Bodetabek
Nasi Goreng 'Rasa Integritas' Ala Eks Pegawai KPK
Tigor eks pegawai KPK memilih usaha nasi goreng rempah karena tidak sulit untuk membuatnya
Mengenakan topi, kaos hitam, dan bermasker. Itulah gaya Juliandi Tigor Simanjuntak, eks pegawai KPK saat mengaduk nasi goreng rempah di pinggir Jalan Raya Hankam, Kelurahan Jatirahayu, Pondok Melati, Kota Bekasi, Senin (11/10) malam.
Tigor, sapaan akrabnya, adalah salah satu dari 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ‘disingkirkan’ melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Jabatan terakhirnya adalah sebagai tim fungsional di Biro Hukum KPK.
Sejak keputusan pemberhentian terbit pada 30 September lalu, Tigor tak punya banyak kegiatan. Waktunya, dia habiskan untuk membaca buku.
Bermodal Youtube, dia kemudian mencoba mengulik resep nasi goreng dan menjajal peruntungan untuk berjualan. “Kita diproyeksikan bulan Oktober sudah diputus pekerjaan. Artinya, saya berusaha, ya mencari solusi gitu dalam konteks itu,” tutur Tigor, saat ditemui Senin (11/10) malam.
Tigor memilih usaha nasi goreng rempah karena tidak sulit untuk membuatnya. Selain itu, nasi goreng rempah dinilai memiliki cita rasa yang berbeda dari nasi goreng lain.
Belum genap satu bulan Tigor membuka usaha nasi goreng ini. Namun, per hari dia sudah menerima pesanan 20 hingga 30 porsi.
“Kalau bicara customer paling di hari Sabtu-Ahad, kalau di hari biasa sih nggak. Tapi, kalau di Sabtu-Ahad lumayan lah, bisa 20 hingga 30 porsi,” ungkap dia.
Pada malam Republika ke warung nasi goreng milik Tigor, turut berkunjung mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Dia turut membawa istri dan juga anak-anaknya dari kediamannya di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Novel datang untuk mencicipi nasi goreng buatan rekan kerjanya itu. “Saya ikut memberikan support. Apapun yang kita lakukan dalam koridor menjaga integritas dalam rangka kejujuran, itu hal yang luar biasa," kata Novel di Bekasi.
Novel mengatakan, nasi goreng buatan Tigor memiliki cita rasa. Di luar itu, Tigor merupakan ahli hukum yang telah teruji kemampuannya baik di jenjang nasional maupun internasional.
Lebih penting dari itu, Novel mengatakan, Tigor membuat nasi goreng dengan hati, dengan integritas, bukan dengan pencitraan.
“Paling penting adalah, Bang Tigor buat nasi goreng dengan hati, dengan integritas, bukan dengan pencitraan. Itu yang paling penting,” tandas dia.
Sebelumnya, sebanyak 58 pegawai KPK yang tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) mendeklarasikan organisasi Indonesia Memanggil 57 Institute (IM57+ Institute). Lembaga ini diharapkan membuat gebrakan baru dalam upaya pemberantasan korupsi.
Deklarasi IM57+ Institute bertepatan dengan hari pemungkas mereka bekerja di KPK pada akhir September lalu. Koordinator IM57+ Institute M Praswad Nugraha berharap, kehadiran lembaga ini menjadi wadah bagi para pegawai yang diberhentikan secara melawan hukum oleh KPK melalui proses TWK yang melanggar HAM dan maladminstratif dalam penyelenggaraannya.
"Institut ini diharapkan menjadi sarana bagi 58 alumni KPK untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi melalui kerja-kerja pengawalan, kajian, strategi, dan pendidikan antikorupsi," kata Praswad.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.