Nasional
Vaksinasi Tinggi, DKI Tetap Terancam Gelombang Ketiga
Pemerintah diminta tetap menjaga kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan meski kasus Covid-19 turun.
JAKARTA -- Gelombang ketiga Covid-19 diperkirakan akan tetap melanda Indonesia. Ibu Kota Negara, Jakarta, diprediksi tak luput dari ancaman gelombang ketiga.
Pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, angka vaksinasi yang sudah tinggi di Ibu Kota disebutnya tidak lantas membuat warga DKI Jakarta kebal dari Covid-19. Dicky menjelaskan, capaian vaksinasi di Ibu Kota baru sampai tahap ambang batas untuk membentuk kekebalan kelompok. Sehingga penularan karena munculnya gelombang ketiga Covid-19 masih berpeluang dialami warga Ibu Kota.
"Ya menurut saya, potensi gelombang ketiga tentu tidak bisa terhindarkan, termasuk di Jakarta. Karena tetap ada orang rawan tertular Covid-19 dari yang belum divaksin dan perpindahan di wilayah aglomerasi," kata Dicky, Rabu (13/10).
Kabar baiknya efek gelombang ketiga Covid-19 Jakarta diperkirakan tidak buruk. Alasannya, vaksinasi warganya sudah tinggi. "Yang bisa saya sampaikan, keparahannya tidak akan sama dengan gelombang kedua," ujar Dicky.
Plus, fasilitas kesehatan (faskes) di DKI Jakarta lebih memadai daripada wilayah lain. "Jadi, mungkin beban faskesnya tidak terlalu parah," ucap Dicky. Capaian vaksinasi Covid-19 dosis dua di DKI Jakarta berada di angka 97,8 persen, dan dosis satu 129,5 persen.
Guru Besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama berpesan agar pemerintah dan masyarakat Indonesia tidak lengah terhadap penularan Covid-19. Ia berharap semua elemen bekerja keras memastikan kasus Covid-19 tetap rendah seperti saat ini.
Kasus Covid-19 mengalami tren penurunan secara konsisten dalam beberapa pekan belakangan. Kasus Covid-19 bertambah 1.261 kasus dengan kasus kesembuhan 2.130 kasus pada Selasa (12/10). Sedangkan kasus kematian bertambah 47 orang. Dengan begitu, jumlah kasus aktif per hari ini tersisa 21.625 orang.
"Yang amat perlu dilakukan sekarang adalah menjaga agar kasus tetap rendah, jangan naik lagi," kata Prof Tjandra dalam keterangan pers, Selasa (12/10).
Prof Tjandra meminta agar pemerintah, khususnya otoritas kesehatan tetap menjaga kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan meski kasus Covid-19 turun. Hal ini perlu dilakukan pada 3 aspek, yaitu pelayanan primer, konsep rujukan dan pelayanan di rumah sakit. Tujuannya mencegah kolapsnya sistem layanan kesehatan bila kasus Covid-19 kembali naik.
"Khusus untuk di rumah sakit maka juga ada 3 hal yang harus selalu disiagakan yaitu sumber daya manusia (termasuk roster SDM terampil siap tugas kalau-kalau dibutuhkan), ketersediaan alat dan obat termasuk mekanisme kalau ada kekosongan serta aspek manajemen lapangan, seperti konversi ruang rawat, manajemen risiko," ujar Prof Tjandra.
Prof Tjandra juga menyinggung bila penularan Covid-19 makin rendah maka akan sedikit orang dirawat di rumah sakit. Salah satu caranya memastikan penerapan protokol kesehatan mencakup memakai masker dengan benar, mencuci tangan dan menjaga jarak.
"Cegah juga moda penularan, artinya untuk masyarakat tetap menerapkan 3 M dan untuk pemerintah melakukan," sebut Prof Tjandra.
Di sisi lain, Prof Tjandra menyoroti pentingnya mengurangi penularan Covid-19 melalui test dan telusur. Selanjutnya mereka yang positif bisa ditemukan lebih cepat guna ditangani dan diisolasi. "Dan untuk pemerintah melakukan pembatasan sosial sesuai perkembangan PPKM yang ada," tutur Prof Tjandra.
Sebelumnya, Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito juga mengingatkan masyarakat akan terjadinya gelombang ketiga infeksi Covid-19 yang tengah dihadapi oleh berbagai negara di dunia. Wiku meminta agar masyarakat tetap mewaspadai dan mengantisipasi terjadinya lonjakan ketiga di Indonesia.
"Dengan adanya lonjakan ketiga yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia, serta melihat dari pola kenaikan kasus setelah event atau kegiatan besar di Indonesia, kita tetap perlu waspada dan mengantisipasi lonjakan ketiga di Indonesia," kata Wiku, Jumat (1/10).
Ketua Pelaksana Harian Mitigasi PB IDI Mahesa Paranadipa mengatakan, berdasarkan prediksi para epidemiologi gelombang tiga Covid-19 terjadi di akhir tahun atau Desember 2021. Faktornya karena belum bisa memprediksi varian Delta yang masih ada.
Berdasarkan pengurutan genom lengkap Indonesia yang masih lemah dan banyak keterbatasan. Analisa tersebut sesuai dengan catatan para pakar terkait pengurutan genom lengkap (Whole Genome Sequencing di Indonesia yang masih lemah. "Seharusnya yang sudah divaksinasi kemudian terkonfirmasi (positif Covid-19) kemudian dilakukan WGS untuk melihat varian virusnya," katanya.
PB IDI dan para epidemiolog berharap kasus Covid-19 di gelombang tiga tidak lebih parah dari gelombang pertama dan kedua karena bertambahnya cakupan vaksinasi Covid-19.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.