Nasional
Legislator Minta Kaji Ulang Bansos Anak Terdampak Covid-19
Kemensos diminta tetap berkomitmen menyantuni anak yatim tanpa mengurangi anggaran 2021.
JAKARTA -- Sejumlah anggota Komisi VIII DPR mempertanyakan langkah Kementerian Sosial (Kemensos) yang mengurangi estimasi anggaran bansos 2021 untuk anak yatim, piatu, dan yatim piatu karena Covid-19. Mereka mengajukan beberapa skema agar pengurangan anggaran Rp 82,8 miliar itu dibatalkan.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi PKS Bukhori mengaku belum mengetahui ihwal pengurangan anggaran ini. Ia meminta Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos untuk menjelaskan duduk perkaranya. "Saya kira Dirjen Rehsos harus menjelaskan hal tersebut," kata dia kepada Republika, Kamis (7/10).
Bukhori meminta agar Kemensos tetap berkomitmen menyantuni anak yatim dengan tidak mengurangi anggaran 2021. Kalau perlu, Kemensos bisa menggunakan anggaran tahun 2022 untuk pelaksanaan program bansos anak yatim 2021 ini.
"Kami tetap minta komitmen Kemensos untuk menyantuni anak-anak yatim meskipun harus di-cover (pagu anggaran) 2022," ucapnya.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi PKB Maman Immanulhaq mengatakan, dirinya sudah mempertanyakan ihwal pengurangan dana ini dalam rapat bersama Kemensos. Ketika itu, Kemensos menjawab bahwa hal itu dilakukan karena adanya refocusing anggaran.
"Kita tahu bahwa Kemensos empat kali kena refocusing, sehingga anggaran untuk anak yatim dan fakir miskin itu jadi salah satu yang terimbas. Kita mencoba memberikan tambahan lewat Badan Anggaran, tapi tidak mendapat persetujuan," kata Maman kepada Republika.
Kendati demikian, Maman berharap agar pengurangan anggaran bansos anak yatim ini dibatalkan. Sebab, kata dia, hal ini menyangkut kehidupan anak-anak yang hidup tanpa orang tua akibat Covid-19. Ia pun berharap ada tambahan dana untuk program ini lewat anggaran perubahan.
"Tentu kita berharap ada perubahan ya di anggaran perubahan nanti, karena bagaimanapun ini persoalan anak-anak yatim. Jadi Komisi VIII selalu berupaya agar ada tambahan anggaran," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Sosial mengurangi estimasi anggaran bansos 2021 untuk anak yatim, piatu, dan yatim piatu karena Covid-19. Anggarannya dikurangi Rp 82,8 miliar. Alhasil, jumlah anak calon penerima juga dikurangi 113 ribu.
Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR dengan eselon 1 Kemensos di Gedung DPR, Jakarta, Senin (4/10) lalu. Ketika itu, Plt Dirjen Rehabilitasi Sosial Kemensos Harry Hikmat mengatakan, program Atensi Anak Yatim 2021 ditargetkan untuk 60 ribu anak.
"Kalau kami melakukan exercise anggaran untuk estimasi kemampuan anggaran di Dirjen Rehsos karena belum teranggarkan sejak awal, (ada) sebanyak 60 ribu anak (calon penerima)," kata Harry.
Pihaknya lantas mengestimasikan jumlah anak yang belum sekolah sebanyak 20 ribu. Sebanyak 40 sisanya merupakan anak yang sudah sekolah.
Bansos untuk anak yang belum sekolah besarannya Rp 300 ribu per bulan selama empat bulan. Adapun anak yang sudah sekolah Rp 200 ribu per bulan selama empat bulan. Dengan demikian, kata Harry, rata-rata besaran bansos untuk 60 ribu anak itu Rp 930 ribu per anak.
"Maka kebutuhan anggaran diperlukan Rp 55,8 miliar dan dapat dialokasikan dari sisa anggaran Atensi yang belum terealisasi," ungkapnya.
Pemaparan Harry itu menunjukkan adanya pengurangan estimasi anggaran bansos anak yatim 2021. Sebab, dalam sebuah webinar dan wawancara dengan wartawan pada awal September lalu, dia menyampaikan angka yang lebih besar.
Awal September itu, Harry menyebut bansos anak yatim 2021 akan diberikan kepada 173 ribu anak. Anggaran yang disediakan Rp 138,6 miliar. "Dari seluruh anggaran yang ada, alhamdulillah perkiraan tahun ini bisa meng-cover 173 ribu lebih untuk anak yatim piatu," kata Harry, dalam sebuah webinar, Rabu (8/9).
Pengurangan estimasi anggaran ini terbilang masif. Anggaran berkurang Rp 82,8 miliar, jumlah anak calon penerima berkurang 113 ribu.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.