Hikmah
Hidup Merasa Cukup
Orang beriman akan selalu merasa cukup dengan apa yang didapatkan setelah mencari sebagai wujud ikhtiarnya.
Oleh FAJAR KURNIANTO
OLEH FAJAR KURNIANTO
Kejahatan dan atau keburukan sering kali timbul oleh perasaan tidak cukup dengan apa yang telah dimiliki. Dengan kata lain, selalu merasa kurang dengan apa yang telah didapatkan sehingga terus berkeinginan untuk mencari yang lebih banyak daripada sebelumnya.
Apalagi, bila kesempatan atau celah itu ada, bahkan terbuka lebar. Ada keinginan, ada kesempatan, timbullah gerakan untuk mendapatkannya.
Mencari sesuatu yang lebih dari yang telah dimiliki sejatinya tidaklah bermasalah. Masalahnya adalah ketika perasaan kurang itu kemudian mendorong seseorang untuk terus-menerus bergerak tiada henti, bahkan tanpa jeda.
Menerabas atau melampaui batas yang dibolehkan agama dan akal sehat, yakni melakukan tindakan-tindakan jahat atau buruk yang tidak halal, seperti mencuri, merampok, mengambil hak orang lain, mengorupsi uang rakyat, dan sejenisnya.
Perasaan merasa kurang selain akan mendorong ke arah kejahatan dan keburukan juga akan membuat seseorang lalai dari rasa syukur atas apa yang telah didapatkan. Syukur yang tidak semata-mata berupa ucapan terima kasih dan pujian terhadap Allah, tetapi kesadaran tentang apa yang telah didapatkan dan tentang apa yang harus dilakukan terhadapnya.
Jadi, syukur yang menjeda aktivitas tanpa henti untuk merenungkan apa yang telah dilakukan, apa yang telah diraih, dan apa yang akan dilakukan dengan yang telah diraih itu.
Orang yang pandai bersyukur akan menyeimbangkan aktivitas mencari rezeki dengan aktivitas memanfaatkan rezeki. Bertambahnya rezeki sering kali bukan semata-mata dari usaha pencarian, melainkan justru sering kali lebih banyak dari aktivitas pemberian.
Sibuk mencari hingga lupa memberi justru akan makin membuat seseorang tak hanya lelah secara fisik, tetapi juga mental atau kejiwaan. Ujung-ujungnya, timbul depresi bila apa yang dicari tidak didapatkan.
Berbeda dengan aktivitas memberi, melepaskan sebagian milik kita kepada orang lain untuk dimanfaatkan sehingga membuat orang yang menerima senang dan bahagia. Efeknya tak hanya melegakan dan membahagiakan diri kita dan penerima, tetapi juga imbal balik dari aktivitas ini yang terkadang lebih besar daripada apa yang kita berikan, tanpa kita sadari pada lain waktu.
Imbal balik yang tak hanya berupa sesuatu yang sifatnya material, tetapi juga nonmaterial. Ini tentu saja akan terjadi bila kita ikhlas semata-mata karena Allah SWT.
Orang beriman akan selalu merasa cukup dengan apa yang didapatkan setelah mencari sebagai wujud ikhtiarnya. Setelah itu, ia melakukan jeda sejenak untuk bersyukur, mengingat Allah, dan berbagi kepada sesama.
Tak hanya berbagi yang sifatnya kasat mata, tetapi juga berbagi kebahagiaan dan kesenangan yang sifatnya tidak kasat mata. Hidup merasa cukup akan membuat kita ingat Allah dan pandai bersyukur dalam bentuk gemar berbagi atau memberi.
Rasulullah SAW bersabda, “Jadilah orang wara’, niscaya engkau akan menjadi orang yang terbaik ibadahnya. Dan, jadilah orang yang merasa cukup (qanaah), niscaya engkau akan menjadi orang yang paling bersyukur.” (HR Ibnu Majah).
Wallahu a’lam.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.