Adiwarman A Karim | Daan Yahya | Republika

Analisis

Ekonomi Maulid Nabi

Ekonomi Maulid Nabi mulai terbit kembali dari ufuk.

Oleh ADIWARMAN A KARIM

OLEH ADIWARMAN A KARIM

Bulan Maulid memberikan pelajaran penting bagi kita untuk memahami perjalanan panjang Islam mewarnai perekonomian dunia. Menurut Jabir RA dan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW dilahirkan pada tahun Gajah, hari Senin, tanggal 12 Rabiul Awwal, dan tanggal itu pula berhijrah dan wafat.

Pertama, kelahiran Rasulullah SAW menandakan awal datangnya akhir zaman. Menyeimbangkan perilaku ekonomi antara mengambil keuntungan dunia, meraih keberkahan, dan mendapat keuntungan akhirat. Sepanjang hidupnya, Rasulullah SAW memberikan teladan dalam berbagai kegiatan ekonomi.

Ketika ajaran fikih ekonomi Nabi Musa AS dipahami keliru tanpa moral, bahkan digunakan untuk menguntungkan transaksi kaum Yahudi saja dan merugikan kaum non-Yahudi, muncul kesenjangan rasa keadilan, benar secara hukum salah secara moral. Perlawanan terhadap dominasi ekonomi Yahudi merebak di mana-mana. Ekonomi Yahudi dianggap identik dengan ekonomi kapitalis kaya.

Ketika ajaran moral ekonomi Nabi Isa AS dilaksanakan tanpa batasan fikih, maka penafsiran dengan mudah menjadi dogma. Ketika dogma berhadapan dengan dominasi ekonomi kapitalis kaya kaum Yahudi, perlawanan ideologis Kalvin menjadi harapan kaum kelas menengah. Kalvinis menawarkan sebuah konsep etika kerja dalam teologi, sosiologi, ekonomi, yang menekankan kerja keras, disiplin, dan hemat.

Kedua, hijrah ke Madinah menandakan awal turunnya ayat-ayat Madaniyah yang banyak membahas aspek kehidupan dunia, cara memandang dunia, pemahaman rezeki, dan konsep tidak menzalimi dan tidak dizalimi dalam berinteraksi sesama manusia.

 
Menyeimbangkan perilaku ekonomi antara mengambil keuntungan dunia, meraih keberkahan, dan mendapat keuntungan akhirat.
 
 

Martin Brueckner dalam bukunya Profit Maximization menjelaskan ketika ajaran ekonomi neo-klasikal menjadikan maksimalisasi keuntungan sebagai tujuan, maka pelaku ekonomi memiliki horizon bisnis yang pendek dan transaksional. Dua hal sering terabaikan, yaitu cara mendapatkan keuntungannya dan cara menggunakan keuntungannya. Orientasi bisnis pada kepentingan sendiri-sendiri.

Paul Cockshott dan Allin Cottrell dalam bukunya Towards a New Socialism menjelaskan ketika ajaran sosialisme tidak kompetitif karena tidak memiliki insentif pasar, ia akan mati. Dalam bahasa mereka “our attempt to answer the idea that socialism is dead and buried after the demise of the Soviet Union”. Keduanya memberi makna baru sosialisme Marxisme dengan disiplin ilmu cybernetics dan operation research-nya Stafford Beer.

Ketiga, wafat Beliau SAW menandakan telah turun sempurnanya seluruh firman Allah yang patut diketahui manusia. Menjadi abdullah dalam posisi hablum minallah. Menjadi khalifatullah di bumi dalam posisi hablum minannas.

Robert Solomon dalam risetnya "On Fate and Fatalism" menjelaskan buruknya dampak paham Fatalisme yang pasrah bongkokan tanpa ikhtiar menjalani hidup. Dalam sejarah Islam juga dikenal dengan paham Jabariyah. Friedrich Nietzsche dalam bukunya The Wanderer and His Shadow menyebutnya "Turkish fatalism".

Gary Watson dalam risetnya “Free Action and Free Will” menjelaskan kebalikan dari fatalism, yaitu self determination yang dalam bahasa Watson disebutkan “self determination is determination by the will”. Dalam sejarah Islam juga dikenal dengan paham Qadariyah. 

Dalam konteks bangsa Amerika “American dream” setiap orang dapat menjadi apapun sesuai ikhtiar mewujudkan mimpinya. Barack Obama dalam bukunya The Audacity of Hope menjelaskan “values are rooted in a basic optimism about life and a faith in free will".

Para pencari kebenaran yang berkutat mencoba memahami fenomena hidup ini mendapatkan sebagian kebenaran hakiki dan sejumlah kebenaran relatif. Tidak jarang para penemu kebenaran relatif ini berkolaborasi dengan pemegang kekuasaan, untuk dan atas nama kebenaran, memberikan pembenaran yang menguntungkan penguasa dan merugikan kepentingan orang banyak.

 
Ekonomi Islam hadir memberikan arah. Al muta’adi afdalu minal qashir, kepentingan umum harus diutamakan di atas kepentingan pribadi.
 
 

Ekonomi Islam hadir memberikan arah. Al muta’adi afdalu minal qashir, kepentingan umum harus diutamakan di atas kepentingan pribadi. Ketika di abad pertengahan Eropa mewajibkan para penggarap tanah membayar upeti kepada tuan tanah dan raja, terjadilah distribusi kekayaan dari si miskin kepada si kaya. Ekonomi Islam muncul dengan konsep sebaliknya, distribusi kekayaan dari si kaya kepada si miskin melalui mekanisme zakat.

Rasulullah SAW bersabda “Hidupku lebih baik untuk kalian. Wafatku pun lebih baik untuk kalian. Ketika aku hidup kalian menyampaikan masalah-masalah, aku memberikan jalan keluarnya. Ketika aku wafat, amal perbuatan kalian ditampakkan padaku. Bila amal itu baik, aku memuji Allah, bila amal itu buruk, aku mohonkan ampunan untuk kalian”.

Inilah letak fungsi strategis ekonomi Islam dalam peradaban akhir zaman. Memberikan arah bagi para pencari kebenaran, mengingatkan kekeliruan arah bagi para penjual kebenaran. Fungsi strategis ini awalnya akan dipandang sebagai “ekonomi zaman onta para penggembala kambing”. Fungsi ini baru akan dipandang benar ketika para pelakunya mendapat kemajuan ekonomi.

Sikap arogansi keilmuan, kesombongan kekuasan, dan keganasan pemilik kapital menambah besar jurang kemajuan ekonomi dan keberkahan ekonomi, jurang kebenaran formal dan rasa keadilan, jurang penindasan yang disahkan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

 
Ekonomi Maulid Nabi mulai terbit kembali dari ufuk. Sinar indahnya menyeruak membangunkan penghuni alam.
 
 

Yahya bin Muadz ar Razi, seorang ulama tasawuf pernah mengingatkan “kalau tidak dapat memberikan manfaat kepada orang lain, jangan memberikan mudharat. Kalau tidak dapat memberikan kebahagiaan, jangan memberikan kesedihan. Kalau tidak dapat memberikan pujian, jangan memberikan kehinaan”.

Ekonomi Maulid Nabi mulai terbit kembali dari ufuk. Sinar indahnya menyeruak membangunkan penghuni alam. Pendar cahayanya menghangatkan hubungan sesama manusia meluluhkan sekat-sekat bangsa dan agama. Inilah ekonomi yang menyebarkan berkah dan manfaat bagi siapapun yang melaksanakannya tanpa memandang bangsa dan agamanya.

Dalam bahasa ekonomi, Hector Pollitt dalam risetnya “The Future of Economics” menjelaskan Complexity economics dan Doughnut economics. Merujuk pada Brian Arthur dalam risetnya “Complexity and the Economy”, ilmu ekonomi akhir zaman semakin menyadari kompleksnya unsur-unsur ekonomi yang process dependent, organik, dan selalu berubah. 

Merujuk pada Kate Raworth dengan konsep Doughnut economics, ilmu ekonomi akhir zaman memiliki kesadaran akan horizon ekonomi yang lebih panjang, menjaga faktor ekonomi untuk pembangunan berkelanjutan.

“Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada Rasulullah SAW dan keluarganya, rahmat yang menyelamatkan kami dari semua ketakutan dan penyakit, rahmat yang memenuhi semua kebutuhan kami.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat