Opini
Green Sukuk untuk Bumi
Green sukuk, sarana investasi berbasiskan syariah, sangat cocok bagi investor yang peduli bumi.
WEMPI SAPUTRA, Staf Ahli Menkeu Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional
Pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) 2021 baru saja berakhir pekan lalu. Banyak hal strategis dibahas, termasuk isu perubahan iklim, salah satu global mega trend issue yang menyedot perhatian semua negara.
Pendekatan multilateral sangat penting agar seluruh negara bersatu memberikan pesan kuat mengenai pengarusutamaan iklim ke dalam kebijakan ekonomi dan keuangan, sekaligus mendesain transisi hijau yang adil dan terjangkau.
Beberapa hari sebelumnya, dalam rangkaian pertemuan tahunan itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, peran Indonesia dalam kepemimpinan G20 yang harus mampu menjawab tantangan global dan menciptakan pertumbuhan inklusif, kuat, dan berkelanjutan pada beberapa isu internasional, termasuk perubahan iklim.
Perubahan iklim mengancam peradaban manusia dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan, dan stabilitas keuangan global. Pendanaan menjadi salah satu tantangan terbesar menindaklanjuti komitmen global mengatasi perubahan iklim.
Ancaman perubahan iklim yang gejalanya semakin nyata dirasakan merupakan bukti kebenaran firman Allah SWT, sekaligus menuntut manusia kembali ke jati dirinya sebagai khalifah di muka bumi.
Pandangan Islam
Ancaman perubahan iklim yang gejalanya semakin nyata dirasakan merupakan bukti kebenaran firman Allah SWT, sekaligus menuntut manusia kembali ke jati dirinya sebagai khalifah di muka bumi.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS Ar-Rum, 30:41).
Agama Islam sejak awal menegaskan komitmen pentingnya manusia tak hanya berorientasi secara vertikal kepada Tuhannya, tapi juga kepada sesama manusia dan alam sekitar.
Di sisi lain, wujud komitmen Indonesia pada isu perubahan iklim adalah dikenalkannya pajak karbon dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Sebelumnya, pemerintah memiliki instrumen budget tagging untuk anggaran terkait perubahan iklim.
Komitmen lainnya, diterbitkannya green sukuk sebagai instrumen investasi. Green sukuk, sarana investasi berbasiskan syariah yang sangat cocok bagi investor yang peduli bumi dan peduli uang mereka tidak digunakan untuk sesuatu yang merusak bumi.
Karakteristik penerbitan green sukuk mensyaratkan hubungan erat uang yang diinvestasikan dengan underlying asset berupa proyek, yang harus memenuhi kaidah syariah sekaligus berwawasan lingkungan.
Dengan akad wakalah, penerbit sukuk wajib menyatakan dirinya bertindak sebagai wakil atau wali amanat dari pemegang sukuk (investor), untuk mengelola dana hasil penerbitan sukuk dalam berbagai kegiatan yang menghasilkan keuntungan.
Karakteristik penerbitan green sukuk mensyaratkan hubungan erat uang yang diinvestasikan dengan underlying asset berupa proyek, yang harus memenuhi kaidah syariah sekaligus berwawasan lingkungan.
Kegiatan investasi penerima kuasa, yakni perusahaan penerbit sukuk yang sekaligus bertindak pengelola investasi, harus sesuai prinsip syariah.
Keuntungan investasi diberikan kepada investor, pemegang sukuk, atau pemberi kuasa sebagai imbal hasil. Pemberian imbal hasil ini dilakukan selama jangka waktu tertentu secara periodik hingga sukuk jatuh tempo sesuai kesepakatan/tenor.
Sejauh ini, pemerintah empat kali menerbitkan green sukuk di pasar global, yaitu 2018 (1,25 miliar dolar AS), 2019 (750 juta dolar), 2020 (750 juta dolar), dan 2021 (750 juta dolar). Bahkan pada 2021, mencatatkan sejarah sebagai penerbit pertama bertenor 30 tahun.
Dalam menerbitkan green sukuk, pemerintah mengacu ROI Green Sukuk/Bond Framework, termasuk kewajiban laporan yang digabungkan dalam Annual Green Sukuk Impact Report.
Pemerintah menerbitkan Green Sukuk Impact Report sebanyak dua kali, yaitu 2019 dan 2020, berisi perhitungan berapa kontribusi dari pembiayaan green project yang dilakukan terhadap penurunan emisi karbon.
Kajian Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan setelah penerbitan Sukuk Tabungan ST006 berkonsep green sukuk menunjukkan, tingginya minat masyarakat atas investasi sukuk berbasis lingkungan.
Meningkatkan literasi, pemahaman, serta keterkaitan instrumen syariah berupa sukuk dengan isu lingkungan menjadi pekerjaan rumah bagi penerbit green sukuk, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun korporasi.
Literasi keuangan syariah
Meningkatkan literasi, pemahaman, serta keterkaitan instrumen syariah berupa sukuk dengan isu lingkungan menjadi pekerjaan rumah bagi penerbit green sukuk, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun korporasi.
Berdasarkan Survei Nasional Keuangan Indonesia 2019, tingkat literasi keuangan syariah kita masih rendah, hanya 8,93 persen. Dengan kata lain, hanya sembilan dari 100 orang dewasa Indonesia yang mengenal produk keuangan syariah.
Salah satu kunci keberhasilan peningkatan pengetahuan masyarakat adalah memanfaatkan saluran komunikasi yang tersinergi antarpemangku kepentingan.
Dengan meningkatnya pengetahuan terkait ekonomi dan keuangan syariah (eksyar), masyarakat akan lebih percaya produk keuangan syariah, termasuk sukuk. Apalagi, pada 1-17 November, pemerintah kembali menerbitkan green sukuk ritel seri ST 008.
Hasilnya, untuk membiayai proyek hijau dalam APBN demi membantu kelestarian bumi. Tentu, pengetahuan masyarakat mengenai eksyar yang mumpuni mendukung keberhasilan penerbitan ini.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.