapa-apain teman saya'," kata Ratih.
Saksi Ratih juga mengaku bahwa, ia melihat empat orang anggota eks FPI dikeluarkan dari dalam mobil dan disuruh tiarap. Kemudian dua orang lainnya yang sudah dalam kondisi lemah dan tidak bisa berjalan, tetapi satu orang masih ditiarapkan sedangkan satu lagi langsung dimasukkan ke mobil lain.
Namun, pengacara terdakwa, Henry Yosodiningrat menilai, kesaksian para saksi yang dihadirkan jaksa, belum mampu membuktikan tuduhan perbuatan para terdakwa, atas tuduhan yang didakwakan.
“Saya melihat, belum ada satupun kesaksian yang dihadirkan, dapat membuktikan kaitannya dengan perbuatan terdakwa ini,” ujar Henry.
Justru sebaliknya, kata dia, kesaksian Ratih, Eis, maupun Khotib, menguatkan posisi para korban, sebagai pihak yang menyerang para terdakwa sebagai anggota kepolisian. Menurut Henry, itu dibuktikan dengan barang bukti kendaraan mobil, yang dikendarai para terdakwa dalam kondisi rusak akibat serangan dua pertama, dari enam anggota Laskar FPI yang tewas itu.
“Yang dua itu, memang sudah meninggal dunia sebelum kejadian yang rumah makan ibu saksi tadi (Ratih). Itu terjadi karena sebelumnya, ada tembak-menembak,” ujar Henry.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.