Jakarta
Wisata Alternatif Sepanjang Jalan Cikini
Pemprov DKI menyulap Jalan Cikini menjadi kawasan wisata urban.
OLEH ZAINUR MAHSIR RAMADHAN
Tak banyak lalu lalang orang di sepanjang Jalan Raya Cikini, Jakarta Pusat, akhir pekan lalu. Rencananya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan ‘menyulap’ daerah sepanjang Jalan Raya Cikini ini menjadi kawasan wisata urban di Jakarta, bersama dengan Pasar Baru, Jalan Merdeka, dan Kebayoran Baru.
Di kawasan ini, kita akan mudah menemukan bangunan-bangunan ‘jadul’ peninggalan Belanda. Dimulai dari gedung Kantor Pos Cikini dengan gaya art deco yang dibangun pada 1920. Hingga saat ini, kantor pos tersebut masih beroperasi melayani masyarakat.
Bergeser sedikit dari gedung tersebut, akan ditemukan para penjual roti Tan ek Tjoan dengan gerobaknya khasnya. Tak aneh memang, apalagi ketika pabrik roti yang berdiri sejak 1921, dan menyasar pasar orang Belanda itu, sempat berdiri di dekat Kantor Pos Cikini, dan pada 2015 lalu, pabriknya pindah.
Bangunan bergaya Eropa lainnya yang akan ditemui, yaitu Bakoel Koffie. Lokasi warung nasi sejak 1878 silam itu, disulap pemiliknya Tek Sun Ho menjadi warung kopi, setelah menemui seorang wanita dengan ‘Bakoel’ yang menjajakan biji kopi.
Memasuki Bakoel Koffie, tampak dipadati pengunjung dari keluarga, rekanan bisnis, hingga muda-mudi yang menikmati santap siang dan kopi. "Kayaknya kalau lagi ke Jakarta, harus banget ke sini," tutur salah satu pengunjung dari Yogyakarta, Novi (27 tahun).
Perjalanan berlanjut ke eks rumah pelukis Raden Saleh yang saat ini menjadi Taman Ismail Marzuki (TIM). Saat ini, TIM hingga kini masih dilakukan revitalisasi. Terlepas hanya penampakan luar dengan dekorasi rumput yang menutupi gedung, belum ada lagi yang bisa dinikmati dari objek tersebut.
Berdasarkan informasi, dana dari APBD DKI sebesar Rp 1,64 triliun telah dianggarkan untuk proyek tersebut, dengan pembiayaan berkala. Jika selesai, kawasan ini nantinya akan memiliki 139 unit tempat tidur bagi para tamu dan pegiat seni.
Fasilitas itu, belum termasuk Planetarium, dan Pusat Pelatihan Seni. Situs cagar budaya itu juga akan memuat Masjid Amir Hamzah, Gedung Graha Bhakti Budaya dengan kapasitas 848 kursi. Serta bagian gedung teater dengan kapasitas 1.200 kursi.
Berselang beberapa ratus meter dari TIM, ada tempat makan dan kudapan legendaris, yaitu gado-gado Bonbin dan es krim Tjan njan. Berbeda dengan toko es krim sepi yang kini hanya memiliki satu gerai di lobi Hotel Cikini, Gado-gado Bonbin yang berdiri sejak 1960-an masih tetap ramai.
Jika tetap ingin melihat bangunan sejarah tertua di kawasan Cikini, sebaiknya mengunjungi rumah Raden Saleh di Jalan Raden Saleh. Meski telah beralih fungsi menjadi Rumah Sakit Cikini, bentuk asli bangunan itu masih tampak dari beberapa sisi.
Kental dilihat juga gaya perpaduan Eropa, Arab, dan Cina di rumah tersebut. Wajar, mengingat Raden Saleh sendiri merupakan seniman kenamaan Indonesia dengan lukisan terkenalnya, Penangkapan Pangeran Diponegoro. Sehingga, bangunan rumahnya sangat artistik.
View this post on Instagram
Potensi wisata
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI, Gumilar Ekalaya, mengatakan, Cikini akan menjadi wisata urban DKI ke depannya. Pusat kawasan wisata urban akan berada di TIM karena ada Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Khusus Cikini, lanjut dia, memiliki kelebihan dari sejarah yang cukup panjang, dibuktikan dengan gedung-gedung bersejarah di sana. Terlebih, ketika Cikini juga dinilai Gumilar, memiliki banyak potensi dari kuliner yang ada di sana.
"Ke depan, kita akan lakukan aktivasi di ruang publik dengan kolaborasi komunitas," kata Gumilar.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.