Kabar Utama
G-20 Janji Bantu Warga Afghanistan
Para pemimpin negara anggota G-20 sepakat untuk mencegah bencana kemanusiaan di Afghanistan.
ROMA -- Para pemimpin negara anggota G-20 sepakat untuk mencegah terjadinya bencana kemanusiaan di Afghanistan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa yang digelar secara virtual, Selasa (12/10). Komitmen itu juga disampaikan Presiden Joko Widodo saat menghadiri pertemuan yang secara khusus digelar untuk membahas situasi di Afghanistan.
Negara anggota G-20 pun berjanji mempercepat penyaluran bantuan ke Afghanistan mengingat kian gentingnya situasi kemanusiaan dan ekonomi setelah Taliban berkuasa. Sejak Taliban mengambil alih Afghanistan pada 15 Agustus, negara itu mengalami kehancuran ekonomi. Bank-bank di Afghanistan kehabisan uang, pegawai negeri tidak dibayar, dan harga pangan melonjak.
Italia selaku pemegang Presidensi G-20 saat ini menyatakan, negosiasi dengan Taliban akan dibutuhkan guna memperoleh akses penyaluran bantuan kemanusiaan. Perdana Menteri Italia Mario Draghi mengatakan, negosiasi bukan berarti G-20 memberikan pengakuan politik terhadap pemerintahan Taliban.
Draghi justru turut menyinggung janji-janji Taliban yang belum dipenuhi sejak berkuasa. “Pemerintah (Taliban), seperti kita ketahui, tidak benar-benar inklusif, tidak benar-benar representatif. Hak-hak perempuan, sejauh yang kami bisa lihat, sepertinya kembali ke 20 tahun yang lalu,” ujarnya seperti dikutip dari laman Gulf Today, Rabu (13/10).
KTT Luar Biasa G-20 tentang Afghanistan ini merupakan inisiatif Italia. KTT ini turut dihadiri Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres. Guterres sebelumnya mengecam Taliban karena melanggar janji terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan. Dia menuntut Taliban merealisasikan apa yang telah dijanjikannya kepada kaum perempuan di Afghanistan.
Guterres khawatir kaum perempuan di Afghanistan belum memperoleh apa yang telah dijanjikan Taliban. “Saya sangat mengimbau Taliban untuk menepati janji mereka kepada perempuan serta anak perempuan dan memenuhi kewajiban mereka di bawah hukum hak asasi manusia dan kemanusiaan internasional,” kata Guterres kepada awak media pada Senin (11/10), dikutip laman Al Arabiya.
Kendati demikian, Guterres tetap menyerukan dunia internasional untuk menyumbang dana kemanusiaan bagi Afghanistan. Pada 15 Agustus lalu, Taliban kembali menguasai Afghanistan. Berbeda dengan sebelumnya, mereka berjanji akan menjalankan pemerintahan moderat. Taliban bahkan berkomitmen melindungi hak-hak perempuan, termasuk untuk memperoleh pendidikan.
Presiden Joko Widodo dalam KTT G-20 menekankan bahwa masyarakat internasional harus mengawal masa transisi kekuasaan Afghanistan menuju negara yang stabil, damai, dan sejahtera. "Sudah sangat lama rakyat Afghanistan mendambakan perdamaian dan hidup normal," ujar Jokowi dalam pidatonya, seperti dilansir laman resmi Kementerian Luar Negeri RI.
Jokowi menekankan pentingnya upaya komunitas internasional dengan G-20 pada garda terdepan untuk melakukan tiga hal utama. Pertama, menjaga stabilitas dan keamanan, termasuk dengan membentuk Pemerintah Afghanistan yang inklusif. "Hak semua kelompok, khususnya perempuan, untuk berkontribusi harus diberikan," ujar Presiden.
Hal kedua yang perlu dilakukan komunitas internasional, kata Jokowi, membantu mengakhiri krisis kemanusiaan di Afghanistan. Hal ini termasuk mendukung upaya PBB menggalang bantuan kemanusiaan untuk masyarakat Afghanistan.
Jokowi mendorong adanya pemulihan aktivitas ekonomi dan pembangunan. Kelompok G-20, katanya, memiliki peran yang penting dalam menyikapi krisis di Afghanistan.
Indonesia secara konsisten mendukung proses perdamaian di Afghanistan. Oleh karena itu, kata Jokowi, Indonesia berharap G-20 dapat menciptakan stabilitas di Afghanistan, mengatasi krisis kemanusiaan, dan mendukung pemulihan dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Partisipasi Jokowi pada KTT berangkat dari kepedulian Indonesia yang mendalam untuk mewujudkan stabilitas dan perdamaian serta mendukung kesejahteraan bagi rakyat Afghanistan. Indonesia secara konsisten telah mendukung Afghanistan melalui berbagai program peningkatan kapasitas, pelatihan teknis, ataupun beasiswa.
Sejak 2006 hingga 2019, bantuan capacity building Indonesia dalam berbagai bidang telah mencapai setidaknya 555 pejabat pemerintah dan warga Afghanistan. Terakhir, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam sidang virtual PBB pada 13 September 2021 telah menyatakan komitmen Indonesia untuk menyalurkan bantuan senilai 3 juta dolar AS bagi Afghanistan, termasuk bantuan darurat kemanusiaan dan pembangunan masa depan.
Pemerintah Cina turut mendorong upaya bersama yang cepat untuk membantu masyarakat Afghanistan terhindar dari krisis. Dalam sebuah pernyataan saat KTT G-20, perwakilan khusus sekaligus penasihat negara dan Menteri Luar Negeri Wang Yi mengatakan, dunia harus memikul tanggung jawab dalam hal ini.
"Afghanistan saat ini berada di persimpangan naik-turunnya pemerintahan, dan masih ada jalan panjang untuk mencapai perdamaian dan stabilitas," kata Wang dalam pertemuan itu, dilansir People’s Daily, Rabu (13/10).
Ia mendesak anggota G-20 untuk berkontribusi pada pembangunan di Afghanistan atas dasar penghormatan terhadap kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas teritorialnya. Wang kemudian mengajukan empat saran, yaitu mengutamakan rakyat dan membantu Afghanistan mengatasi krisis kemanusiaan, mendorong Afghanistan bergerak menuju pembangunan inklusif; memegang sikap toleransi nol terhadap terorisme, dan mendorong upaya bersama dengan konsensus untuk membantu Afghanistan.
Kemiskinan, pengangguran, dan krisis ekonomi yang dialami Afghanistan saat ini telah menyebabkan beberapa keluarga menikahkan anak perempuan mereka yang masih di bawah umur dengan pria paruh baya dengan imbalan uang, senjata, atau ternak.
Kantor berita Afghanistan melaporkan pada Selasa (12/10), seorang gadis di bawah umur dihargai 100 ribu-250 ribu afgani atau setara 1.108 hingga 2.770 dolar di distrik-distrik terpencil di Provinsi Ghur. Jika pembeli tidak memiliki uang tunai, dia akan memberikan senjata atau ternak sebagai gantinya kepada keluarga gadis itu.
Langkah warga miskin di negara itu untuk melakukan hal demikian tidak lepas dari ekonomi Afghanistan yang berada di bawah tekanan besar. Dilaporkan, harga makanan dan bahan bakar naik tajam di tengah kekurangan uang tunai, yang dipicu oleh penghentian bantuan asing dan kekeringan.
"Beberapa keluarga telah menjual anak perempuan mereka yang berusia satu tahun untuk mendapatkan uang, ternak, dan senjata," kata kantor berita Raha, mengutip sumber-sumber, dilansir di Al Arabiya, Rabu (13/10).
Laporan tersebut mencatat bahwa meskipun praktik penjualan gadis di bawah umur bukanlah kejadian baru, hal itu menjadi lebih umum setelah Taliban menguasai Afghanistan pada 15 Agustus 2021.
Bantuan Dipercepat
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak dunia internasional mengirim bantuan kemanusiaan untuk warga Afghanistan secepatnya karena musim dingin semakin dekat. Dalam konferensi video, Juru Bicara Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Babar Baloch mengatakan, hampir 700 ribu orang mengungsi di Afghanistan pada tahun ini, termasuk 50 ribu orang di Kabul.
"Musim dingin di Afghanistan dapat membunuh. Jika orang tidak memiliki sumber daya, kondisinya akan mematikan," kata Baloch dikutip dari laman Anadolu Agency, Rabu (13/10).
Sebelum Taliban mengambil alih Kabul pada 15 Agustus lalu, setengah dari 40 juta penduduk Afghanistan sudah bergantung pada bantuan kemanusiaan. Menurut Baloch, kebutuhan tersebut semakin meningkat dari hari ke hari.
"Itulah alasan kami mengatakan ini adalah perlombaan melawan waktu untuk menjangkau semua orang," ujar dia.
Taliban merebut Kabul pada 15 Agustus yang memaksa presiden dan pejabat tinggi lainnya meninggalkan negara itu. Mereka telah membentuk pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Hasan Akhund.
Banyak negara telah meminta Taliban untuk membentuk pemerintahan inklusif yang mewakili keragaman etnis negara itu. Pada pertemuan luar biasa para pemimpin G-20 terkait Afghanistan yang diselenggarakan oleh Italia, Uni Eropa berjanji akan memberikan paket bantuan senilai satu miliar euro. Bantuan itu diberikan untuk mencegah bencana kemanusiaan dan keruntuhan ekonomi.
Menurut pernyataan Gedung Putih, para pemimpin G-20 menegaskan kembali komitmen kolektif mereka untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan akan langsung diberikan kepada rakyat Afghanistan melalui organisasi internasional independen.
Ekonom Afghanistan dan eks penasihat Dana Moneter Internasional (IMF) dan PBB, Torek Farhadi mengatakan, krisis parah tidak dapat dihindari jika bantuan internasional tidak tiba pada musim dingin. Menurut dia, Afghanistan sudah berada pada titik krisis terkait dengan kerawanan pangan.
"Sekarang AS juga telah setuju untuk bergabung dengan UE dalam mendanai bantuan kemanusiaan dan pangan. Kami berharap, dukungan ini akan tiba sebelum musim dingin untuk menghindari krisis akut," kata Farhadi.
Berdasarkan survei Program Pangan Dunia (WFP), satu dari tiga orang Afghanistan berada dalam kondisi sangat lapar, dan lebih dari 93 persen rumah tangga mengonsumsi makanan yang tidak mencukupi. Jika bantuan kemanusiaan yang memadai tidak mencapai Afghanistan dalam waktu yang cepat, sekitar 35 juta orang Afghanistan akan menghadapi risiko kemiskinan dan kelaparan ekstrem.
Seorang pensiunan bernama Ghulam Omar mengatakan, hal terbaik tentang pemerintahan Taliban sejauh ini adalah konflik yang telah mencapai akhir. "Kami kehilangan lebih dari 100 orang setiap hari," kata Omar.
Omar merasa sangat khawatir dengan kondisi ekonomi Afghanistan saat ini. Ia berharap, Taliban bisa bekerja sama dengan semua warga Afghanistan untuk memastikan adanya dukungan internasional.
Sebab, Taliban baru dapat menjalankan pemerintahan dan membantu rakyat Afghanistan jika negara-negara donor terus memberikan bantuan keuangan. "Namun, jika Taliban tidak dapat meyakinkan mereka, bantuan akan terus sulit didapat."
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.