Khazanah
Nazir Wakaf Segera Disertifikasi
Diharapkan lahir nazir-nazir yang mampu mengelola wakaf secara produktif.
JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) sedang menyiapkan program sertifikasi nazir. Menurut Wakil Ketua Badan Pelaksana BWI Imam Teguh Saptono, program sertifikasi disiapkan melalui penyusunan kurikulum untuk para nazir.
Imam memaparkan, Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim terbesar di dunia memiliki jumlah tanah wakaf sebanyak 405.103 titik. Total luas tanah wakaf mencapai 54.128,54 hektare.
“Banyaknya jumlah tanah wakaf tersebut maka dibutuhkan nazir berkompeten untuk mengelolanya,” kata dia seperti dilansir laman resmi Kemenag, Kamis (14/10).
Ia berharap, program sertifikasi ini dapat melahirkan nazir-nazir yang memiliki kemampuan mengelola wakaf secara produktif sehingga imbal hasil dari wakaf produktif bisa benar-benar sampai ke mauquf alaih.
Sementara, Komisioner BWI Susono Yusuf menyampaikan, program sertifikasi nazir mengharuskan agar setiap nazir mengikuti sertifikasi profesi. Meski demikian, dia mengatakan, program tersebut perlu dilakukan secara bertahap yang dimulai dengan sosialisasi.
"Jadi, masyarakat yang ingin menjadi nazir wakaf uang, misalnya, itu harus memenuhi kompetensi yang diinginkan oleh standar nasional yang, di antaranya harus punya kualifikasi pendidikan tertentu dan sedikitnya sudah punya pengalaman," ujar dia kepada Republika, Jumat (15/10).
Susono melanjutkan, penyusunan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) telah diselesaikan dan saat ini sedang dalam tahap pendidikan asesor. Regulasi yang menyangkut SKKNI ini belum akan diberlakukan secara total, tetapi akan disosialisasikan terlebih dulu kepada masyarakat.
"Jadi, prosesnya bertahap dan tidak langsung ketat sehingga perlu penahapan. Kalau sekarang sekaligus 100 persen, akan banyak yang nggak mau jadi nazir," ujarnya.
Susono juga mengungkapkan, ujung dari penahapan tersebut adalah diwajibkannya mengikuti sertifikasi profesi bagi masyarakat yang ingin menjadi nazir. Namun, untuk sementara ini belum diberlakukan secara total karena memang perlu diawali dengan sosialisasi dan edukasi, khususnya kepada para nazir perorangan yang sudah ada selama ini.
"Butuh waktu sekitar dua-lima tahun sampai baru bisa dibuat wajib. Jadi, lihat perkembangan juga. Karena sebetulnya masih banyak nazir kita yang kalau diajak sertifikasi itu nggak mau. Makanya, kalau disyaratkan ketat, nanti akan banyak pelanggaran," katanya.
Menurut Susono, ada persoalan tersendiri mengapa nazir enggan mengikuti sertifikasi profesi. Biasanya ini terjadi pada nazir perorangan yang mengelola wakaf tanah atau bangunan. Apalagi jika nazir perorangan ini ditunjuk langsung oleh wakif.
"Lembaga-lembaga pendidikan Islam saat ini masih banyak yang dipegang oleh nazir perorangan. Ini akan menjadi problem kalau SKKNI diberlakukan sekaligus di seluruh Indonesia. Karena itu, harus bertahap, dengan edukasi dan sosialisasi terlebih dulu, agar para nazir ini bisa memenuhi standar nasional," ujarnya.
Dalam pandangan pengamat ekonomi syariah Adiwarman Karim, program sertifikasi nazir yang tengah direncanakan Kemenag dan BWI adalah sebagai upaya untuk menata ulang aset-aset wakaf. Harapannya, aset-aset wakaf terjaga keutuhannya dan bisa dimanfaatkan untuk hal yang produktif.
"Ini adalah upaya agar harta-harta wakaf itu benar-benar dikelola oleh orang-orang yang memang memiliki paling tidak pemahaman dasar tentang apa itu wakaf dan bagaimana cara mengelola aset-aset wakaf tersebut,” kata Adiwarman.
Adiwarman mengatakan, nazir tidak hanya menjaga aset wakaf, tetapi juga harus mampu mengembangkannya. Menurut dia, sertifikasi akan mendorong lebih banyak nazir yang dapat mengembangkan aset wakaf.
Saat ini persoalan yang dihadapi banyak nazir adalah pemahaman wakaf yang hanya bisa dimanfaatkan untuk masjid, makam, dan madrasah. Dalam hal ini, sertifikasi akan memberikan wawasan lebih luas tentang wakaf.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.